Kapas yang telah siap dipanen kemudian dikumpulkan dan diolah menjadi benang. Pertama-tama daging kapas dipisahkan dari biji dengan alat bernama ngueng.Â
Selanjutnya, daging kapas dipintal menjadi benang menggunakan alat yang dinamakan jata. Sementara itu, dibuat pemidang pertama untuk desain motif.
Ketika pemidang pertama telah siap, proses selanjutnya ialah pewarnaan. Proses ini  memakan waktu cukup lama karena bahan baku beserta benangnya yang sudah diikat mesti difermentasi dan direndam selama beberapa hari.Â
Benang yang sudah diwarnai dan dibuka ikatannya kemudian dipisahkan lagi untuk dipindahkan ke pemidang kedua. Setelah itu, dilakukan penyusunan motif di pemidang kedua. Lalu dilanjutkan proses penenunan hingga menjadi sebuah kain yang utuh.
Motif Kaya Filosofi
Motif-motif kain tenun ikat Sikka bukan sekadar dibuat melainkan sarat akan makna. Beberapa motif itu antara lain: bintang kejora, naga lalan dan kobar.Â
Motif bintang kejora menggambarkan seorang ibu yang mendidik anaknya untuk menjadi mandiri dan percaya diri. Kelak sang anak dapat menjadi bintang yang menerangi dunia.Â
Di sisi lain, motif naga lalan berkisah tentang seekor hewan mitologi yaitu naga yang dipercaya pernah ada di Sikka. Naga itu memiliki jejak.Â
Jejak itulah yang dijadikan sebagai motif kain tenun ikat. Selanjutnya, motif kobar. Kobar merupakan sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun pandan berduri. Kobar digunakan untuk menaruh kain-kain tenun ikat zaman dulu.
Setiap kain tenun ikat memiliki motif yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pembuatan motif bergantung kepada penenun. "Penenun memiliki selera masing-masing. Sehingga motifnya beragam," kata Elisabeth Pagan.Â
Bagi orang awam, motif-motif yang ada cukup rumit. Namun, bagi para penenun, semua motif bisa dibuat dengan mudah. Adapun motif-motif tenun ikat Sikka sudah diturun-temurunkan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, para penenun tidak membuat motif yang baru sama sekali tetapi meneruskan motif dari nenek moyang mereka.Â