Ketiga, NP juga menyampaikan terkait dengan LBH. Menurut NP, penyampaian pikiran, perasaan, dan pendapat, dijamin dalam berbagai instrumen hukum nasional. Baik itu UUD 1945 pasal 28 huruf (i) sampai seluruh instrumen hukum, seperti UU 39, UU 12/2005 tentang ratifikasi konvenansi Sipil dan dan Politik. Oleh karena itu, Komnas HAM memaklumi apabila seluruh aspek yang terkait dengan variabel menyangkut penyampaian pikiran, perasaan, dan pendapat. Menurut NP, hal itu adalah salah satu pilar penting sebagai sebuah negara demokrasi.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka NP menghormati apa yang dilakukan keluarga korban 1965, tapi juga menghormati mereka yang protes (penentang PKI). Karena itu, NP menganjurkan agar negara harus mengambil alih menjernihkan kisruh 'tafsir' tentang isu kebangkitan PKI ini. Karena tidak bisa kita membiarkan keluarga para Pahlawan Revolusi untuk bersikap defensif dengan kondisi yang ada, status quo, dalam perspektif sejarah ini.Â
Di lain pihak, juga negara tidak bisa membiarkan para korban 1965 menderita. Negara harus mengambil alih untuk menjernihkan sebuah proses sejarah, meski sampai kapan pun akan menjadi perdebatan panjang. Jadi  menurut NP negara harus mengambil alih untuk menyelesaikan noda hitam bangsa ini secara adil dan jujur.
Wallahu a'alam bish shawab
Makassar, 23092017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H