Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Money

Di Balik Krisis Yunani

2 Agustus 2015   21:47 Diperbarui: 2 Agustus 2015   21:47 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama, penghematan bukan solusi untuk setiap masalah ekonomi. Penghematan berupa seperti penyunatan dana pnsiun akan memiskinkan rakyatyunai , mereka tidak mampu membeeli barang dan jasa luar negeri. Justru, mereka mmbutuhkan surplus untuk memenuhi belanjanya. Mata uang drachma akan mendorong hal ini, bukan mata uang eruro. Apapun perdebatannya ini logis (lebih lanjut akan dijelaskan).

Kedua, Program Sosial Yunani tidak berlebihan. Yunani dituduh menggelontorkan dana social berlebihan padahal faktanya hanya 20,6 persen dari PDB. Sedangkan Jerman dan Perancis berturut-turut, 26,7 dan 28,7 persen PDB. Apakah Orang-orang yunani pemalasa dan korup, sesungghnya di Jerman dan Perancis pun ada yang seperti itu. Bukan masalah ini, tapi masalahnya adalah sistem yang dirancang dengan buruk (poorly designed system).

Ketiga, produktivitas tenaga kerja yunani telah meningkat lebih ceat disbanding Jerman. Seperti disebut dalam real world economics issue oleh Miller dan Sciacchitano (2002) bahwa standar hidup orang yunani lebih tinggi begitu juga produktivitasnya.

Keempat, krisis Yunani bukan budget deficit tapi trade deficit. Di Yunani yang terjadi adalah defisit perdagangan. Utang eksternal akan tercipta ketika Yunani lebih banyak membeli barang dan jasa dari Jerman disbanding Jerman membeli dari Yunani. Sehingga terpaksa Yunani harus membiayai dampak kondisi ini dengan asset keuangan dan/atau pinjaman.

Kelima, krisis Yunani adalah pengaturan zona euro. Nilai-nilai yang dianut zona euro: pertama. Impor yang sangat responsif mempengaruhi pendapatan nasional. Ketika perekonomian berkembang, impor meningkat tajam, tapi ketika kontraksi perekonomian, impor jatuh dengan cepat. Contoh dampak krisis keuangan pada pembelian barang dan jasa asing-AS. Jatuh dari 838 milyar dolar pada kuartal III 2008 menjadi 579 milyar dolar pada kuartal II 2009. Ini sebuah penurunan yang tajam dalam waktu ynag singkat. Kedua, defisit perdagangan harus dibiayai dengan menjual aset keuangan dan/atau pinjaman. Utang ini dapat turun melalui proses yang berlawanan, yaitu surplus perdagangan yang menghasilkan kredit. Ketiga, sistem euro tidak memiliki mekanisme otomatis untuk mengurangi defisit perdagangan. Jika setiap Negara memiliki mata uangnya sendiri, maka defisit perdagangan akan menciptakan tekanan yang akan cenderung menyebabkan mata uang mereka mengalami depresiasi, membuat barang dan jasa mereka lebih aktraktif. Nah di Eurozone, setiap orang memiliki mata uang yang sama (euro) dan defisit perdagangan secara teoritis terus terjadi, selamanya atau pasti lebih lama dibandingkan jika mereka mengunakan mata uangnya masing-masing, misal Yunani: drachma).

Ketiga nilai Eurozone ini menciptakan self-destructive trend atau tren merusak diri sendiri ketika suatu Negara bergabung ke zona euro (Eurozone).

Wajar sejumlah media di Yunani menyebut Portugal, Irlandia, Spanyol dan Italia mungkin akan menyusul apa yang dialami Yunani. Mungkin ini juga yang menajdi pertimbangan cerdas Rusia yang tidak mengizinkan Rusia ikut dalam Eurozone.

Bukti ini adalah jebakan, setelah bergabung, PDB riil Yunani rata-rata 3,6%. Sedangkan Jerman 1,3% (tiga kali lebih lambat dari Yunani). Kemudian apa yang terjadi? Impor Yunani melonjak drastis, jauh lebih cepat (dahsyat) dibanding Jerman. Sehingga Terpaksa Yunani berutang yang berujung krisis. Apakah orang Yunani pemalas? Tidak (sebagaimana disebut Miller dan Sciacchitano (2002). Itu hanya karena Yunani memasuki Eurozone. Sebuah jebakan berdampak utang. Jebakan dengan bunga.

Sebagaimana Prof J.T. Harvey, Prof Noam Chomsky Professor di Massachusset Intitute of Technology, (intelektual yang berani melawan arus) juga berpendapat bahwa penghematan (austerity) yang didesak UniEropa untuk Yunani itu tidak tepat. Sebagaimana perkataannya, “as an economic program, austerity, under recession, makes no sense. It just makes the situation worse”. Menurutnya itu tidak masuk akal dan akan memperburuk situasi.

Nah kembali ke jebakan utang dan bunga yang jarang didiskusikan ekonom. Di balik sistem riba ini adalah nafsu kapitalisme internasional, wajar ia diprotes orang-orang intelektual maupun orang umum sekalipun (rakyat seperti di Yunani). Tapi kemudian, saya menemukan Dr. Ellen Brown, Pendiri dan Presiden Public Bank Institute, ‘bercerita’ bunga (interest) dan reformasi perbankan.

Ia menyatakan, “Kita telah mengambil skema finansialisasi yang didasarkan pada modal ekonomi yang rusak, banyak orang telah ‘mengizinkan’ uang yang dibuat secara pribadi (privately) oleh bank dan dipinjamkan kepada pemerintah dan masyarakat dengan bunga, sebagian besar pasokan uang yang diedarkan sekarang dibuat oleh private bank, seperti Bank of England (Bank Sentral di Inggris) baru-baru ini pun mengakuinya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun