Mohon tunggu...
els benann
els benann Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa yang bergelut dengan buku-buku sastra dan mempelajari budaya serta bahasa dari periode ke periode.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi Seni sebagai Kecenderungan Penggambaran Budaya Indonesia

28 Juni 2024   18:34 Diperbarui: 28 Juni 2024   19:00 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Representasi pertama kali digaungkan oleh Struart Hall. Secara teknis, teori representasi memiliki kemiripan dengan teori semiotika. Keduanya menggunakan tanda yang terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified) dalam proses menganalisis terhadap suatu objek. Struart Hall berpendapat bahwa:

"Representation means using language to say something meaningful about, or to represent, the world meaningfully, to other people." ... Representation is an essential part of the process by which meaning is produced and exchanged between members of a culture. It does involve the use of language, of signs and images which stand for or represent things." (Safitri P., 2015:9).

Hall mengututip pernyataan Saussure tentang definisi bahasa sebagai sistem tanda sign yang didalamnya terkandung penanda dan petanda. Pembeda antara keduanya adalah representasi memiliki satu hal penting lagi, yaitu mental consept atau representasi mental karena sistem representasi terdiri atas konsep bahasa dan pikiran. Secara tersurat representasi menyandarkan dirinya pada teori lain terutama teori semiotika. Representasi memiliki kawasan yang luas dalam memilih objek, terutama yang berhubungan dengan budaya.

Apapun  bahasannya, semua hal berhubungan dengan konsep. Kutipan di aatas menunjukan hubungan antara konsep dan tanda yang akan menghasilkan makna. "Suatu representasi terhadap orang, benda, kejadian, dan bentuk abstrak--- seperti perasaan---mungkin dimaknai secara berbeda oleh budaya yang berbeda. Sehingga, korelasi antara sistem konseptual dan sistem bahasa dari satu budaya ke budaya lainnya tidak selalu sama, (Adhitya G. N., Wulandari N., 2021:32). Setelah menghasilakan makna, makna-makna yang didapatkan (yang biasanya diperoleh dari pengalaman masyarakat) diperoleh dari pertukaran makna dari penanda atau petanda. "Proses produksi dan pertukaran makna antara manusia atau antar budaya yang menggunakan gambar dan bahasa adalah representasi," (Safitri P., 2015:17).

Terdapat tiga artikel berbeda yang membahas tentang representasi. Artikel pertama berasal dari jurnal bahasa dan sastra yang ditulis oleh Galant Nanta Adhitya dan Novi Wulandari yang berjudul "Representasi Indonesia dalam novel Trilogi Terjemahan Kaya Tujuh Turunan Karya Kevin Kwan." Aertikel ini membahas tentang bagaimana etnis Cina dari negara lain (Singapura) memandang kualitas sumber daya manusia yang berasal dari Indonesia. Artikel kedua berasalah dari jurnal education yang terbit pada Juli 2023 lalu. Ditulis oleh Indah Mar'atus Sholichah, Dyah Mustika Putri dan Akmal Fikri Setiaji berjudul "Representasi budaya Banyuwangi dalam Banyuwangi Ethno Carnival: Pendekatan Teori Representasi Struart Hall." Artikel ini membahas tentang cara festival Banyuwangi Ethno Carnival mengemas kesenian-kesenian dari Banyuwangi dan memamerkannya dalam festival. Ketiga, artikel yang berasal dari ProTVF yang ditulis oleh Evi Rosfiantika, Jimi N. Mahameruaji, dan Rangga Saptya Mohamad Permana yang berjudul "Representasi Yogyakarta dalam Film Ada Apa dengan Cinta 2." Artikel ini menjelaskan bagaimana lokasi shoting yang terdapat dalam film AADC 2 merepresentasikan kesenian yang ada di Yogyakarta.

            Terdapat kesamaan dari ketiga artikel tersebut, yaitu membicarakan bagaimana kebudayaan Indonesia, baik dalam segi kesenian maupun non kesenian yang menonjolkan kekhasan Indonesia. Kebudayaan Indonesia dijelaskan dalam bentuk-bentuk seperti tarian, wisata, situs peninggalan bersejarah, pertunjukan teater, dan lainnya. Penggambaran Indonesia ini mewakili semua komponen-komponen yang dapat ditangkap dengan mudah oleh masyarakat awam sekalipun sebagai budaya. Dibalik persamaan tentunya terdapat perbedaan. Perbedaan-perberdaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Perbedaan Objek, Metode, dan Hasil Penelitian yang didapat dari 3 Artikel

                Representasi.

Judul

Objek Penelitian

Metode Penelitian

Hasil Penelitian

"Representasi Indonesia dalam novel Trilogi Terjemahan Kaya Tujuh Turunan Karya Kevin Kwan."

Karya sastra : sebuah trilogi novel berjudul Kaya Tujuh Turunan

Deskriptif kualitatif yang menitik beratkan penelitian pada penguraian dan pemahaman terhadap gejala-gejala sosial. Teori yang diterapkan adalah teori Stuart Hall dengan menggunakan asas perbedaan yang meliputi perasaan, sikap dan emosi.

Hasil dari penelitian ini adalah orang Indonesia diceritakan dengan berbagai representasinya berada di bawah posisi orang Cina atau WNA. Orang Indonesia ditempatkan pada posisi relasi kuasa yang timpang: orang Indonesia keturunan Cina adalah orang kelas atas, sedangkan orang Indonesia non-Cina adalah orang kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu, Indonesia direpresentasikan dengan posisi yang inferior terhadap Singapura.

"Representasi budaya Banyuwangi dalam Banyuwangi Ethno Carnival: Pendekatan Teori Representasi Struart Hall."

Festival Banyuwangi Ethno Carnival

Studi literatur atau literature review dengan cara mengkompilasi beberapa artikel serupa yang membahas objek yang sama. Teori yang diterapkan adalah representasi Struart Hall untuk melihat acara tersebut melalui tanda, simbol, kostum, tarian, musik, dan elemen lain untuk merepresentasikan Banyuwangi. 

Hasil penelitian ini adalah melalui parade Banyuwangi Ethno Carnival kesenian tradisional maupun modern di Banyuwangi terepresentasikan dengan baik. Hal ini menguntungkan pendapatan masyarakat sekitar juga menambah wawasan kenusantaraan. Dengan adanya representasi tersebut, generasi muda dapat menuangkan ide-ide kreatifnya dengan segala estetika dari etnik dan tradisi.

"Representasi Yogyakarta dalam Film Ada Apa dengan Cinta 2."

Film Ada Apa Dengan Cinta 2

Kualitatif dengan menerapkan teori Roland Barthes dalam meregenarasi makna melalui penanda dan petanda di dalam teks dalam film yang berperan sebagai media. Pemaknaan yang dipakai adalah pemaknaan denotasi, konotasi dan mitos.

Hasil penelitian ini menghasilkan tiga jenis makna. Makna denotasi dalam penelitian ini adalah gambaran potret Yogyakarta sebagai kota seni, melalui beberapa lokasi yang memperkuat emosional karakter tokoh utamanya yaitu seni modern yang diwakili dalam film ini adalah DJ pada hiburan malam, pertunjukan papermoon, pameran lukisan dan klinik kopi dilengkapi juga dengan wisata sejarah peninggalan kerajaan yaitu situs bersejarah Ratu Boko. Makna konotasi dalam penelitian ini adalah perpaduan budaya tradisonal dan modern yang saling melengkapi dan indah dalam kreatifitas para senimannya, tanpa harus kehilangan kearifan lokal yang ada di Yogyakarta. terlihat dari pertunjukan papermoon dan galeri lukisan Eko Nugroho. Mitosnya adalah Yogyakarta yang merupakan kota yang memegang teguh budaya tradisonal tetap terlihat dalam beberapa aktifitas masyarakatnya, budaya yang tertutup dan kaku tidak bisa meyerap budaya modern untuk kalangan orang tua dan bangsawan. Dalam film ini merepresentasikan Yogyakarta sebagai kota seni, perpaduan budaya tradisonal dan modern memperkuat karakter tokoh utamanya.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas, masing-masing penulis memiliki ketertarikan yang berbeda dan mengimplementasikan teori representasi dengan cara yang berbeda pula. Baik itu disandarkan pada teori lain maupun yang murni menerapkan teori Hall. Representasi adalah suatu proses penyajian ulang yang berupa suatu konsep untuk membentuk makna melalui media. Proses ini melahirkan persepsi dan interpretasi mengenai suatu objek kajian dalam sebuah deskripsi gambaran dan perwakilan.  Berdasarkan tiga artikel tersebut, artikel kedua dan ketiga, peneliti memiliki kecenderungan  bahwa budaya Indonesia adalah komponen-komponen yang berkaitan dengan kesenian. Hal ini dapat memberikan fungsi praktis kepada pembaca (kemudahan mencerna). Namun, persepsi ini cukup ditepis oleh artikel pertama,  bahwa penggambaran Indonesia dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusia, perintilan-perintilan kecil seperti penamaan suatu barang agar terlihat khas dengan menyantumkan asal barang itu diproduksi, dan sudut pandang masyarakat lain terhadap Indonesia.

