Karena itu, budayawan, kiyai, dan penyair ini merasa gelisah dan resah. Gus Mus gelisah dan resah melihat “gelombang” pandangan picik yang cenderung dengan mudah “menghasut” untuk menolak pihak atau kelompok lain.
Dalam pandangan Gus Mus, gejala ini menunjukkan orang yang baru mengetahui sepotong ayat dan hadits tapi sudah merasa menguasai seluruhnya. Mungkin dan sangat boleh jadi, yang dinyatakan sebagai sesuatu yang sesat, tapi hal itu bukan merupakan kesesatan final. Bisa jadi dalam separoh perjalanan itu ia atau mereka “sesat”, tapi ketika melanjutkan perjalanan ia atau mereka menemukan kebenaran.
Dakwah Menghasut
Krisis dakwah mengajak atu KDM ini diperparah pula oleh ulah orang pintar baru (OPB). Gus Mus merasa prihatin dengan gejala munculnya OPB ini. Di mana kelompok inilah yang paling sering dengan semangat 45 selalu “memfatwakan” bid’ah dan kafir. Sayang pengetahuan dan ilmu yang diperoleh tersebut belum cukup untuk mampu memberikan “fatwa”. Tapi, dengan sekonyong-konyong dan bahkan terkesan gegabah menjudge orang atau pihak lain sebagai ingkar.
Maka yang muncul adalah gejala dakwah yang “menghasut”, menyerang pihak atau kelompok lain sebagai salah, sesat, dan ingkar. Pokoknya bid’ah dan kafir menjadi menu wajib yang sering ditempelkan pada kelompok yang berbeda paham. Bagi mereka bahwa kebenaran yang diyakini merupakan kebenaran mutlak (absolut).
Karena itu tak heran muncul kelompok garis keras (radikal), dengan militansi terus menerus mengembangkan pandangan yang cenderung menjudge pihak atau kelompok lain sebagai sesat dan menyesatkan. Karena itu mereka dengan mudah “membolehkan” untuk bertindak anarkhis kepada kelompok yang berbeda paham dan aliran itu. Mereka tak segan-segan memerintahkan untuk melakukan tindakan kekerasan (anarkhis). Jangankan kepada kelompok di luar agamanya, sesama keyakinannya pun, hanya karena berbeda aliran dan mazhab tak segan diperlakukan seperti musuh yang harus diperangi. Maka terjadilah penganiayaan, kekerasan, pengusiran, dan tindakan lainnya yang menunjukkan kebencian yang tak berkesudahan. Kelompok minoritas terus menerus distigmatisasi sebagai sesat dan kafir dan terus menerus menjadi sasaran alienasi dari kehidupan sosial kebangsaan.
Dakwah menghasut itu menurut Gus Mus karena para pendakwah sangat jarang atau tidak pernah menyampaikan sisi kemanusiaan Nabi Muhammad SAW ketika menyampaikan tausiyahnya kepada umat (sumber).
Dakwah Mengajak
Padahal semua yang ada di dunia ini adalah relatif. Relativitas merupakan sebuah aksioma atau hukum alam yang berlaku dan menjadi sunnatullah. Semua bersifat probalistik.
Dalam menyikapi kondisi sosial keagamaan seperti itu, yang penuh dengan aura provokasi, pemerintah pun tidak tinggal diam. Melalui Menteri Agama RI, pemerintah mengajak kepada semua kelompok keagamaan untuk lebih menekankan pada dakwah yang mencerahkan. Bukan dakwah yang penuh dengan agitasi, menghasut, dan provokasi.
Menurut Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, bahwa dakwah yang mencerahkan adalah dakwah yang sangat luas konteksnya, yang harus mampu menjangkau semua, baik pandangan yang membolehkan maupun yang tidak membolehkan. Dengan begitu ada pembelajaran bagi umat sehingga dapat memahami sebuah konsep keagamaan secara utuh dan komprehensif.