Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prof. Yusril (Hanya) Menggantang Asap?

11 April 2016   15:21 Diperbarui: 12 April 2016   05:54 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsentrasi mereka malah kepada diri Ahok secara personal dibandingkan menawarkan program melalui platform yang realistik dan mampu mengakomodasi kepentingan publik. Boro-boro menawarkan platform yang “membumi”, malah senantiasa membuat blunder, baik dari dirinya sendiri mauun dari orang-orang dekatnya. Seperti misal tweet rasial a la adiknya, Dubes Jepang, Yusron Ihza Mahendra.

Prof. YIM meski menyadari bahwa parpol yang dipimpinnya keok pada pemilu legislatif yang lalu, sehingga nyaris punah, ia tak patah arang untuk terus “mengiklankan” diri. Segala cara dan channel yang bisa menyalurkan hasrat politiknya untuk berkuasa ia tempuh. Termasuk juga tiba-tiba harus hadir di tengah-tengah warga Luar Batang yang terdampak gusur untuk bersedia menjadi penasehat hukum (PH). Padahal sebelum-sebelumnya tak pernah terdengar kiprah Prof. YIM di kalangan masyarakat akar rumput (grass root).

Lebih banyak adalah kiprah Prof. YIM yang cenderung berada di menara gading “melayani” orang-orang yang terjerat kasus korupsi. Siap membela orang-orang bermasalah dalam tindak pidana korupsi (tipikor) demi nilai finansial tertentu. Motif yang kemudian menjadi bahan "ejekan" dan memberikan justifikasi bahwa apalagi tujuannya kalau bukan fulus yang menggiurkan. Tentu saja mereka yang dibelanya ini mempunyai uang segepok dari hasil menjarah kekayaan negara.

Platform

Sejauh ini, belum ada hal-hal yang substantif yang dapat Prof. YIM bentangkan di hadapan publik warga ibukota agar dapat tertarik memilihnya. Jangankan akan tertarik memilihnya, hanya sebatas memberikan rasa simpati pun ibarat jauh panggang dari api.

Masalahnya Prof. YIM terlalu memusatkan perhatiannya pada bagaimana “menyerang” Ahok secara personal an sich. Publik ibukota pun menjadi ragu dan bertanya-tanya. Jika Prof. YIM merasa lebih baik, lebih oke, dan lebih super daripada Ahok, pertanyaannya yang sering diajukan netizen ketika mengomentari setiap pemberitaan mengenai Prof. YIM, “terus apa tawaran dan program Prof. YIM untuk Jakarta yang lebih baik?”

Jangan-jangan Prof. YIM hanya mencoba memanipulasi dan mengeksploitasi sentimen negatif sebagian suara publik terhadap Ahok untuk menutupi “kelemahannya” yang tidak dapat menawarkan sesuatu yang menggiurkan untuk Jakarta?

Sejauh yang dapat terpantau dari berbagai komentar netizen, publik mengharapkan adu program (platform) bukan adu keunggulan berdasarkan sentimen primordial, ya suku, ya agama, ya etnis. Tapi mampu melempar isu produktif untuk memberikan pencerahan, bukan menjatuhkan lawan dengan cara-cara yang dianggap primitif. Menyerang calon lawan dengan isu-isu murahan yang oleh sebagian warga ibukota dianggap kadaluarsa (expiry).

Modal Awal

Meski demikian kondisinya, hal itu bukan berarti Prof. YIM hadir tanpa modal. Pertama, sebagai modal awalnya, dan ini menjadi lelucon bagi netizen adalah ia sebagai Ketum parpol. Yakni Ketum PBB.

Sayangnya dalam posisinya sebagai Ketum PBB, Prof. YIM tidak dapat mengantarkan partainya meraih satu kursi pun di DPR pada pileg 2014 lalu. Jangankan di DPR, di tingkat DPRD DKI Jakarta saja juga nol besar. Karena itu, publik bertanya keheranan sambil tertawa ngakak, bagaimana mungkin seorang Prof. YIM dengan percaya diri (pede) “menjajakan” dirinya ke sana kemari ke parpol-parpol besar peraih suara di DPRD DKI agar dapat diakomodir dan dipilih menjadi cagub yang akan diusung menantang Ahok?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun