Mohon tunggu...
Elsafan
Elsafan Mohon Tunggu... Auditor - Praktisi Penjaminan Mutu dan Mahasiswa Magister Hubungan Internasional

Tulisan adalah letusan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Investasi Kendaraan Listrik di Asean: Peluang Emas bagi Indonesia

24 Juli 2023   17:00 Diperbarui: 24 Juli 2023   17:03 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.statista.com/statistics/1360566/sea-ev-market-share/

Pendahuluan

Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan usaha barang maupun  jasa, baik yang dikelola oleh swasta, maupun yang dikelola oleh negara. Dengan adanya investasi dari pihak eksternal, proses produksi dan pemasaran maupun penjualan suatu barang dan jasa dapat menjadi lebih efektif dan efisien. 

Dengan menanamkan modal ke dalam aset tertentu, pelaku investasi, atau yang lebih dikenal dengan istilah investor, mengharapkan agar modal yang ditanamkan tersebut membuat aset tersebut dapat meningkatkan nilai jual, sehingga modal yang di awal telah ditanamkan dapat bertumbuh sehingga menghasilkan keuntungan bagi investor. 

Sebelum memutuskan untuk berinvestasi, para investor melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap kondisi negara yang memiliki aset terkait untuk diberikan modal. Aspek aspek seperti kepastian hukum, stabilitas politik, dan juga peluang ekonomi menjadi hal-hal yang dipertimbangkan para investor sebelum memulai investasi. 

ASEAN sebagai organisasi internasional di Asia Tenggara yang memiliki anggota 10 negara juga tidak luput dari incaran para investor. Indonesia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN dan juga menjadi ketua ASEAN di tahun 2023 perlu memanfaatkan investasi di ASEAN untuk mengembangkan perekonomian nasional, dimana perekonomian nasional sempat melemah akibat pandemi Covid-19 yang merebak selama tahun 2020-2022.

Dengan jumlah penduduk sekitar 600 juta jiwa, ASEAN memiliki luas daratan 4,46 juta km2. Luas laut ASEAN tiga kali luas daratannya. Organisasi ini didirikan pada Agustus 1967 oleh mendirikan lima anggota ASEAN, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. (Tkachenko et. al., 2022).

Ketika ASEAN didirikan, Asia Tenggara masih terlibat dalam Perang Vietnam, yang merupakan dampak dari Perang Dingin yang juga sedang berlangsung pada saat itu. Hal ini menjadikan isu politik dan keamanan regional masih menjadi prioritas utama ASEAN pada masa awal beroperasinya. Isu ekonomi mulai mendapat perhatian ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perdana pada tahun 1976 menghasilkan Deklarasi ASEAN Concord, yang menjadi awal terjalinnya kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN. Kemudian menyusul terbentuknya ASEAN Industrial Projects (AIP), ASEAN Industrial Complementation (AIC), dan ASEAN Free Trade Area yang bertujuan untuk mempromosikan kerja sama ekonomi di Asia Tenggara

Terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 merupakan titik balik yang signifikan dalam upaya pembangunan ekonomi ASEAN. Dengan menjadi sebuah blok ekonomi yang menganut integrasi secara global, ASEAN menjelma menjadi salah satu lokasi teratas untuk investasi asing secara global, dan rasio perdagangan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) lebih tinggi dari 100%. (Vu, 2020)

Peluang di ASEAN

Menurut laporan yang dipublikasikan oleh Aaron O'Neill dalam situs statista.com, pada tahun 2022, perkiraan total PDB semua negara ASEAN berjumlah sekitar 3,66 triliun dolar AS, meningkat signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Faktanya, PDB kawasan ASEAN telah meroket selama beberapa tahun terakhir, mencerminkan ekonomi kawasan yang berkembang pesat.

Ia juga menyatakan bahwa Indonesia bukan hanya anggota pendiri ASEAN, tetapi juga merupakan penyumbang terbesar dalam hal produk domestik bruto dan juga merupakan salah satu negara anggota dengan neraca perdagangan yang positif. Selain itu, ia memiliki jumlah penduduk tertinggi sejauh ini. Sekitar sepertiga dari semua orang di ASEAN tinggal di Indonesia, yang juga merupakan salah satu negara terpadat di dunia. 

Perekonomian ASEAN telah menjadi tujuan yang menarik untuk investasi asing dalam beberapa tahun terakhir. Negara-negara di kawasan ini secara luas mengalami pertumbuhan PDB yang lebih cepat daripada rata-rata, yang mencerminkan adanya ledakan populasi dan kebijakan perdagangan yang semakin liberal. Perusahaan multinasional semakin melihat Asia Tenggara sebagai pusat produksi alternatif, memiliki upah buruh yang kompetitif, regulasi dan infrastruktur bisnis yang membaik, dan peningkatan daya beli masyarakatnya.

Indonesia sendiri menerima investasi asing sekitar US$43 miliar pada tahun 2022, tertinggi dalam sejarah investasi negara. Untuk tahun 2023, pemerintah menargetkan peningkatan target investasi asing dan dalam negeri menjadi US$92 miliar atau Rp1.400 triliun. Indonesia adalah satu-satunya anggota G20 di ASEAN, dan dengan sumber daya alam yang melimpah dan pasar domestik yang besar sebesar 260 juta, negara ini menawarkan peluang investasi jangka panjang (Dezan Shira et. al., 2023).

Terobosan baru: Investasi Kendaraan Listrik

Salah satu sektor investasi yang mendapat perhatian pemerintah adalah sektor otomotif, yang dalam hal ini berkaitan dengan kendaraan listrik. Program kendaraan bermotor listrik adalah salah satu proyek yang diluncurkan pemerintah melalui kementerian perindustrian tahun 2018. Dalam dokumen resminya yang berjudul Making Indonesia 4.0, pemerintah ingin memfokuskan pembangunan lima sektor manufaktur dengan daya saing regional. 

Salah satu dari lima sektor tersebut adalah sektor otomotif, dimana Indonesia ingin menjadi produsen mobil terbesar di ASEAN.  Indonesia sendiri adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki penjualan kendaraan listrik terbesar kedua pada kuartal ketiga tahun 2022 setelah Thailand.

https://www.statista.com/statistics/1360566/sea-ev-market-share/
https://www.statista.com/statistics/1360566/sea-ev-market-share/

Untuk mendukung rancangan tersebut, pemerintah Indonesia memperkuat landasannya dengan menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. 

Bahkan di tahun 2020, Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel dan mendorong adanya pembangunan smelter pengolahan mineral. Indonesia adalah rumah bagi sumber daya mineral berkualitas tinggi, terutama nikel dan kobalt, yang merupakan komponen kunci dalam produksi baterai lithium. Baterai lithium sendiri adalah bagian yang tak terpisahkan dari kendaraan bermotor listrik. 

Penggunaan baterai ini mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahun. Dari tahun 2021 ke 2022 saja, penggunaan baterai lithium ini meningkat sebesar 7 juta. Hal ini tentu terjadi karena permintaan akan kendaraan listrik semakin meningkat dari tahun ke tahun.

https://www.statista.com/statistics/270603/worldwide-number-of-hybrid-and-electric-vehicles-since-2009/
https://www.statista.com/statistics/270603/worldwide-number-of-hybrid-and-electric-vehicles-since-2009/

Melalui KTT ASEAN ke 42 di Labuan Bajo yang dipimpin oleh Indonesia, pemimpin negara-negara ASEAN menyepakati adanya pengembangan ekosistem kendaraan listrik dalam sebuah deklarasi bersama. Dengan adanya kesepakatan tersebut, Indonesia dapat meningkatkan perkembangan di sektor otomotif nya dan membawa benefit yang menguntungkan bagi perekonomian negara.

Presiden Joko Widodo sendiri pada tahun 2019 telah menetapkan Visi Indonesia 2045 yaitu Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur. Percepatan visi ini dilakukan dengan pembangunan 4 pilar, yaitu Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan. Dengan menjadikan sektor ekonomi sebagai salah satu pilar, menjadikan sektor ekonomi sebagai salah satu unsur yang penting dalam pencapaian visi tersebut.

Keuntungan bagi Indonesia

Berinvestasi dalam sektor otomotif khususnya kendaraan listrik akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Tanah Air mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04% nikel dunia. Mayoritas cadangan nikel nasional berada di kawasan Indonesia Tengah dan Indonesia Timur.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/17/indonesia-produsen-nikel-terbesar-dunia-pada-2021
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/17/indonesia-produsen-nikel-terbesar-dunia-pada-2021

Artinya Indonesia dapat memanfaatkan nikel tersebut untuk memproduksi baterai kendaraan listrik secara masif, bahkan dapat menarik investor untuk ikut berinvestasi dalam pengembangan baterai lithium itu sendiri. Pembangunan smelter-smelter pengolahan nikel juga dapat menyerap tenaga kerja. Dalam siaran pers dari kementerian perindustrian pada 14 Februari 2023, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta menyatakan bahwa smelter nikel memiliki total kapasitas produksi sebesar 262.560 ton per tahun, investasi mencapai Rp5,55 triliun, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.337 orang. 

Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja, penambahan kapasitas produksi, dan meningkatnya nilai investasi adalah benefit yang akan didapatkan oleh Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral per November 2022 , saat ini Indonesia sudah memiliki 15 smelter nikel.

Tantangan yang dihadapi

Investasi dalam sektor otomotif juga memiliki tantangan-tantangan yang harus dikelola dengan baik. Fokus pemerintah pada pengembangan baterai lithium, didahului salah satunya dengan kebijakan larangan ekspor nikel mentah yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. 

Kebijakan ini mendapat protes keras dari Uni Eropa, yang merupakan pengimpor nikel mentah Indonesia, dengan menggugat Indonesia melalui World Trade Organization (WTO) pada awal tahun 2021. Konflik dagang tersebut, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menghasilkan sanksi ekonomi bagi Indonesia. Jika ada banyak negara yang mendukung gugatan Uni Eropa ini, Indonesia memiliki risiko "serangan balik" dan kesulitan mengakses pasar ekspor global atas produk turunan nikel. 

Tanpa akses pasar global, daya tarik Indonesia sebagai sentra produksi baterai akan berkurang. Tantangan selanjutnya adalah soal harga jual, mungkinkah penambang nikel dapat menjual nikel mentah ke ke smelter domestik dengan harga yang sama dengan ketika mereka menjual nikel mentah tersebut ke pasar global? Hal ini perlu dicermati agar tidak terjadi penyelundupan nikel mentah ke luar negeri yang pastinya akan merugikan negara.

Rekomendasi

Indonesia perlu untuk mengembangkan investasi di bidang kendaraan listrik di ASEAN, dikarenakan tren penggunaan kendaraan listrik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang mendukung, khususnya nikel, yang menjadi komponen penting dalam proses pembuatan baterai lithium yang menjadi salah satu bagian dalam kendaraan listrik. Namun Indonesia perlu memperhatikan tantangan-tantangan yang sudah disebutkan di atas supaya tidak menjadi kerugian secara ekonomi bagi Indonesia di kemudian hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun