Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perspektif Natalius Pigai Mengenai Kebangkitan PKI

23 September 2017   10:34 Diperbarui: 25 September 2017   07:03 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, NP juga menyampaikan terkait dengan LBH. Menurut NP, penyampaian pikiran, perasaan, dan pendapat, dijamin dalam berbagai instrumen hukum nasional. Baik itu UUD 1945 pasal 28 huruf (i) sampai seluruh instrumen hukum, seperti UU 39, UU 12/2005 tentang ratifikasi konvenansi Sipil dan dan Politik. Oleh karena itu, Komnas HAM memaklumi apabila seluruh aspek yang terkait dengan variabel menyangkut penyampaian pikiran, perasaan, dan pendapat. Menurut NP, hal itu adalah salah satu pilar penting sebagai sebuah negara demokrasi.

Berdasarkan pandangan tersebut, maka NP menghormati apa yang dilakukan keluarga korban 1965, tapi juga menghormati mereka yang protes (penentang PKI). Karena itu, NP menganjurkan agar negara harus mengambil alih menjernihkan kisruh 'tafsir' tentang isu kebangkitan PKI ini. Karena tidak bisa kita membiarkan keluarga para Pahlawan Revolusi untuk bersikap defensif dengan kondisi yang ada, status quo, dalam perspektif sejarah ini. 

Di lain pihak, juga negara tidak bisa membiarkan para korban 1965 menderita. Negara harus mengambil alih untuk menjernihkan sebuah proses sejarah, meski sampai kapan pun akan menjadi perdebatan panjang. Jadi  menurut NP negara harus mengambil alih untuk menyelesaikan noda hitam bangsa ini secara adil dan jujur.

Wallahu a'alam bish shawab

Makassar, 23092017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun