"Lama juga ya, Pak. Gak sabar aku mau mencobanya." Mata Pen berbinar.
"Kamu coba cari di google, bagaimana perawatannya, dan berapa lama kamu menunggu matangnya."
"Iya, Pak. Nanti akan ku cari sepulang sekolah."Â
Pagi ini hati Pen berbunga-bunga karena bakal bunga di pohon naganya. Dengan gembira Pen bilang pada teman-temannya. Seakan bunga naganya banyak sekali. Padahal baru satu yang muncul. Tetapi begitulah kebahagiaan yang Pen rasakan. Kebahagiaan anak-anak yang masih polos. Tanpa beban.Â
Sepulang dari sekolah, Pen segera mengambil ponselnya. Padahal baju seragam belum dia buka. Pen mulai mencari bagaimana perawatan tanaman naga agar buahnya bagus dan manis. Dan Pen baru mengetahui bahwa bunga naga harus dibantu penyerbukannya oleh manusia agar berhasil dan menjadi buah.Â
Tiga minggu berselang, bunga naga mulai mekar. Pen yang telah mengetahui bunga naga mekar di malam hari siaga untuk membantu penyerbukan kepala putik, agar berhasil menjadi bakal buah. Dengan teliti dan penuh harap Pen melakukan seperti petunjuk yang dibacanya di google. Pen seperti menemukan dunia baru dari tanaman naga. Apalagi bunga lain mulai bermunculan juga. Membuat Pen semakin bahagia.
Akhirnya setelah melewati waktu selama lima puluh hari, Pen merasa senang dan bahagia. Karena buah naganya sudah mulai merah. Itu berarti dalam waktu beberapa hari lagi, Pen akan panen buah naga perdana. Alangkah bahagianya. Sebentar lagi Pen akan mencicipi rasa manis buah naga yang telah dia pelihara dengan telaten sejak berbunga.
Pagi itu, seperti kebiasaan Pen sejak pohon naga berbuah, Pen bergegas ke halaman rumah. Pen rasa pagi ini adalah waktu yang tepat untuk memanen buah naga yang dia impikan sejak dua bulan lalu. Tetapi, alangkah kagetnya Pen. Buah naga yang selama ini diidamkannya tak ada lagi di pohonnya.
"Ibu..., Ibu..., Bapak...," teriak Pen. Matanya mulai memanas.Â
"Ada apa, Pen?" tanya ibu yang tergopoh-gopoh dari dalam. Ibu kaget melihat Pen berdiri terdiam tetapi air mata mengalir di pipinya. Sementara matanya masih tertuju pada pohon naga yang tak lagi nampak buahnya. Ibu seakan tahu yang terjadi. Kemudian langsung merengkuh kepala Pen dan membawa ke pelukannya.
"Ya Allah....," tak ayal Ibu merasakan pedih di hati Pen. "Mungkin belum rejeki kamu, Pen." Ibu mencoba menenangkan Pen yang masih terisak.