Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kuliah di Jerman: Beasiswa atau Bekerja Paruh Waktu

17 September 2012   09:09 Diperbarui: 27 November 2015   04:29 4072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuliah di Jerman diimpikan oleh banyak generasi bangsa kita. Mengingat lulusan Jerman yang sudah cukup diketahui kualitasnya di negara kita, semisal mantan Presiden kita, Pak Habibie yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dibidang transportasi (teknologi pesawat terbang), atau, top designer mercedes Jerman yang salah satunya adalah orang Indonesia, atau lagi, dokter ahli yang hanya baru dipegang 4 orang di Jerman (dan salah satunya adalah orang Indonesia) [1], bisa jadi salah satu penarik minat dari banyak mahasiswa Indonesia untuk menimba ilmu di negeri Angela Merkel ini.

 

Disamping dikenal dengan jurusan teknik dan kedokterannya yang bagus, biaya hidup kuliah di Jerman relatif lebih murah dibanding Inggris, Belanda, Jepang dan Amerika. Karena itu, minat untuk melanjutkan study ke Jerman semakin meningkat, seperti dicatat oleh Lembaga Statistik Jerman, pada winter semester 2006/2007 bahwa „di seluruh universitas dan sekolah tinggi di Jerman tercatat 2537 mahasiswa yang berasal dari Indonesia dan hampir 500 orang di antaranya adalah mahasiswa semester pertama.“ Dan dari data tersebut 70% dari mahasiswa yang datang ke Jerman dalam 20 terakhir adalah mengambil jurusan teknik.

 

Banyak cara untuk bisa meraih mimpi kuliah di Jerman. Dengan mencari peluang beasiswa atau biaya sendiri. Dua kondisi tersebut pada akhirnya bermuara pada satu keadaan: pertanggungjawaban kita terhadap study.

 

Mencari peluang beasiswa

 

Sampai saat ini, mencari peruntungan di beasiswa adalah salah satu cara yang paling diminati. Disamping karena proses mendapatkannya perlu perjuangan tersendiri, juga mengurangi beban moral, telah menghabiskan dana orang tua yang tidak sedikit. Satu hal yang perlu diperhatikan, bentuk kontrak antara si pemberi dan si penerima beasiswa, dimana ada yang memberlakukan sistem kontrak (terikat) setelah akhir masa study tapi ada juga yang tidak.

 

Kontrak perlu dipahami dengan baik. Karena ada beberapa kasus, semisal, setelah si penerima beasiswa menyadari kontrak tidak menguntungkan dirinya, pada perjalanan study akhirnya memutuskan kontrak yang disetujui di awal study, dan berujung dikenakan denda. Atau si penerima beasiswa menghilang dan tidak pulang ke tanah air, berujung si pemberi beasiswa menjadi kecarian. Dan yang pasti, tidaklah bijak jika seseorang yang berpendidikan tinggi pada akhirnya main kucing-kucingan dengan si pemberi beasiswa, apapun alasan dibalik itu. Jadi, alangkah baiknya jika merasa tidak bisa menyanggupi yang disyaratkan, mencoba berjuang dengan cara sendiri tanpa merugikan pihak lain adalah salah satu pilihan.

 

Selanjutnya, untuk mendapatkan informasi tentang beasiswa di Jerman bisa didapatkan dari berbagai sumber, seperti:

 

1.Kedutaan besar Jerman-Indonesia.

 

 

 

Informasi terkait beasiswa serta jurusan yang dibuka universitas di Jerman biasanya akan diperbaharui secara berkala di website resmi kedutaan di Jakarta atau bisa dilihat langsung di website KBRI Berlin-Jerman, atau  lewat website resmi, semisal daad (German Academic Exchange Service). Dan ada baiknya, setahun sebelum keberangkatan ditanyakan langsung ke kedutaan di Jakarta tentang informasi yang dibutuhkan agar lebih memantapkan persiapan. Karena proses memilih, melamar universitas, lalu mencari beasiswa pun perlu waktu, belum lagi, ada banyak dokumen yang perlu dipersiapkan. Jadi, semakin cepat mengetahui informasi yang diperlukan, tentu akan semakin baik.

 

2. Tempat Kursus

 

Termpat kursus bahasa Jerman biasanya akan memperbaharui informasi beasiswa apalagi kursus yang diselenggarakan adalah persiapan kuliah ke Jerman. Goethe Institute adalah salah satu lembaga khusus bahasa Jerman yang terpercaya di Indonesia. Tidak dipungkiri kalau lembaga ini sering menjadi penghubung dengan pendidikan tinggi di Jerman. Mencari informasi beasiswa di Goethe Institute tentu akan membantu mengetahui penawaran-penawaran beasiswa terbaru dan tentunya, informasinya dipercaya.

 

3. Mailing list/ Almamater

 

Ada beberapa universitas di Indonesia yang mengadakan kerja sama dengan universitas di Jerman, dan, ini juga terkait dengan penawaran beasiswa yang selalu diinformasikan. Atau mungkin ada teman yang sudah lebih dahulu di Jerman, biasanya, informasi seperti ini bisa dijajaki lebih akurat. Sebagai catatan, untuk pelamar s3 (karena syarat melamar s3 harus mengajukan proposal langsung kepada Professor yang akan jadi pembimbing, biasanya, jika sudah ada teman yang terlebih dahulu di Jerman, apalagi satu jurusan maka hal ini akan sangat membantu, karena si kandidat bisa direkomendasikan oleh si teman yang sudah di Jerman. Saya pernah melakukannya.)

 

4. Internet

 

Semua informasi ada di internet. Tinggal memanfaatkan saja dengan baik untuk bisa mencari tau informasi beasiswa yang kita butuhkan. Jangan menunggu setelah di Jerman, karena ada beberapa beasiswa yang tidak lagi bisa dilamar ketika si kandidat sudah berada di Jerman dalam kurun waktu tertentu. Dan tentu Anda juga tidak ingin mengeluarkan puluhan juta untuk memakai jasa, sementara di internet semua informasi tersedia, bukan? Bahkan dengan perkembangan teknologi informasi, kita bisa mencari tau keberadaan orang Indonesia di ujung dunia manapun. Banyak lah bertanya, pasti dengan senang hati akan dibantu. Sebagai catatan kedua, ada beberapa teman dari Indonesia yang pada akhirnya memakai jasa dan membayar cukup mahal untuk mendapatkan informasi serta mengurus keperluan kedatangan awal, padahal, sebenarnya bisa diurus sendiri. Daripada mengeluarkan dana untuk itu, banyak-banyak lah mencari informasi.

 

Syarat melamar universitas bisa dilihat di website kedutaan atau langsung universitas yang dituju, karena tiap program study yang ditawarkan berbeda-beda persyaratannya. Lalu, setelah mendapatkan zulassung (letter of acceptance) dari universitas, maka kita baru bisa melamar beasiswa.

 

***

 

Cara bertahan di Jerman jika tidak menerima beasiswa

 

Datang ke Jerman tanpa beasiswa? Banyak yang menjalaninya. Bagi mereka yang memiliki dana yang cukup dari orang tua, tentu tidak ada masalah dan tidak perlu dibahas lebih lanjut. Namun, bagaimana dengan mereka yang memiliki dana pas-pasan atau tidak ingin merepotkan orang tua? Yang pasti, setiap orang memiliki cerita tersendiri bagaimana cara untuk bisa bertahan dan tetap menyelesaikan study, jadi, tidak bisa dijadikan rujukan.

 

Karena itu, apa yang saya tuliskan disini hanyalah pengalaman pribadi dan juga informasi dari teman-teman yang pernah bekerja sambil kuliah di Jerman. „Pengalaman adalah guru paling baik,“ kata pendahulu kita. Namun, tidak juga salah kalau kita merendahkan hati untuk mau belajar dari pengalaman orang lain.

 

Adakah trik khusus agar bisa bertahan hidup di Jerman? Lagi-lagi, tiap orang memiliki cara tersendiri menyiasati keadaannya. Yang pasti, jika ingin meringankan orang tua dengan cara bekerja paruh waktu sambil kuliah, pemerintah Jerman pada dasarnya memberi kesempatan itu kepada setiap mahasiswa yang ingin menambah penghasilan. Dan beberapa hal di bawah ini mungkin bisa dipertimbangkan:

 

1. Memiliki kemampuan berbahasa Jerman

 

Walaupun program study master atau doktor yang kita ambil adalah dalam bahasa Inggris, jika ada keinginan menambah uang saku dengan bekerja paruh waktu, maka, berbahasa Jerman adalah syarat yang tidak bisa ditawar. Sebagai mahasiswa, di Jerman kita mendapatkan ijin bekerja maksimal 90 hari dalam setahun. Dimana, penghasilan 400 euro per bulan dibebaskan pajak untuk program bachelor dan master, dan untuk program doktoral dua kali lipatnya. Namun, tidak berarti tidak bisa berpenghasilan lebih, hanya, pada akhir tahun dikenakan pajak, itu saja.

 

2. Didukung nilai akademis yang baik

 

Sudah uang pas-pasan, masa iya nilai akademis juga pas-pasan? Lalu apa lagi yang kita bisa tawarkan untuk si pemberi pekerjaan kelak? Hehehe. Ya, maksudnya, mari kita tunjukkan usaha serta perjuangan kita untuk mendapatkan nilai yang bagus. Nilai bagus berarti ada usaha dilibatkan didalamnya, tidak selalu karena pintar secara akademik. Tidak muluk rasanya mengatakan bahwa nilai akademis perlu, memang hanya ibarat tiket untuk memasuki dunia kerja.  Disamping itu, tidak menutup kemungkinan bahwa kita juga bisa bekerja jadi asisten lab atau bekerja sama Professor saat masa study (dimana sebagian institute ada yang meminta nilai akademis).

 

3. Hilangkan gengsi

 

Jika memutuskan bekerja paruh waktu, mari merendahkan hati saja dengan segala jenis perkerjaan yang ada. Jadi pramusaji, pencuci piring di restoran atau bekerja di pabrik, kerjakanlah dengan senang hati. Jangan membawa rasa nyaman dari Indonesia (yang dilayani asisten rumah tangga dan diantarkan oleh supir), karena itu tentu akan menambah beban di pundak. Intinya, diterima saja dengan anggapan menambah pengalaman, toh ini hanya sementara. Mari belajar dari mahasiswa Jerman yang juga berupaya membiayai kuliah sendiri dengan bekerja paruh waktu atau bekerja saat musim panas.

 

4. Bersosialisasi

 

Bina hubungan yang baik dengan siapa saja, dengan teman Indonesia juga teman bangsa lain. Tidak hanya untuk keperluan informasi semata, namun, untuk mengembangkan diri, termasuk mempelajari budaya setempat. Pepatah mengatakan, dimana langit dipijak disitu langit dijunjung itu tetap berlaku. Disamping, orang Jerman tidak ubahnya seperti kita, mereka juga sangat membantu dan mau berbagi. Bagaimana akan dibantu dan berbagi? Tentu karena terhubung sebagai teman. Dan yang pasti, mereka juga senang ketika kita menunjukkan ketertarikan dengan budaya mereka, yang mungkin diawali dengan bahasa.

 

5. Berhemat

 

Biaya tinggal di apartemen privat (dikelola swasta) akan berbeda dengan di asrama mahasiswa (diberi tunjangan oleh pemerintah Jerman), jadi, selama masih ada kemungkinan tinggal di asrama, mungkin ada baiknya tinggal di asrama saja. Lalu, makan di mensa (kantin mahasiswa) tentu akan lebih mahal dibanding masak sendiri. Juga, kalau ingin berbelanja sandang misalnya, tunggu saat penawaran di akhir musim, pasti akan sangat berhemat banyak. Tidak usah malu, karena barang yang ditawarkan tetap sama hanya waktu saja yang berbeda.

 

***

 

Ada teman yang beranggapan, beasiswa lebih menyenangkan karena tidak perlu memikirkan untuk bekerja. Disatu sisi, ada juga yang berpikir bahwa biaya sendiri lebih memberi tantangan, apalagi bisa bekerja. Semua sah-sah saja, pada akhirnya, study dengan jalur beasiswa ataupun tidak, yang tetap harus dimiliki adalah menjaga semangat dan fokus. Kita harus tetap mengingat, kita bukan hanya mewakili diri kita lagi, tapi ada nama Indonesia yang kita bawa. Sehingga, apapun tindakan kita, tetap berusaha menjaga sikap dengan baik.


***

Berhubung freez lagi membahas tentang topik beasiswa, tulisan ini sekaligus saya tujukan untuk teman-teman yang telah tertarik menanyakan tentang informasi kuliah di Jerman, cara melamar beasiswa dan cara bertahan hidup jika dana yang dimiliki pas-pasan.


Semoga bermanfaat.

Salam berbagi.

[1] Informasi yang saya dapatkan ketika berbicara dengan tim penyelenggara seminar tenaga ahli Indonesia di Jerman 2008, semoga sekarang bertambah lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun