Entah atas alasan apa Ahok berani menantang arus. Mungkin Ahok merasa publik sudah memiliki penilaian sendiri terhadap apa yang telah dilakukan bersama Jokowi, yang kemudian dia sendiri lanjutkan.
Memang sempat terungkap alasan Ahok memutuskan harus maju melalui jalur independen. Alasan mahar politik yang sempat mengemuka, yang kemudian membuat parpol merasa “tersinggung”, sehingga memunculkan polemik deparpolisasi.
Tapi hal yang membuat Ahok bersikukuh harus maju melalui jalur indenpenden karena melihat momentum waktu yang semakin dekat. Jika Ahok tidak segera memutuskan sementara harus menunggu parpol datang melamar, jangan-jangan malah menjadi bumerang memukul balik Ahok. Mengingat parpol kadung sudah merasa “dikhianati” Ahok, sehingga pasti akan dengan sengaja mengulur waktu, sehingga Ahok tidak lagi mempunyai kesempatan untuk menyiapkan segala “sesuatunya” sebagai syarat maju melalui jalur indenpenden. Dengan demikian, parpol merasa girang, tidak perlu lagi bertarung, sebab Ahok sudah gugur lebih awal sebelum memasuki arena bertanding.
Alasan lain sebagaimana sering disampaikan Ahok adalah karena ingin menghargai “niat baik” dan semangat anak-anak mudah dalam komunitas Teman Ahok (TA). Bagi Ahok, memberikan ruang kreasi bagi anak muda sekaligus pada saat bersamaan memberikan penghargaan adalah sebuah domain kebajikan.
***
Cerita Ahok ternyata tidak hanya berhenti setelah menyatakan maju berlaga melalui jalur independen. Sejak mendeklarasikan diri ingin kembali maju mencalonkan diri sebagai calon gubernur (Cagub) pada Pilgub DKI 2017, berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh perorangan maupun parpol untuk menjegalnya. Sayangnya, sampai sejauh ini belum ada satupun yang berhasil sukses maknyoos.
Berbagai lapak audisi politik dibuka oleh beberapa parpol untuk menjaring calon yang sepadan untuk menantang Ahok. Tapi, rupanya setelah berlalu beberapa saat proses audisi itu, pada ujung-ujungnya parpol-parpol tersebut lebih memilih kader dari partai sendiri menjadi calon. Karena itu menjadi lelucon yang tidak lucu, ketika para pendaftar dan pelamar tidak merasa “tertipu” (lihat artikel terkait) dengan audisi ala parpol itu.
***
Ketika semua jurus telah dibentangkan untuk menghentikan Ahok dan belum memberikan hasil yang memuaskan, maka langkah taktis pun dikeluarkan. Lagkah taktis itu mau tidak mau harus digunakan meski harus mengorbankan “rasa malu”.
Memang dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Parpol yang pernah bertikai dan sempat “bercerai” bisa rujuk kembali demi untuk mencapai ambisi bersama. Meski hal itu harus dibungkus dengan kalimat bahwa untuk membangun sebuah “peradaban” harus bergandeng tangan bersama. Tidak mungkin melakukan sendirian tanpa mengikutkan yang lainnya. Apalagi berkaca pada kekhasan budaya negeri ini, yang berlandaskan pada sifat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
***