Melalui Lepo Lorun ibu-ibu itu dapat mengoptimalkan kemampuan menenun. "Ibu-ibu jadi leluasa menenun di Lepo Lorun ini," ungkap Alfonsa Horeng.
Semua penenun di Lepo Lorun adalah perempuan. Perempuan, tutur Alfonsa Horeng paling tahu tentang tenun.Â
Laki-laki tidak tahu soal tenun karena mereka memiliki pekerjaan sendiri seperti beternak dan mencari kayu. Keuletan perempuan dalam menenun serentak menandakan kekuatannya.Â
Bahwasannya perempuan bukan pribadi lemah melainkan pribadi tangguh yang dapat mengaktulisasikan diri secara baik sama seperti laki-laki.Â
"Perempuan tidak hanya tangguh dalam menenun. Merekalah yang terutama menjaga kelestarian tenun ikat sebagai warisan leluhur," pungkas penerima Indonesia Digital Women Award tahun 2013 tersebut.
Yang Alami
Ada yang menarik dari tenun ikat Lepo Lorun. Bahan-bahan pewarna kain berasal dari alam yaitu kulit mengkudu, dadap serep, kunyit, kayu pohon hepang, dan kulit pohon mangga. Penggunaan bahan alami ini lebih baik ketimbang bahan sintetis.Â
"Kualitas warnanya lebih cantik dibandingkan dengan pewarna toko (sintetis)," jelas Elisabeth Pagan yang berdomisili di Tebuk.
Tak ayal, Lepo Lorun memiliki lahan khusus yang ditanami berbagai jenis pewarna alam. Ada mengkudu, kesumba, pohon mangga, dadap serep dan indigo. Hampir semua pewarna alami ada di sana. Selain itu, para pengunjung dapat melihat secara langsung tanaman pewarna alami.
"Ini membantu para wisatawan menambah wawasan tentang pewarna alami," ujar perempuan 63 tahun itu.
Selain bahan baku pewarnaan kain yang sumbernya dari alam, bahan dasar kain yakni benang pun berasal dari alam. Benang dibentuk dari pohon kapas.Â