Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkata Baik atau Diam!

7 Mei 2023   07:00 Diperbarui: 9 Mei 2023   02:35 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin anda masih ingat pemberitaan tentang seorang suami di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (Sulteng), berusia 48) dihukum 10 bulan penjara karena SMS kepada istrinya sendiri. Di mata majelis Pengadilan Negeri (PN) Luwuk, SMS tersebut dinilai sah dan meyakinkan berisi ancaman. Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Luwuk yang dilansir di situsnya pada Jumat (2/7/2021). Kasus bermula saat HM bertengkar dengan istrinya pada Januari 2020. Di dalam suasana amarah, HM mengirim SMS dengan penuh emosi terhadap istrinya sendiri

Di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), UU ITE juga dikenakan kepada seorang pria berusia 28. Pria itu dihukum 3 bulan penjara karena menulis di status WhatsApp-nya. Majelis menilai status WhatsApp termasuk media sosial dan bisa mencemarkan nama baik orang.

Musisi Dhani Ahmad Prasetyo—atau yang lebih dikenal Ahmad Dhani—divonis satu tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik lewat ujaran 'idiot' di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (11/6) siang.

Bijak Berbicara atau Diam

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan diam/di·am sebagai kata kerja: 1 tidak bersuara (berbicara): semuanya -- , tidak ada yang berani mengkritik; 2 tidak bergerak (tetap di tempat): pencuri itu diam saja ketika hendak ditangkap, tidak lari atau mengadakan perlawanan; 3 tidak berbuat (berusaha) apa-apa: ia diam saja walau dicemooh dan dihina; diam seribu basa, diam sama sekali (tidak berkata sepatah pun)

Diam dalam konteks pembahasan ini yang dimaksud adalah diam tidak berkata, tidak menulis atau tidak berkomunikasi.

Kesannya, lho kok? Bukannya berkata, menulis itu penting? Ya, yang dimaksudkan disini adalah jika melakukannya dalam konteks yang diperkirakan berpotensi tidak bermanfaat/ useless, kontra produktif, berdampak kegaduhan dan merugikan salah satu atau dua belah pihak. Jika dapat mengendalikan diri, menahan diri dan selektif memilih kata atau diksi sehingga perkataan atau tulisan berdampak positif/useful itu maka itu menjadi bagian dari dakwah dalam arti yang luas, bahkan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran).

Ajaran Islam menetapkan dengan jelas agar kaum Muslim memiliki kemampuan dalam menjaga atau memelihara lisan dengan baik dan benar. Menjadikan “diam” sebagai nilai atau value hidup. Bahkan menjadikan kemampuan dalam menjaga lisan sebagai salah satu indikator bahwa manusia itu beriman kepada Allah dan hari akhir/kiamat.

Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun