Sejak itu saya tak pernah lagi bertemu Upiak, karena esoknya saya
kembali kerantau. Setelah itu cukup sering saya pulang kampung,
tapi saya tak pernah mendengar khabar tentangnya. Upiak sudah
hilang dan tak ada seorangpun lagi yang peduli dan mau tahu
tentangnya. Sejarah tak pernah mencatat hidup rakyat kecil. Upiak,
menurut seorang warga, pernah menanyakan saya kepada beberapa orang
di kampung, dan Upiak nampak sedih saat diberi tahu saya sudah
kembali ke Jakarta. Apakah ia ingat saya?. Apakah saya dapat bertemu
kembali dengannya?Tak seorang pun tahu dimana dia. Konon ia telah
pulang ke kampung halamannya yang abadi, menghadap sang khalik. Saya
teringat akan ucapannya "memberi lebih mulia daripada diberi". Saya
merasa ada utang yang belum terbayar kepadanya.
Tiba tiba saya merasa jatuh `cinta' padanya. Cinta sebagai sesama
mahluk Tuhan, cinta pada nasibnya, seperti cinta Tuhan pada hamba-
Nya, seperti cinta hamba pada Tuhannya dan cinta pada seluruh derita
hidup yang telah menderanya. Saat mau pulang dari masdjid malam ini
saya memasukkan sesuatu dalam kotak amal dengan niat agar Tuhan
menerimanya sebagai amal buat Upiak dan berdoa semoga Tuhan
memberinya kasih sayang yang berlimpah. Saya percaya Tuhan telah
menyiapkan sebuah tempat yang indah untuknya. Walahualam….
Elza Peldi Taher
Ditulis untuk sahabtku di kala kecil, upiak angguak angguak..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H