2.3 Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah bentuk komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas politik dalam suatu sistem politik (Syaifuddin, 2019:419). Proses ini berlangsung secara terus-menerus, mencakup pertukaran informasi antara individu dan kelompok di berbagai tingkatan. Menurut Nimmo (dalam Nora, 2014:46), komunikasi politik mencakup elemen seperti komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media, audiens, serta dampak dari komunikasi politik itu sendiri. Berdasarkan pandangan Arifin (2011), tujuan dari komunikasi politik mencakup: 1) membentuk citra politik yang positif di mata masyarakat, 2) membangun opini publik, 3) meningkatkan partisipasi politik serta memengaruhi kebijakan politik, dan 4) memenangkan pemilu, di mana keberhasilannya diukur melalui jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu yang berlangsung secara bersih, bebas, langsung, dan rahasia (Rahman, 2018).
2.4 Partisipasi Politik
Komunikasi politik berperan penting dalam membentuk citra politik yang diharapkan mampu mendorong partisipasi serta keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik merujuk pada keterlibatan sukarela warga negara dalam proses memilih pemimpin, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta dalam pembuatan kebijakan publik (Rosita, 2017). Bentuk partisipasi ini mencakup aktivitas seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri kampanye, atau melakukan lobi dengan politisi dan pemerintah (Sayekti, 2015). Partisipasi politik juga diartikan sebagai tindakan individu yang bertujuan memengaruhi keputusan pemerintah (Juditha & Josep, 2018). Dengan demikian, di negara yang menganut sistem demokrasi, setiap warga negara memiliki hak untuk menyuarakan pandangan dan sikapnya guna mempengaruhi kebijakan publik melalui keterlibatan aktif dalam proses politik.
BAB IIIÂ
METODE PENELITIANÂ
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Creswell (2013), penelitian kualitatif adalah teknik untuk mengeksplorasi dan memahami interpretasi individu, kelompok, atau peristiwa terkait masalah sosial atau kemanusiaan. Sementara itu, Lexy J. Moleong (2007) mendefinisikan metode kualitatif sebagai pendekatan penelitian sosial yang bertujuan memperoleh data dalam bentuk kata-kata berdasarkan realitas di lapangan, bukan dalam bentuk statistik. Denzin & Lincoln (2018) juga menyatakan bahwa penelitian kualitatif melibatkan pengumpulan beragam bahan empiris seperti studi kasus, wawancara, artefak, teks, dan produksi budaya yang bersifat observasional, historis, interaksional, serta visual untuk dianalisis.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif, di mana peneliti berperan sebagai instrumen utama (Sugiyono dalam Nasution, 2023). Saryono (dalam Nasution, 2023) menyatakan bahwa penelitian kualitatif menggambarkan kualitas sosial yang tidak bisa dikuantifikasi. Perbedaan utama antara penelitian kuantitatif dan kualitatif adalah pendekatannya dengan kuantitatif berangkat dari fakta dan menggunakan teori yang sudah ada, sedangkan kualitatif berfokus pada deskripsi dan penjelasan aspek sosial.
Pendekatan deskriptif kualitatif termasuk dalam paradigma penelitian post-positivistik, di mana kebenaran absolut sulit ditentukan, sehingga harus dibangun melalui bukti data dan pertimbangan yang logis (Creswell, 2019). Dalam pendekatan ini, digunakan tiga teknik utama, yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka. Pada penelitian ini, penulis mengandalkan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dengan mengacu pada berbagai sumber seperti tinjauan literatur, jurnal ilmiah, skripsi, situs resmi, serta artikel berita yang relevan dengan topik penelitian.