Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa dengan Din Syamsudin?

8 Oktober 2020   11:39 Diperbarui: 8 Oktober 2020   11:51 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin hal itulah yang membuatnya kecewa teramat dalam sehingga kehilangan kesempatan meraih impiannya menjadi Wakil Presiden RI. Sampai pada akhirnya, Din menginisiasi terbentuknya gerakan oposisi di luar sayap DPR dan partai. Yakni, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Selain Din, tokoh lainnya dalam gerakan tersebut adalah mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo. KAMI juga didukung tokoh-tokoh beken lainnya, seperti mantan Ketua GNPF Bachtiar Nasir, Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI) Sobri Lubis, Said Didu hingga Rocky Gerung. Din juga menyebut ada 150 tokoh yang merapat ke KAMI.

Gerakan KAMI ini hanya semakin memperuncing segala permasalahan bangsa ini, selain persoalan Covid-19, Pilkada 2020 desember mendatang, ekonomi yang terus menurun akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, dan segudang persoalan yang tengah dihadapi oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.

KAMI juga dinilai sebagai sebuah gerombolan pengkritik kebijakan pemerintah yang sakit hati, penuh kekecewaan dan disruptif. KAMI juga dijadikan kendaraan dalam menggelorakan wacana kebangkitan PKI tepat menjelang 30 september, lalu isu itu kemudian tenggelam ketika isu baru muncul, tentang RUU Cipta Kerja.

KAMI yang disebut sebagai gerakan moral, justru terjadi kontradiksi ketika sikap pesimistis dalam narasinya. Koalisi yang sebelumnya sudah dikonsolidasikan untuk menggiring perspektif publik. Bahkan boleh jadi dalam perjuangannya, KAMI mencari posisi kekuasaan dengan agenda pemakzulan Presiden Joko Widodo.

Din mengatakan bahwa Indonesia ini bagai kapal yang goyah dan hampir karam. Jika memang benar demikian, lalu di mana posisi KAMI? Narasinya sangat bertolak belakang dengan apa yang disebut "menyelamatkan" bangsa ini dari pelbagai persoalan yang membelit. Din tidak lagi seperti yang dulu. Dengan wacana yang dikembangkannya, kian membuat dikotomi di tengah masyarakat.

Sikap politik Din Syamsudin, telah membuatnya kehilangan karakter inklusif dalam dirinya. Din merasa paling benar dan apriori terhadap segala persoalan. Inklusivisme yang dikatakan oleh Prof. Dr. Nurcholis Madjid, dalam buku Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur (2001), bahwa kita ingin menumbuhkan sikap kejiwaan yang melihat adanya kemungkinan orang lain itu benar.

Din tidak lagi di tengah, tidak lagi moderat. Ia terjebak dalam situasi dua kutub politik yang kian menguat eskalasi politik bangsa ini. Penulis masih berharap, Din Syamsudin menjadi kritikus kasual yang tidak mendikotomi rakyat, dan tidak bermanuver secara subversi yang berlebihan. Dengan menggerakkan parlemen jalanan, hanya sekadar mendapat panggung politik? Untuk sekelas Din Syamsudin yang sudah malang-melintang dunia internasional, hal itu dinilai terlalu receh. Jadi, sebetulnya ada apa dengan Din Syamsudin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun