Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Ahok dan Krisis Dakwah Mengajak

18 April 2016   16:58 Diperbarui: 18 April 2016   17:08 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak hanya menerima pandangan yang seragam dari berbagai kemungkinan pandangan yang berbeda.  "Masing-masing dijelaskan sehingga kemudian umat tercerahkan, arif dan tahu ada beragam pandangan di Islam terkait sebuah persoalan" (sumber). Sementara dakwa menghasut atau provokasi adalah dakwah yang menyatakan pandangan-pandangannya saja yang paling benar, sambil pada saat yang bersamaan menjelek-jelekkan kelompok atau pihak lainnya.

Dengan dakwah yang menyejukkan dan mencerahkan (dakwah mengajak) maka dakwah harus memberikan pemahaman yang tepat kepada umat. Bagaimana implementasi dakwah yang mencerahkan itu, sehingga tidak muncul paham fanatik buta, maka dakwah yang disampaikan jangan bersifat meghasut dan provokatif.

Menurut  K. H. Solahuddin Wahid (Gus Solah), bahwa dakwah yang mencerahkan, adalah dakwah yang tidak mengandung unsur-unsur membuat umat terdorong untuk melakukan kekerasan. Bagi Gus Solah, dakwah mengajak atau mencerahkan itu, “Jangan menyerang, jangan bermain politik, dan jangan menghasut. Yang penting mendidik,” (sumber).

"Kegenitan" Orang Pintar Baru

Fenomena dakwah menghasut ini demikian membuat kita khawatir, sebagaimana keresahan Gus Mus. Karena perkembangan dakwah menghasut ini semakin hari semakin menemukan bentuknya.

Dakwah menghasut ini dengan mudah berkembang dan menjangkiti para pemula yang sedang mencari “kebenaran”, hal itu antara lain menurut Gus Mus disebabkan kehadiran dan "kegenitan" orang pintar baru (OPB). Mereka yang baru mengetahui sepotong ayat dan hadist, tapi sudah merasa seperti menguasai Quran 30 juz serta hadist serta berbagai tafsirnya.

Melalui khutbah-khutbah, tausiyah-tausiyah, ceramah-ceramah, tabligh-tabligh, mereka menyebarkan paham sekaligus virus kebencian.  

Maka dengan mudah kita temukan kebencian yang ditebar melalui sarana dakwah dengan bahasa yang syarat dengan kebencian dan rasa geram. OPB mengambil peran dalam menfasilitasi kebencian membuncah jadi membara, karena memiliki nuansa nafsu dan keangkuhan  sebagai OPB. 

Ciri OPB ini dalam istilah Imam Al-Ghazali disebut sebagai orang yang ghurur, yang merasa dirinya paling hebat, padahal sebenarnya dia sedang menipu dirinya sendiri. Celakanya orang-orang seperti ini sangat sulit untuk “diingatkan”, bahkan sangat kekeh mempertahankan pendapatnya meski telah disanggah dengan argumentasi yang sangat kuat dan valid.

Karena itu menjadi tugas ulama dan kaum cerdik pandai untuk bisa mengajak berdialog dan memberikan pemahaman yang benar agar lebih mengembangkan dakwah mengajak, ketimbang dakwah yang membuat kehidupan kemanusiaan menjadi tersia-siakan. Termasuk menempatkan isu kepemimpinan dalam koridor yang semestinya, tidak diperdebatkan secara diametral pemimpin muslim dan nonmuslim.  Sebagaimana misi Nabi Muhammad SAW yang dalam menyebarkan Islam  dengan kelembutan bukan dengan kekerasan dan menghina paham orang lain atau kelompok lain yang berbeda pendapat. Sesungguhnya kebenaran itu bersifat tunggal dan hanya Allah SWT pemilik kebenaran sejati.

Wallahu a’lam bish-shawabi

Ya sudah, selamat membaca, …

Makassar, 18  April  2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun