Kemudian bicara survei pada Maret 2021. Masih dengan pedoman pengambilan sampel menurut Nomogram Harry King dengan populasi 569 siswa SD IT Permata Hati, maka jumlah sampel tidak kurang dari 95 (pada taraf signifikansi 0,5 persen atau erorr sampling 0,5 persen). Dari 144 responden yang disurvei pada Maret 2021 di SD IT Permata Hati hasilnya sebagai berikut:
32 persen menilai perlu sekolah setiap hari aktif tanpa shift. 22 persen menilai perlu sekolah karena  aman jika dengan protokol dan vaksinasi. 16 persen menilai perlu sekolah karena yakin imunitas anak optimal. 15 persen menilai ikut saran Pemerintah Daerah Saja. 3 persen menilai perlu sekolah karena jumlah sembuh sangat banyak
Dapat disimpulkan bahwa persepsi utama orang tua terhadap KBM di sekolah mayoritas menginginkan kbm di sekolah tanpa shift yakni berkeinginan agar melonggarkan ketentuan jaga jarak.
SURVEI JUNI 2021
Survei Juni 2021 ini sangat berbeda dari survei sebelumnya karena diisi dengan form lembar survey secra langsung bukan secara online. Pada survei Juni 2021 setelah 16 bulan pandemi, 99 persen mengizinkan KBM di sekolah yang menyesuaikan kemampuan sekolah dalam menerapkan prokes. Dari 314 sampel, hanya 3 orang tua yang tidak mengizinkan anaknya mengikuti KBM di sekolah, mereka mensyaratkan Protokol Kesehatan yang sangat ketat.Â
Masih menurut survei Juni 2021, dari 299 Responden, mayoritas orang tua siswa 64 persen menginginkan KBM tanpa shift/kelompok untuk jaga jarak, artinya ingin melonggarkan aturan jaga jarak. Namun keinginan mereka terbagi-bagi hampir merata dalam hal seberapa lama dalam sehari KBM dilaksanakan, ada yang menginginkan sampai jam 11.00WIB (41 orang), sampai jam 14.30 WIB (86 orang) atau  16.00 (63 orang) WIB. Hanya 36 persen (109 orang) saja yang menginginkan KBM ikut aturan Pemda, yang berarti mengikuti panduan dari Kemdikbud bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan jumlah siswa yang dibatasi atau dibuat shift.
Namun pertimbangan orang tua siswa yang berlatar pendidikan sarjana kesehatan masyarakat (termasuk Magister Epidemiologi) dan dokter (termasuk dokter spesialis penyakit dalam) mayoritas menginginkan KBM ikut aturan Pemda yaitu sebanyak 59 persen (10 orang) dari 17 Responden. Mereka mayoritas menginginkan adanya pembatasan jumlah siswa yaitu diberlakukan shift/kelompok saat KBM.
Kemudian pada golongan yang lebih kecil lagi yaitu orang tua siswa yang berprofesi sebagai dokter (termasuk di dalamnya seorang dokter spesialis penyakit dalam) perlu kita perhatikan. Pada  responden yang berprofesi sebagai dokter mayoritas menginginkan KBM ikut aturan Pemda yaitu adanya pembatasan jumlah siswa yaitu diberlakukan shift/kelompok. Golongan ini sebanyak 60 persen (6 orang) dari 10 responden .
Hasil lainnya, pada orang tua siswa sebanyak 60 persen selalu menggunakan masker saat berada di tempat umum. Pada orang tua siswa yang berlatar pendidikan di bidang kesehatan sebanyak 79 persen selalu memakai masker di tempat umum.
Kemudian, orang tua siswa setelah mengetahui tentang merokok dan TBC, dan Covid-19, secara keseluruhan mereka menilai Covid-19 sangat berbahaya yaitu sebanyak 34 persen (dari 297 responden). Sedangkan pada orang tua yang berlatar pendidikan di bidang kesehatan mayoritas menilai Covid-19 sangat berbahaya yaitu sebanyak 40 persen (dari 52 responden. Pada golongan yang lebih kecil yaitu orang tua yang bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dan Dokter (termasuk seorang yang Magister Epidemiologi dan seorang dokter spesialis Penyakit Dalam) 47 persen (dari 17 Responden) menilai Covid-19 sangat berbahaya. Pada golongan yang lebih kecil lagi yaitu orang tua yang bergelar Dokter (termasuk seorang dokter spesialis Penyakit Dalam) 46 persen (dari  10 Responden) menilai Covid-19 sangat berbahaya.
Covid-19 sangat Cepat Menular namun TBC 2 kali lebih berbahaya dari Covid-19Â