Mohon tunggu...
Mas Subchiatun
Mas Subchiatun Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah melukis dunia.

Seorang ibu yang selalu ingin mengetahui, belajar, dan mencoba sesuatu yang baru nan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Benalu

20 Juli 2022   09:45 Diperbarui: 20 Juli 2022   10:24 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from zedge.net

Sebatang rokok dikeluarkan dari dalam bungkus. Ibu jari  dan telunjuk mengapit rokok itu. Kebiasaan memegang rokok yang dilakukan Leon itu terbilang unik dan berbeda dari kebanyakan orang. Ia menganggap cara memegang seperti itu menunjukkan kelelakiannya. Entah dari mana ia mendapatkan filosofi itu.Perlahan kedua bibir tipis yang mulai menghitam menyesap rokok itu. Kepulan asap dengan aroma daun mint  pun tak segan membelai halus hidung wanita paruh baya yang duduk persis di depan Leon.

Leon, lelaki tinggi, tegap, dengan bola mata bening dan lensa coklat menatap wanita itu dengan likat. Sorotnya begitu tajam melewati lentik bulu matanya. Wanita itu membalas tatapannya dengan senyum penuh makna. Suasana kafe yang temaram  dengan musik yang mendayu semakin membuat senyuman wanita itu sulit ditebak maknanya.

Leon menyodorkan secangkir kopi hitam pahit kepada wanita itu. Memang wanita itu tidak suka gula. Sebab di usianya yang mulai senja dia tetap ingin menjaga kemolekan tubuhnya. Sesuatu yang kasat mata ketimbang yang ada di dasar samudera bagi wanita itu adalah segala-galanya. Baginya tampil cantik dan seksi tak bisa ditawar lagi.

"Rokok Tan?" Leon menawarkan sebatang rokok kepada wanita yang disebutnya Tante  Monic itu.

Tante Monic memindahkan rokok dari tangan Leon, segera menyalakan pemantik api dan  membakar ujung rokok itu. Secepat kilat rokok beraroma mint itu mendarat di bibirnya yang dipoles dengan gincu merah darah menggoda.

"Hari ini kamu terlihat gagah Leon," puji tante Monic. Tatapannya tetap menjelajah dari mulai ujung rambut hingga berlabuh di dada bidang Leon. Sesekali ia mengepulkan asap rokok sehingga membentuk bulatan, lalu buyar ditepis udara.

Leon adalah sebutan khusus yang dilayangkan tante Monic untuk lelaki yang dikenalnya dua tahun silam di sebuah grup media sosial.

Berawal dari saling melempar canda, bersahut-sahutan pujian lewat diksi pantun hingga berakhir di obrolan pribadi. Percakapan keduanya semakin intens. Bahkan satu tahun terakhir mereka sering kopi darat hanya sekadar melepas rindu.

Tante Monic bukan single atau janda. Dia bersuami seorang pengusaha yang hanya menyisakan sepuluh persen waktu bagi dirinya. Sembilan puluh persen waktu suaminya dihabiskan menemui klien dan mengurusi semua tentang bisnisnya.

"Leon, lusa suamiku ada urusan bisnis keliling Eropa selama satu bulan penuh. Kesempatan kita semakin leluasa untuk bertemu," ujarnya.

Telapak tangan  putih mulus yang tak terlihat keriput sama sekali karena dimakan usia, menarik lengan Leon lalu mengelusnya penuh kelembutan.

Sejatinya, Leon bernama Leonard. Dia adalah mahasiswa tingkat akhir sebuah kampus favorit di Bandung. Wanita itu memanggilnya Leon karena setiap kali melihat wajahnya, ia teringat singa jantan yang begitu agresif saat menerkam mangsanya. Bagi tante Monic, dirinya telah diterkam oleh kehangatan Leon yang mengisi ruang kosong kesepiannya."Oke Tan kita atur saja pertemuan. Aku ikut jadwal Tante saja." Leon balas mengelus telapak tante Monic, tak kalah lembutnya.

Sebenarnya Leon sudah ingin menyudahi semua. Leon tahu perbuatan ini salah. Leon tahu betul bahwa tante Monic bukan hanya menganggap dirinya sebagai sahabat. Walaupun wanita paruh baya itu berulang kali menegaskan bahwa ia menganggap Leon hanya sebatas sahabat.

*****

"Bagaimana bisa tatapan tante Monic padaku seperti seorang sahabat. Tatapannya berbeda. Tidak seperti tatapan  Retno padaku. Ya Retno teman  kampusku. Dia sahabatku."

"Bagaimana bisa seorang sahabat setiap bertemu selalu mengelus telapak tangan lalu bergenggaman. Aku dan Retno tak pernah melakukan itu semua."

Leon selalu mengulang-ngulang pertanyaan yang sama pada hatinya untuk meyakinkan apa sebenarnya hubungan dirinya dengan Tante Monic. Namun pertanyaan itu tak pernah bisa terjawab, atau memang sengaja tak ingin ia jawab.

Jawaban itu selalu kalah oleh nominal yang selalu mengalir deras ke dalam rekening Leon, selepas ia menemani dan bercengkerama dengan tante Monic. Semangatnya untuk menghentikan semuanya, selalu ditendang oleh barang branded yang dihadiahkan tante Monic padanya.

Pernah keinginan Leon begitu  kuat untuk menghentikan semuanya selepas notifikasi pesan dari nomor tak dikenal masuk ke WA pribadinya. Pemilik nomor itu mengaku sebagai suami tante Monic yang pengusaha itu. Dalam pesannya yang panjang lebar, dia mengancam akan menjebloskan Leon ke penjara karena telah berselingkuh dengan istrinya.

Tapi pesan itu ternyata tak begitu sakti untuk menghentikan Leon menjadi benalu. Nafsu hedonisme telah memasungnya. Menjadi candu yang tidak bisa disingkirkan oleh apapun. Pesan itu menjadi pesan pertama dan terakhir yang menerornya. Setidaknya sampai saat ini.

*****

Leon dan Mirna makan es krim stroberi berdua. Mereka duduk menatap jalanan yang sibuk. "Aku tak bisa begini, terus." ujar Leon mengeluh.

"Kamu masih mempersoalkan masalah itu Leon?" Sudahlah, tak usah kau risaukan. Selama dua tahun ini kita sudah hidup enak gara-gara wanita tua yang butuh kasih sayang itu kan? Kita tak usah pusing soal biaya kuliah dan tetek bengek tentang cara bagaimana kita bertahan hidup di kota besar. Jalani saja. Toh kamu gak rugi kan?" Mirna menjawab santai sambil mengibaskan rambut panjangnya, lantas menjilati es krim stroberi yang mulai mencair.

Malam ini begitu sepi di tegah sibuknya jalanan. Udara yang tadinya segar, kini terasa sangat dingin menusuk tulang Leon. Ucapan Mirna, kekasih yang dicintainya membuat dirinya terluka. "Ternyata kita semua terjebak menjadi benalu," ujarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun