Mohon tunggu...
emnis wati
emnis wati Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang guru dari SDN 012 Surya Indah di Kecamatan Pangkalan kuras. Sekarang pindah ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Pengawas sekolah Dasar di Kabupaten Pelalawan. Saat ini tengah menekuni belajar menulis cerpen. Motto: Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Suka Duka Menjadi Guru SD yang Hanya Tamatan SMA

1 September 2022   09:28 Diperbarui: 2 September 2022   06:41 2605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak sekolah dasar tetanggaku sering memanggil diriku dengan sebutan Bu Guru. Aku tidak mengerti mereka memanggil seperti itu. Jujur aku sangat marah dan kecewa. Pikiran dan perasaanku terganggu dengan sebutan itu. Namun, aku lebih memilih diam dan enggan menanggapi mereka. Seiring berjalannya waktu, panggilan itu tidak aku hiraukan lagi. Lebih baik fokus belajar untuk bekal masa depan.

Waktu sekolah di madrasah tsanawiah, aku sangat senang melihat guru mengajar di depan kelas. Gaya guruku sangat memesona. Ada keinginan untuk bisa seperti mereka.

Saking senangnya dengan profesi guru, di indekos aku dan teman-teman bermain peran untuk menjadi guru. Kekaguman itu adalah awal timbulnya rasa ingin menjadi guru. Sungguh aneh, tetapi nyata. Perasaan yang dulu kurang suka dengan profesi guru, tiba-tiba berubah menjadi menyukai.

Sejak bulan Juni tahun 2003 sampai sekarang, alhamdulillah sebutan Bu Guru itu sudah melekat pada diriku. Aku meyakinkan hati bahwa mengemban amanah sebagai guru merupakan ladang amal. Setiap ilmu yang diberikan kepada siswa dan dipraktikkannya.

Menjadi guru bukanlah hal mudah bagiku, tidak seperti membalikkan telapak tangan, apalagi pendidikan hanya tamatan SMA. Aku harus bisa dan perlu banyak belajar dari orang yang berpengalaman karena kesempatan tidak akan datang dua kali.

Menjadi guru itu pilihan dan benar-benar membutuhkan komitmen yang kuat karena guru itu harus mengajar dan mendidik anak-anak menjadi cerdas dan berakhlak mulia.

Aku pertama mengajar sebagai guru Bahasa Inggris untuk kelas III sampai kelas VI. Apa pun itu yes or no adalah kata favorit mereka.

Masuk pada hari pertama mengajar di kelas sungguh luar biasa, berbagai tingkah laku usilnya para siswa membuatku tidak betah di kelas. Anak-anak bersikap dingin dan kurang peduli kepadaku. Namun, aku harus tetap sabar karena yakin suatu hari nanti anak-anak akan menyayangi gurunya.

Kamu pasti bisa! Kamu harus bisa! Kata-kata itu terus bercekamuk di benakku, menjadi motivasi semangat untuk terus belajar dan memberikan yang terbaik untuk para murid. Kadang muncul perasaan ragu, bahkan pernah ingin mundur dari mengajar di depan anak-anak didik.

Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri

Suara bell sekolah telah berbunyi. Anak-anak telah masuk ke kelas mereka masing-masing. Aku bergegas menuju kelas tempatku mengajar. Langkahku terhenti saat melihat seorang anak bernyanyi-nyanyi sendiri. Tak dihiraukannya bunyi bel sekolah. Dia terus bernyanyi dan tampak gembira. Begitu pandangan kami bertemu, dia tersenyum dan segera berlari menuju kelasnya. Aku hanya tersenyum dan menggeleng melihat tingkahnya.

Hari ini, aku mulai mengajar di kelas I. Anak-anak sudah banyak yang datang. Ada yang bersalaman denganku, lalu langsung permisi untuk makan. Ternyata dia belum sempat sarapan di rumah.

Aku tersenyum memperhatikan sambil bertanya, "Sarapan apa pagi ini, Nak?"

Dengan malu-malu sambil menutupi makanan dia menjawab, "Biasa, Bu. Tahu tempe."

"Alhamdulillah, kita tetap bersyukur, segera habiskan, ya." Dia mengangguk sambil mengunyah makanannya.

Aku duduk di meja guru sambil menyapa murid yang lain. Bel pun berbunyi. Semua anak segera masuk ke dalam kelas bersiap untuk memulai pembelajaran.

Aku menjelaskan di depan, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan yang diiringi bau yang begitu menyengat. Aku pura-pura tidak tahu.

"Bu, ada yang kentut ... bau lagi."

Sambil melangkah ke arah mereka aku berkata, "Masa, iya?"

"Iya, Bu," sahut mereka serempak.

Suasana kelas menjadi hiruk-pikuk hanya karena kentut. Sambil senyum aku bertanya lagi kepada mereka. "Siapa yang kentut, ya?"

Spontan mereka menjawab, "Badu, Bu."

Nino yang duduk di samping Badu berkomentar, "Dia sebenarnya mau kentut di luar, tetapi dia malu mau izin, Bu."

Pengalaman mengajar anak sekolah dasar sungguh luar biasa. Terkadang menyenangkan dan kadang juga menyedihkan. Mengajar di kelas itu paling menyenangkan waktu adanya interaksi dan komunikasi antara guru dan anak didiknya.

Hati ini terasa bahagia, apabila anak didik paham apa yang aku ajarkan. Aku berusaha menambah wawasan dengan mengikuti pelatihan dan webinar pendidikan. Berbagi ilmu dengan anak didik sangat indah.

Saat tidak menyenangkan ketika melihat karakter anak didik yang berbeda-beda. Ada yang patuh dan rajin. Ada anak didik yang nakal dan malas. Bahkan ada yang tidak patuh pada aturan sekolah. Ada anak yang suka mengganggu temanya, berlari-lari, berteriak-teriak, memukul-mukul meja, bahkan ada yang tak mau mengerjakan tugas, baik menulis ataupun membaca.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya. Tibalah masa UAS, saat pelaksanaan ujian semester.

Anak didik mengerjakan dengan tenang, seakan-akan tak ada masalah. Selesailah sudah tugas mereka dan jawaban beserta soal pun dikumpulkan.

Setelah semua jawaban terkumpul, keningku mengyernyit dan mata terbelalak membaca jawaban yang mereka tulis di lembar jawaban. Satu per satu jawaban itu kubaca.

Nisa, menulis jawaban: Penuh dengan teka teki.

Yono, soal yang diberikan diisi dengan jawaban: Sesuai dengan keinginan Bu Guru.

Sinta menuliskan jawaban makanan kesukaannya.

Aku merasa seperti sedang mengemut permen rasa nano-nano. Rasa marah, sedih, serta galau jadi satu. Aku terduduk sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sesekali aku berusaha mengambil napas agar terasa tenang.

Aku bingung dan pusing. Tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi keadaan anak-anak didikku. Aku harus mencari solusi terbaik untuk mengatasi ini semua agar kegiatan belajar lancar dan anak didik pintar. Semua kemampuan sudah aku keluarkan.

Aku berpikir ternyata pendidikan berkarakter itu sangatlah penting dan harus diutamakan karena dari sinilah aku dapat mengetahui tingkah laku anak di sekolah dan berbagai prestasi yang didapatkannya.

Banyak hal lucu yang telah terjadi di kelas, beragam tingkah laku mereka. Guru harus memiliki topeng yang banyak dan mesti lihai memainkan perannya.

Anak-anak SD butuh senda dan gurau ketika guru mengajar aga pembelajaran berjalan komunikatif dan tidak tegang dan membosankan. Guru harus terlihat semangat dan ceria saat mengajar.

***

Seperti biasanya, setiap kali datang ketua kelas bersama temannya selalu menunggu di depan pintu, lalu mencium tanganku. Hari ini terasa aneh, anak-anak tak kelihatan dan tak terdengar suaranya. Ketika mau buka pintu kelas muncullah ketua kelas dengan napas yang terengah-engah.

"Bu Guru, sebentar ya," ujar ketua kelas sambil mengacungkan tangannya, seakan-akan memberikan kode kepadaku sebelum masuk kelas.

"Teman-temanmu ke mana? Kok, sepi?" Aku bertanya kepadanya, dia hanya senyum-senyum dan tidak menjawab pertanyaanku. Aku makin penasaran.

Hari ini bukan tanggal merah alias libur, tetapi kelas masih sepi bagaikan tiada penghuninya. Tidak mungkin hanya ketua kelas yang hadir.

Ketika aku mulai membuka pintu kelas, pertanyaan-pertanyaanku tadi terjawab. Betapa kagetnya waktu pintu terbuka lebar, aku sungguh tak menyangka anak-anak melakukan hal ini.

Dor! Dor! Dor!

Bunyi letusan balon silih berganti memekakkan telinga. Seiring dengan itu, nyanyian ucapan selamat ulang tahun menambah suasana kelas makin ramai.

Semua anak didik bernyanyi dengan riang sambil bertepuk tangan. Aku merasa kaget bercampur haru dan bahagia. Kejutan yang diberikan diberikan ini sunggguh manis.

"Selamat ulang tahun, Bu Emnis. Semoga Ibu panjang umur dan sehat selalu," ucap ketua kelas sambil meletakkan kue ulang tahun.

"Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga ...." Nyanyian mereka kembali membahana memenuhi ruangan kelas.

Anak-anak yang lain menyusul ke depan kelas memberikan ucapan selamat ulang tahun beserta kadonya. Aku dicium dan dipeluk anak didik membuat hati berbunga-bunga. Tak terbayangkan bahagianya bersama mereka.

Aku hanya bisa megucapkan terima kasih kepada mereka saking senangnya. Semoga kelak mereka menjadi orang yang berguna.

Suka duka menjadi seorang guru sangatlah banyak. Bagiku senangnya menjadi guru tidak perlu menjadi artis untuk bisa menjadi top atau diidolakan. Hanya cukup menjadi guru saja, aku bisa menjadi idola di mata anak-anak didikku.

Seorang guru harus memiliki mental dan jiwa yang kuat untuk menghadapi kelakuan setiap muridnya. Pembawaan ceria anak didik, bisa membuat guru pun akan lebih ceria. Masalah apa pun lupa kalau sudah melihat keceriaan anak-anak.Tingkah polos dan lucu mereka yang bisa membuat diri ini tersenyum.

Keluguan mereka membuat hatiku bahagia. Beginilah dunia anak, setiap hari selalu ada saja polah tingkah anak-anak yang bisa membuat diri ini tersenyum. Bahkan, saat ada sesuatu yang membuatku ingin marah, tiba-tiba bisa hilang karena melihat polah tingkah mereka.

Di sinilah aku dapat belajar melatih kesabaran dan keikhlasan dalam bertugas. Namun, menjadi seorang guru tidak semuanya menyenangkan. Ketika mulai merasa jengkel dengan ulah muridku, aku bayangkan bahwa mereka adalah ladang amal jariah, semoga saja memudahkan langkahku menuju surga-Nya.

"Pahlawan tanpa tanda jasa" sebutan yang melekat pada profesi guru. Bagaikan pelita dalam gelap gulita, orang yang digugu dan ditiru. Serangkaian kata yang selalu teringat di sanubariku. Guru, jasamu tiada tara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun