"Ada apa, Bu?" tanya Bapak yang baru saja muncul dari dalam rumah.
"Ini Pak, buah naga Pen hilang."
"Ya sudah, bawa Pen masuk dulu. Mandi dan ganti baju, sudah mulai siang." Bapak mengajak Pen untuk masuk ke dalam. Membimbing tangannya. Pen menurut saja, tetapi air matanya masih mengalir.
"Sekarang mandi dulu, ya." Ibu membawakan handuk dan membawa Pen ke kamar mandi. Tetapi Pen tidak beranjak. Dia hanya menunduk. Terlalu sedih hatinya karena buah naga yang dipelihara dan diharap-harapkan hilang begitu saja.
Akhirnya pagi itu Pen tidak pergi sekolah. Dia hanya mengurung diri di kamar. Tidak mau mandi ataupun sarapan. Ibu jadi bingung. Belum pernah Pen sesedih ini. Pen pada dasarnya anak yang periang. Tetapi hanya karena buah naga bisa membuatnya sesedih ini. Bahkan sampai siangpun Pen tidak beranjak dari kamarnya.Â
"Pen ..., Pen...," ibu mengetuk pintu kamar Pen. Tidak ada sahutan. "Pen..., makan dulu yuk, Nak. Kamu belum makan dari pagi." Masih tidak ada jawaban. Akhirnya ibu membuka pintu dan menemukan Pen tidur dan menutup seluruh badannya dengan selimut. Saat meraba keningnya, ibu kaget karena badan Pen sangat panas.Â
"Pen..., badan kamu panas, Nak." Ibu nampak cemas sekali.Â
Ibu mengambil air putih dan meminumkannya pada Pen. Lalu mengompres kepala Pen dengan air hangat. Masih dengan raut wajah cemas, Ibu menghubungi bapak agar segera pulang. Ibu mulai Panik melihat Pen menggigil kedinginan sedangkan badannya makin panas dan bibirnya pucat pasi.Â
Setelah Bapak sampai, buru-buru mereka membawa Pen ke puskesmas. Kata dokter, demam Pen disebabkan kondisi shock yang dia alami. Tetapi demam akan sembuh dengan sendirinya jika shock nya hilang. Akhirnya Pen dibolehkan pulang dan diberi resep obat pereda demam.
Sore hari demam Pen sudah mereda, tetapi Pen masih saja diam. Pen masih belum selera makan. Keceriaannya hilang begitu saja hanya karena kehilangan buah naga. Bapak sudah mencoba menghibur Pen dengan membeli beberapa buah naga sepulang dari puskesmas, tetapi Pen tidak menghiraukannya sama sekali. Pen hanya melirik buah naga itu sekejap dan kembali acuh. Pen tidak tergiur seperti saat dia mulai melihat bakal bunga naga. Hanya Pen yang tahu seberapa perihnya hatinya saat kehilangan yang dia idam-idamkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H