"Ini tempat tinggalmu untuk sementara ini, buat dirimu nyaman disini" katanya sambil menutup pintu tenda. Akupun menaruh barang-barangku di samping kasur. Kasur yang kumaksud adalah kayu dilapisi matras tipis. Bisa kuterima selagi kamarku masih hangat saat malam hari. Suasana didalam kamarku cukup suram, ditemani ledakan-ledakan di kejauhan dan langit temaram dari lampu meja. Aku tetap merasa tidak aman walaupun ada puluhan prajurit yang siap menembakkan senjatanya kepada siapa saja yang tidak setuju dengan negara ini. Tiba-tiba
"TOLONG! MEDIS!" lolong seorang pengintai. Aku langsung berlari menuju asal suara itu.
"Lovy! Kemari, tolong bantu para dokter dikamar perawatan C!" kata Bu Desi dengan sigap.
"Siap bu!" seruku
Sesampainya aku di kamar perawatan C, aku melihat tubuh prajurit bercucuran darah dengan tanda pengenal bernama Axel. Para dokter mulai untuk membersihkan luka-lukanya. Selama operasi terjadi, semua orang hening. Tidak ada suara apapun keluar dari mulut siapapun. Mereka semua takut, takut kalah dari sang maut. Setelah selesai menjahit luka-lukanya.Â
"Tolong bebat luka-lukanya dengan perban" kata dokter yang kelak akan kukenal sebagai dokter Andi.Â
"Baik dokter" kataku
Tak selesai disitu saja. Hasil dari peperangan yang baru-baru ini berlangsung telah terlihat. Ada banyak prajurit-prajurit yang terluka. Tak terhitung berapa banyak aku membebat para prajurit yang terluka. Tak terhitung berapa kali aku menjahit luka-luka yang diderita para prajurit. Tak terhitung pula berapa kali aku mencuci tanganku untuk kembali mengotorinya dengan darah. Lalu setelah beberapa jam.
"Lovy, silahkan beristirahat. Kamu telah bekerja dengan sangat keras" kata Bu Desi.
"Baik bu, terimakasih" kataku dengan lega. Akhirnya aku bisa beristirahat. Aku pun mandi lalu pergi beristirahat.
Jiwa kembali kedalam tubuh