Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dobel Apes dalam Satu Hari: Menimbang Kebanggaan dan Menjaga Hubungan Kemanusiaan

21 September 2015   09:57 Diperbarui: 6 Oktober 2015   08:50 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menimbang Kebanggan dan Menjaga Hubungan (Relasi) Sosial 

Terus terang saya sendiri tidak pernah terlintas dan berpikir untuk menempuh langkah hukum. Saya masih mengedepankan hubungan kemanusiaan, daripada hanya mementingkan gengsi. Toh, ancaman tersebut belum direalisasikan, dan karena itu belum tentu langsung meruntuhkan harga diri dan kebanggaan. Di sini perbedaan sudut pandang anatara saya dan isteri. Isteri saya lebih melihat kebanggan itu dari sudut saya sebagai pemimpin (leader) dan kepala rumah tangga. Jika saya sebagai pemimpin dan kepala keluarga tidak bisa memberikan “kebanggaan”, apatahlagi orang lain. Dalam pandangan isteri saya, itu nonsense. Di sinilah dilema, antara membangun “kebanggaan” dengan menjaga hubungan baik antarsesama (juga tetangga). Padahal “kebanggaan” itu tidak harus membuat jarak, apalagi memutuskan hubungan kemanusiaan. Dalam persepktif agama dianjurkan untuk tetap menjaga hubungan baik dengan sesama, karena hubungan dengan Tuhan dapat “selesai” dan diampuni bila berlaku salah (dosa), tapi jika berkhilaf dengan sesama, tidak akan terampuni dosa itu, sebelum orang yang merasa disakiti memberi maaf.

Dalam perspektif agama itulah saya berangkat untuk memandang persoalan ancaman anak tetangga itu. Bagi saya sepanjang dia belum merealisasikan ancaman itu secara fisik, saya masih bisa mengantisipasi kemungkinan buruk itu. Karena itu saya lebih memilih pendekatan kekeluargaan dengan melapor dan meminta Pak RT untuk bisa menjembatani mempertemukan kami (saya dan isteri) dengan tetangga dan anak-anaknya. Mungkin selama ini ada hal yang mengganjal di hati, sehingga yang terekpresi keluar sikap-sikap yang kurang terkontrol. Alhamdulillah, isteri saya pun akhirnya setuju untuk menyelesaikan masalah ini melalui pertemuan kekeluargaan dengan mempercayakan Pak RT sebagai mediator. Pak RT juga sudah bersedia dan telah menjadwalkan pertemuan itu, sambil menunggu si pengancam yang anak tetangga datang ke rumah orangtuanya. Soalnya dia bukan lagi warga di RT kami, dan sudah lama tidak berdomisili di kelurahan kami.

Cerita tentang “apes-apesan” ini kelihatannya sudah sangat panjang, dan pasti membuat pembaca bosan dan mual. Sebelum “kemualan” itu mewujud jadi muntah(-muntah), biarlah saya akhiri cerita ini dengan sebuah pernyataan, bahwa “betapapun kebanggaan itu sangat penting bagi seseorang, tapi jauh lebih penting menjaga hubungan kemanusiaan dan hubungan sosial yang harmonis antarsesama, apalagi dengan tetangga”. Karena harus disadari tetangga adalah saudara terdekat kita, ketika kita menghadapi dan mengalami sebuah masalah. Sebelum saudara terdekat kita hadir, tetangga yang lebih dahulu kita mintai tolong dan bantuan. Bahkan tanpa dipanggil pun sebenarnya mereka selalu sedia mengulurkan tangan dan memberi bantuan.

 

Ya sudah, begitu saja cerita “apes-apesan” ini, selamat membaca!

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 18  September  2015  

Oleh " eN-Te   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun