Aku tersadar. Sekilas aku melihat malaikat sedang memperban aku. ah sekali lagi aku berada di camp perlindungan. Apakah ini kesempatan terakhir? Luka-lukaku telah diperban walaupun rasa sakit masih. Aku berdiri, memakai kaus yang ada disamping tempat tidurku. lalu-lalang para dokter, perawat dan suruhan membuatku pusing. Aku memilih untuk pergi keluar tenda perawatan. Semakin banyak mayat, para pion yang terluka, heh pion. Para prajurit adalah pion yang dimainkan oleh para komandan tertinggi untuk keuntungan negara. Aku berhak berkata seperti itu karena berkali-kali aku dipindahkan ke peleton yang lain setelah seluruh anggota peleton ku mati. Berkali-kali aku diperintahkan untuk maju, membabi buta mengambil alih benteng, dan tempat strategis yang sedang dipertahankan musuh. Berkali-kali aku melihat teman-teman seperjuanganku mati dan tak seorangpun peduli. Ck sudahlah.
Saat aku sedang berjalan menuju pintu gerbang. Aku dipanggil oleh komandan batalyon yang bernama Komandan Akbar. Ah lagi-lagi bertemu dengan dia. Sudah tak terhitung berapa banyak aku dipanggil oleh dia. Puji-pujian kembali dilontarkan dari mulutnya. Kamu masih selamat? Hebat! Betul kata orang kamu adalah orang yang beruntung, bahkan tembakan mu saja tidak pernah meleset. Katanya berulang-ulang, sama seperti saat saya masih ada di kamp pelatihan. sama seperti saat kami masih berada di Thailand. Sekarang Thailand sudah diambil alih oleh blok musuh. Bahkan Kalimantan dan Sumatra sudah di bom-bardir hampir setiap hari. Menyisakan hutan belantara, margasatwa dan keindahan alamnya luluh lantak dipenuhi kubangan-kubangan bekas jatuhnya peluru artileri seberat kurang lebih 40 kg dan mayat-mayat musuhÂ
Komandan Akbar menyuruhku bersiap-siap untuk kembali dikirim ke medan perang. aku dimasukan ke dalam peleton A untuk menjadi komandan peleton. kembali ke medan perang, membawa senjata, membunuh orang-orang, berlari kesana-kemari saat ditembaki, dan menyergap musuh yang sedang tidak siap sangat amat melelahkan bagiku. Ah tapi bagaimana lagi? Aku adalah orang yang "beruntung". Beruntung melihat teman dan lawan berlumuran darah terkena rentetan senapan mesin, terkena pecahan bom artileri, dan tembakan-tembakan membabi-buta dari berbagai moncong senjata. Beruntung karena selamat dari peluru 9mm Saat aku sudah mengurus bagian administrasi untuk dipindahkan peleton, aku memilih untuk duduk dan mengisi peluru, mengurus barang-barang yang akan aku bawa kembali ke medan tempur, aku bertemu lagi dengan seorang malaikat. Malaikat yang telah memperban diriku.
Si Malaikat
Mataku ku buka perlahan. Akhirnya aku terbangun dari tidur lelapku. Aku keluar dari tenda untuk menikmati hari baru. Bau anyir darah masih tercium dari udara pagi yang seharusnya menyegarkan. Ledakan-ledakan pun masih terdengar. Ada seorang perawat yang menyadarkanku dari lamunanku.
"Lovy, sedang mikir apa?" Tanya Perawat Nia
"Hehe, aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika perang tidak pernah terjadi." jawabku.
"Ah, aku juga pernah berpikir kalau perang tidak pernah terjadi akan seperti apa." Jawab Nia sambil menaruh jari-jemarinya di dagu memikirkan ingatannya dulu.Â
"Tetapi itu malah menghabiskan waktu dan energimu. Hiduplah di kehidupan disini dan saat ini." sarannya. Aku hanya mengangguk mendengarkan sarannya.Â
"Sudahlah, ayo kita pergi ke tenda perawatan! ada banyak nyawa yang harus kita bantu selamatkan." Ajak Nia penuh semangat.Â
"Ayo!" serukuÂ