Dengan demikian, berdasarkan pada keragamannya, Indonesia akan memiliki banyak bentuk representasi melalui banyak elemen dan dalam merepresentasikan Indonesia, satu artikel tidak akan cukup merangkum segala kebudayaan yang ada. Namun, pada dasarnya budaya sangat berkaitan erat dengan kesenian dan adat istiadat, maka tak heran jika kesenian menjadi kecenderungan banyak penulis untuk menjadi objek yang dapat merepresentasikan Indonesia. Seperti pada artikel kedua yang membahas festival BEC.

"Dari cerita Sri Tanjung-Sidopekso, masyarakat Banyuwangi merepresentasikannya melalui berbagai ragam seni, salah satunya dengan dijadikannya tema dalam parade tahunan banyuwangi, yakni Banyuwangi Ethno Carnival. Tidak hanya mengusung tema Sri Tanjung-Sidopekso, dalam parade BEC juga terdapat beberapa tema lainnya. Hal ini disebabkan karena setiap tahunnya diadakan parade dengan tema adat tradisional yang berbeda. Beberapa adat tersebut, yaitu re barong using, kebo-keboan, tari gandrung, seblang."

"Selain itu, masyarakat setempat juga merepresentasikan dengan teater tradisional disebut juga dengan janger. ... Janger adalah seni teater tradisional yang dirancang secara khusus sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Janger ini dinilai cukup unik karena lahir dari perpaduan Banyuwangi, Jawa, dan Bali." (Sholichah I. M., Putri D. M., dan Setiaji A. F., 2023:39).

            Berdasarkan kutipan di atas, membuat kebudayaan Indonesia sedikit tersegmentasi dan menumbuhkan pemikiran bahwa representasi Indonesia cenderung berhubungan dengan sesuatu yang berbau kesenian. Begitupun pada artikel ketiga yang merepresntasikan Yogyakarta seperti pada kutipan berikut. 

"Budaya Yogyakarta yang tradisional dianggap kaku dan tidak bisa menerima unsur-unsur modern. Budaya kerajaan pada akhirnya tidak bisa menutup diri. Masyarakat Yogyakarta sekarang sudah menerima unsur modern yang berasal dari budaya barat dalam berkesenian." (Rosfiantika E., dkk., : 2017: 56)

Kesenian dapat menjadi wajah yang memiliki banyak rupa sebagai bentuk dan media yang mewakili dan menggambarkan kebudayaan Indonesia yang beragam. Atas keberagaman bentuk tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa kesenian memegang peran penting dalam merepresentasikan budaya di Indonesia. Terutama dalam menonjolkan kekhasan suatu daerah yang ada di Indonesia. Kesenian-kesenian yang telah mewakili yaitu situs peninggalan, seni lukis, seni pertunjukan, tarian, adat, tradisi lisan, dan musik. Namun, representasi budaya tentunya tidak hanya berbentuk kesenian. Praktik politik, cara mengklasifikasi kelas sosial, kuliner, sikap dan moral pun dapat menjadi objek dalam merepresentasikan budaya Indonesia.

Daftar Pustaka 

Evi Rosfiantika, ,. J. (2017). REPRESENTASI YOGYAKARTA DALAM FILM ADA APA DENGAN CINTA 2. ProTVF.

Indah Mar'atus Sholichah, D. M. (2023). Representasi Budaya Banyuwangi Dalam Banyuwangi Ethno Carnival: Pendekatan Teori Representasi Stuart Hall. SOSIAL HUMANIORA DAN PENDIDIKAN.

Safitri, P. (2015, July 29). Representasi Arisan sebagai Gaya Hidup pada Perempuan Kelas Menengah di Indonesia yang Digambarkan dalam Majalah Pesona dan Tabloid Nova. Dipetik Maret 26, 2024, dari repostory unair : https://repository.unair.ac.id/17726/

Wulandari, G. N. (2019). REPRESENTASI INDONESIA DALAM NOVEL TRILOGI TERJEMAHAN KAYA TUJUH TURUNAN KARYA KEVIN KWAN. Jurnal Bahasa dan Sastra.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun