Euforia musim hujan sudah berlalu, tiba giliran  musim kemarau panjang .Air pancuran mengering karena danau sebagai sumber airnya  jugamengering.Hutan-hutan,kebun-kebun banyak yang terbakar,daun-daun layu,sumur-sumur airnya tinggal sejengkal bila diambil airnya seperti air susu coklat bening,tanah-tanah dipekarangan rumah mengelupas, retak-retak. Tidak ada tanam-menanam apalagi panen, desa kami sedang musim paceklik.
Musim paceklik bersamaan dengan bulan ramadhan,bulan penuh hikmah.Warga kampung kami mandi,cuci piring, BAB, harus pergi ke sungai Besemah di seberang jalan raya.Ibu-ibu sudah mengeluh karena harga sayur mayur naik bukan  lantaran  kebijakan pemerintah atau apapun tapi karena kebijakan alam tidak lagi ramah kepada desa petani kami.
Sebenarnya desa kami adalah desa yang berhawa  dingin, hawa dingin  hembusan dari gunung Dempo. Biasanya  kalau musim hujan  harga sayur --mayur turun sampai-sampai petani sayur enggan panen kerena lebih mahal biaya panen daripada keuntungan.Ketika sedang  musim kemarausemuanya mengering, alam mengering,air mengering sayur- mayur mengering, kantong pun ikut mengering. Padahal pengeluran sewaktu bulan puasa biasa jadi dua kali lipat seperti biasanya.
Bulan bulan ramadhan bulan  penuh berkah,bulan penuh rahmat. Tiba-tiba saja jalan setapak  ditengah rumah warga RT 5 yang tadinya ketika musim hujan berlumpur,berlobang dan becek akan diaspal oleh pemda setempat. "Sebentar lagi gubernur kita, pak haji Syarim Lukman akan kunjungan ke kota ini,sekaligus penilaian nominasi pemenang juara kota ADIPURA tahun ini" begitulah kira-kira kata ketua RT kami bu Diana berbincang  dengan ibu-ibu ketika membeli sayur pagi-pagi diwarungnya.
Karena semuanya tiba-tiba maka bahan material pembangunan jalanpun belum ada maka atas gagasan, entah inisiatif  siapa secara tiba-tiba juga ketua RT 5 atas instruksi kepala desa mengumumkan "Ada lowongan kerja bagi warga yang ingin mencari batu di sungai Besemah. Nanti dijual ke pemda untuk membuat jalan setapak di RT 5" . Sudah barang tentu hal tersebut disambut suka cita oleh penduduk desa, karena terdesak kebutuhan tuntutan perut.
Jadilah ibu-ibu, bapak-bapak mengakut batu dari sungai Besemah,pengakutan dilakukan secara tradisional batu-batu dikumpulkan kemudian di isikan ke "Kinjagh". Kinjagh  adalah sejenis alat ibu-ibu untuk membawa peralatan ke ladang, sering juga digunakan untuk mengakut kayu bakar .Terbuat dari rotan kecil-kecil yang disalin dengan kerangka rotan bulat.  Bentuknya seperti ember panjang,panjangnya sekitar 40 cm kemudian di beri tali dari karung bagian atas  gunanya untuk  menautkan di kepala.  Kinjagh tersebut dibawah dengan cara talinya dikaitkan ke kepala.Kinjagh juga biasa digunakan untuk sebagai tempat kopi ketika panen tiba. Kali ini digunakan untuk panen batu di sungai.
Ibu  tidak ketinggalan ia  juga ikut mengumpulkan batu di sungai Besemah menggunakan Kinjagh andalan yang biasa ia gunakan ketika panen kopi. Kira-kira batu satu "Kinjagh" itu beratnya bisa mencapai tidak kurang dari  60-80 Kg . Bobot 60-80 kg tadi ketika menaiki tebing terjal dari sungai menuju ke lokasi pengumpulan batu beratnya bisa jadi dua kali lipat. Rute tebing terjalnya 700m kemudian rute datar supaya sampai ke lokasi RT 5 lokasi penumpukan batu 800m. Tidak hanya rute yang berat tapi ada sinar matahari harus ditampung,  Sinar matahari khas  musim panas.
Rasa haus,lapar karena puasa tidak menjadi halangan bagi ibuku dan bagi ibu-ibu lainya, tidak  ada pilihan kebutuhan dapur harus tetap terpenuhi. Ibuku dan ibu-ibu itu tetap berpuasa penuh sampai adzan berkumandang . Dalam sehari ibuku dan geng ibu lainya bisa mengumpulkan batu 2-3 kubik.
Ibuku dan ibu-ibu itu meskipun membawa beban berat di kepala, keringat gatal, panas gerah, terik matahari, haus lapar tidak jadi masalah, mereka terlihat biasa-biasa saja .Dengan membawa puluhan kilo batu dikepala tidak membuat mereka berhenti bergosip. Gosip sudah menjadi obat bagi ibu-ibu itu. Â
"Anak ku yang paling bungsu tahun ini puasa tapi harus harus ada hadiahnya"Â
Kata ibu yang berbadan kecil dan bongsor