Mohon tunggu...
Elsya Annisa
Elsya Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hobi melamun yang mengubah kopi menjadi inspirasi

Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

5 November 2021   19:27 Diperbarui: 5 November 2021   19:34 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan memiliki beberapa fungsi, diantaranya untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian antara dua orang anak manusia; laki-laki dan perempuan pada suatu ikrar atau janji suci atas nama Tuhan. Namun, tafsir agama cenderung menempatkan perempuan pada ranah domestik, dimana pekerjaan perempuan hanya mengurus anak dan mendampingi suami sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan. 

Dalam Al-Quran berbunyi: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu" (QS. Al-Ahzab/33:73). Ayat ini dimaknai oleh agamawan konservatif sebagai perintah bagi perempuan untuk berdiam diri di rumah saja, jika harus keluar hanya dalam kondisi darurat saja. Fungsi kedua adalah untuk melahirkan keturunan agar dapat mewariskan ajaran agama. 

Perempuan seolah-olah dijadikan sebagai alat penghasil keturunan, sehingga perempuan tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri dan pengendalian rahim yang melekat pada dirinya. Kemandulan sering dianggap sebagai kemalangan perempuan. Perempuan akan dicemooh, dihina, dicampakkan karena tidak dapat memiliki keturunan. 

Fungsi selanjutnya perkawinan untuk menghindari praktik zina. Perbuatan ini dikecam oleh semua agama dan dipandang sebagai perbuatan yang tidak bermoral. Larangan berzina juga terdapat dalam Al-Quran: "Janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang terburuk" (QS. Al-Israk:32).

Agama menganjurkan umatnya untuk melangsungkan pernikahan agar tidak terjadi praktik zina. Perkawinan awalnya ditunjukkan untuk laki-laki karena laki-laki dianggap memiliki hasrat seksual lebih tinggi daripada perempuan. Pada beberapa aturan perkawinan cenderung menjadikan laki-laki sebagai subjek pelaku dan perempuan menjadi objek. Perkawinan juga dianggap sah jika adanya wali bagi perempuan yang berasal dari garis keturunan ayah (laki-laki), perempuan juga hanya memiliki hak meminta cerai dan tidak berhak untuk menceraikan, itu pun jika suaminya mengabulkannya.

Persyaratan lain dalam perkawinan adalah memilih pasangan yang seagama. Dalam Islam persyaratan ini mengacu kepada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221 yang intinya menyatakan bahwa perkawinan harus dilakukan dengan pasangan yang memiliki kesamaan agama. 

Pada dasarnya, dalam Islam, Yahudi dan Kristen tidak memperbolehkan pernikahan antaragama. Dikarenakan nanti akan menyulitkan pasangan untuk mendidik dan mengajarkan ajaran agama kepada keturunannya, karena salah satu fungsi perkawinan yang tadi di bahas adalah untuk melahirkan keturunan agar dapat mewariskan ajaran agama. 

Dalam agama Yahudi meneruskan ajarannya yang pertama melalui keluarga dan rumah. Sedangkan dalam Islam, penerusan ajaran ini diperkenalkan kepada anak sejak ia baru lahir, dengan cara dibisikkan ditelinganya kalimat adzan dengan maksud yang pertama kali harus didengar adalah kesaksiannya kepada Islam.

Jika berbicara tentang perkawinan, maka sudah tidak asing dengan poligami. Poligami atau poligini adalah praktik perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki dengan dua atau lebih istri pada saat yang bersamaan. Alasan poligami banyak dilakukan oleh laki-laki karena adanya anggapan bahwa laki-laki memiliki dorongan seksual yang lebih tinggi dibanding perempuan. Laki-laki yang pro poligami sering berdalih bahwa praktik poligami merupakan ibadah dan mengikuti jejak Nabi. 

Sedangkan, argumentasi poligami untuk mewadahi hasrat seksual laki-laki sangat bertentangan dengan Al-Quran, karena Al-Quran mengajarkan pentingnya pengendalian diri dan hawa nafsu, terutama dalam aspek seksualitas. Beberapa negara mayoritas Islam, seperti Tunisia dan Mesir poligami juga di larang dalam peraturan mereka.

Membahas tentang perempuan, maka akan membahas pula mengenai jilbab dan seputar aurat perempuan. Dalam Islam, akar dari kesadaran akan pentingnya menutup aurat dapat dirunut pada legenda turunnya Adam dan Hawa dari surge ke bumi. Dari cerita Adam dan Hawa, lahirlah kesadaran dalam alam prasadar manusia akan pemaknaan terhadap tubuh perempuan. Dari cerita ini pula mengapa terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masalah menutup tubuh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun