Jika pulang liburan semester berikutnya, sang burung merbah selalu menyambut dan beterbangan di dalam rumah. Di petang hari, ia selalu tidur dalam lemari di kamar ayah, dan keluar di pagi hari setelah pintu kamar di buka. Cerita ayah, mengenai perilaku merbah tadi memang lucu. Saat minum kopi dan makan pagi yang tersaji di menjatuhkan tutup kopinya, dan meminumnya dari sana. Sangat menyenangkan dan sebuah peristiwa lucu.
Beberapa tahun kemudian, dalam suatu liburan semester, kurasa ada suatu hal yang hilang. Sang merbah yang selalu beterbangan di dalam rumah tak nampak beterbangan disana. Kutanyakan, kemana sang merbah, mengapa tak terlihat beterbangan. Penjelasan dengan nada prihatin dari bapak, bahwa burung merbah telah mati, karena terjepit pintu kamar.
Saat bapak keluar, sang burung rupanya hinggap di daun pintu tersebut, yang menggunakan per agar dapat menutup sendiri, akibatnya sungguh fatal, sang merbah terjepit di antara daun pintu dan bingkai pintu. Sungguh sebuah kisah, yang sampai saat ini belum terlupa.
Memelihara burung Kacer
Selanjutnya, keluarga kembali berkumpul di Bandung. Entah gagasan darimana, kami membeli seekor burung dari pasar burung di Bandung seekor burung Kacer, yang berwarna hitam putih, serta buntut ekornya yang selalu bergerak jungkat jangkit,sungguh seekor burung yang ceria dan licah, suaranyapun terbilang nyaring dan sangat merdu. Bila saya sedang berada di hutan atau lapangan, di daerah Tasikmalaya selatan, seringkali terdiam dan bersahutan dengan siulan bila ada kicau burung kacer dalam hutan di pagi dan siang hari. Sangat menyenangkan mendengar suara alam yang ditimpali kicau burung dan khewan lainnya.
Samahalnya dengan merbah terdahulu, burung kacer inipun bebas dilepas dalam kamarku. Ia sering mengawaniku, dan hinggap di bahu, terutama ketika sedang mengetik skripsi akhir, bahkan kadang kadang sering mematuk matuk kertas yang sedang diketik (belum ada PC atau laptop). Hal lain yang sering dilakukan burung kacer tersebut, adalah ia sering membangunkanku di pagi hari. Caranya, ia sering mematuki daun telingaku berulang ulang sampai aku terbangun.
Suatu ketika, kubawa burung itu keluar ke halaman, dan kulepaskan. Sekali dua kali, ia masih sering kembali, bila di acungkan makanan seperti belalang atau jangkrik, jika ia terbang tak terlampau jauh. Celaka, pernah kulepas keluar, ia langsung terbang jauh ke pohon seberang jalan. Dibujuk dan dipanggil panggil tak mau pulang sampai akhirnya ia menghilang. Yah, sudahlah, kurelakan sang kacer kembali terbang ke alamnya, sampai sekarang aku paling senang mendengar bunyi burung kacer di alam, serasa berada dalam rumah dan taman besar.
Memelihara Bajing.
Sampai suatu saat aku telah menikah dan berputri dua, saat itu mereka telah duduk di sekolah menengah pertama. Saat iseng iseng berjalan di pasar burung, hanya bermaksud menunjukkan khewan khewan di pasar pada anak anak, saya tertarik pada seekor banjing, akhirnya di beli. Tertarik, karena pernah di sebuah taman di Houston, saya sering melihat banyak bajing yang berlarian bebas ditaman, di bawah taman pohon jeruk sunkist disana, terbayang satu saat ingin memelihara bajing yang berkeliaran di taman.