Masih untung bila dana yang digunakan untuk membuka perusahaan changkang itu berasal dari dana halal. Dan tujuannya juga dimaksudkan bukan sebagai “perusahaan penampung”, meski jelas-jelas pendirian sebuah perusahaan changkang tersebut tidak jauh dari motif menyembunyikan kekayaan.
***
Ada paling kurang empat hal yang ingin dicapai dengan mendirikan perusahaan changkang di luar negeri yang menerapkan bebas pajak. Keempat tujuan itu, antara lain, mempermudah transaksi di luar negeri; menghindari pungutan pajak yang tinggi (baik dari transaksi maupun pendirian badan usaha); menyembunyikan profil; dan alat untuk mencuci uang hasil kejahatan (tujuan perusahaan changkang).
Jika memperhatikan ke-4 tujuan pendirian perusahaan changkang tersebut di atas maka bila benar dan HAA sudah mengakuinya pula fakta itu, maka rasanya predikat nan prestisius sebagai Ketua BPK sudah tidak layak lagi menjadi haknya. Sebab ke-4 tujuan pendirian perusahaan changkang memiliki motif yang sungguh sangat jauh dari kata mulia. Ke-4 tujuan itu, seakan mengkonfirmasi pertanyaan Bang Ruhut, “Kalau Uang Halal Kenapa Disimpan di Luar Negeri?” (sumber). Sebuah pertanyaan yang sangat jitu dan sungguh sangat menohok.
Kita pun berhak menyambung pertanyaan Bang Ruhut tersebut dengan memberikan tambahan pertanyaan lanjutan. Bagaimana mungkin kita dan publik masih mau percaya kepada orang-orang yang sudah jelas-jelas memiliki itikad dan niat yang kurang baik terhadap negaranya? Bagaimana mungkin kita masih memberi kepercayaan kepada orang yang bermental serakah (Mental Serakah Pengelola Negeri), yang kurang dapat menjaga amanah? Bagaimana mungkin kita masih terus bersabar melihat orang-orang yang menganut mazhab moral hazard terus menerus mengkibuli kita?
***
Di sinilah seharus mereka yang terindikasi melakukan kecurangan itu bercermin atas tingkat kepercayaan (trust) publik kepada mereka yang sudah jatuh demikian jauh ke titik nadir. Jika mereka sampai tidak bisa bercermin dan mengambil pelajaran dari itu, predikat apa yang paling tepat dan pantas harus kita lekatkan kepada mereka?
Pengemplang? Bajingan tengik? Atau “Pelacur” kekuasaan?
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 04 April 2016