Mohon tunggu...
Elok Muzayyanah
Elok Muzayyanah Mohon Tunggu... Administrasi - IESP 17 Universitas Jember

“Education is not preparation for life. Education is life it self ” (John Dewey)

Selanjutnya

Tutup

Money

Target Inflasi Indonesia: Quantitative Easing (QE) Not Printing Money

19 Mei 2020   19:14 Diperbarui: 19 Mei 2020   19:12 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketika jumlah uang bereda tidak terjaga maka akan terjadi hyperinflation Sumber: youtube Bank Indonesia

Hotbin, dkk. 2004 menjelaskan uang merupakan instrumen penting dalam perekonomian suatu negara. Tanpa adanya uang maka akan sulit melakukan transaksi jual beli barang atau jasa yang nantinya akan menghambat kegiatan investasi, produksi dan konsumsi. 

Pengedaran uang harus dikelola dengan baik sehingga jumlah uang beredar sesuai dengan jumlah uang dibutuhkan masyarakat. Jumlah uang yang melampaui permintaan akan menaikan harga-harga secara terus menerus (inflasi) dan sebaliknya apabila jumlah uang beredar lebih sedikit dari permintaan dapat melambatkan kegiatan perekonomian.

Dalam mengatasi dampak Covid 19 terhadap perekonomian Indonesia yang kian memburuk,  pemerintah melalui DPR-RI mengusulkan agar BI melakukan tambahan cetak uang, guna menambah jumlah uang beredar terhadap masyarakat, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang mengalami penurunan akibat Covid 19. 

Akan tetapi melakukan pencetakan uang dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini bukan menjadi solusi yang tepat untuk memulihkan perekonomian. 

Ketika suatu negara yang masih membutuhkan cadangan devisa yang lebih dan tetap melakukan cetak uang secara berlebih maka akan beresiko tinggi terhadap jumlah uang berdar dan akan meningkatkan inflasi secara berlebihan (Hyperinflation) yang mungkin akan berujung pada krisis ekonomi. Oleh sebab itu, BI menggeser peningkatan jumlah uang beredar dari kebijakan mencetak uang ke kebijakan Quantitative Easing (QE).

Apa yang dimaksud dengan Quantitative Easing (QE) ?

Bernanke dan Reinhart. 2004 (dalam Michael Joyce and friends. 2010) mendefinisikan Quantitative Easing (QE) secara umum sebagai kebijakan yang memperluas neraca yang dimiliki bank sentral untuk meningkatkan tingkat uang bank sentral (khususnya cadangan bank) dalam perekonomian. 

Hal ini sedikit kontras dengan kebijakan mengubah komposisi neraca pada bank sentral (pelonggaran kredit) akan tetapi jika dibandingkan dengan kebijakan Quantitative Easing (QE) murni maka kedua hal tersebut berebeda.

Kebijakan pelonggaran kredit dimaksudkan untuk mengurangi suku bunga tertentu atau mengembalikan fungsi pasar, sementara Quantitative Easing (QE) menjelaskan kebijakan apapun yang secara tidak biasa yang dapat meningkatkan besarnya kewajiban bank sentral dalam menentukan mata uang dan cadangan bank, terutama pada batas nol. Pelonggaran kredit dapat mencakup QE hanya saja pelonggaran kredit lebih khusus menargetkan pada stabilitas kondisi pasar atau suku bunga.

Dalam Brett W. and J. Neely. 2013 di jelaskan bahwa dalam rezim QE murni, fokus kebijakan adalah kuantitas cadangan bank, yang merupakan kewajiban bank" (Bernanke, 2009). "Ketika bank sentral memutuskan untuk memperluas ukuran neraca, ia harus memilih aset mana yang akan dibeli. Secara teori, itu bisa membeli aset apa pun dari siapa pun "(Bini Smaghi, 2009).

Melalui kebijakan QE bank sentral dapat meningkatkan likuiditas neraca sektor swasta dalam hal ini jika di Indonesia Bank sentral akan menyutikan danya pada bank-bank komersil. Sebagaimana di jelaskan Benford et al. (2009) (dalam Michael Joyce and friends. 2010), terdapat beberapa cara dengan melalui likuiditas yang besar yang akan berdampak pada perekonomian. 

Pertama, pembelian aset yang dibiayai oleh uang bank sentral harus menaikkan harga aset. Jika harga aset lebih tinggi, maka akan mengurangi biaya pinjaman, mendorong konsumsi dan pengeluaran investasi yang lebih tinggi. Harga aset yang lebih tinggi juga meningkatkan kekayaan pemegang aset, yang seharusnya mendorong pengeluaran mereka. Sehingga tingkat konsumsi meningkat dan akan memenuhi target inflasi

Mengapa  Bank Indonesia memilih  QE ?

Alih-alih menerima usulan pemerintah RI untuk menambah jumlah uang beredar dengan mencetak uang. Bank Indonesia, memilih melakukan Quantitative Easing (QE) untuk memperluas jumlah uang beredar melalui pembelian aset atau SBN dari pasar sekuder yang dijual asing, menurunkan setoran giro wajib minimum (GWM) perbankkan guna menambah likuiditas di perbankkan. 

Quantitative Easing (QE) menggeser fokus kebijakan moneter ke arah kuantitas uang serta harga uang. Dengan tingkat suku bunga yang mendekati nol, pembelian SBN harus memberikan stimulus tambahan untuk pengeluran uang secara nominal karena hal tersebut dapat membantu memenuhi target inflasi.

Dilansir dari website Bank Indonesia 2020, target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. 

Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). 

Sasaran inflasi 2019-2021 ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 124/PMK.010/2017, masing-masing sebesar 3,5%, 3,0% dan 3,0%, dengan deviasi masing-masing 1%. Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil.

Berdasarkan siaran pers hasil rapat dewan gubernur Bank Indonesia (RDG) pada tanggal 19 Mei 2020 pukul 13.30. Bank Indonesia melaporkan bahwa inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi IHK pada april 2020 tercatat sebesra 0,08% (mtm) lebih rendah dari bulan Maret yang tercatat sebesar 0, 10% (mtm). 

Inflasi yang rendah ini diakibatkan dari dampaknya penyebaran Covid 10. Dimana kebijakan pemerintah untuk melakukan social distancing dan pysichal distancing dalam upaya memutus tali penyebaran Covid 19 secara tidak langsung menurunkan minat konsumsi masyarakat sehingga harga-harga mulai turun. 

Inflasi inti menurun, dipengaruhi oleh konsistenya Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspetasi inflasi sesui dengan target dan melambatnya permintaan domestik.

 Kelompok volatile food mencatat bahwa deflasi yang terjadi dipengaruhi oleh korelaasi harga di beberapa komoditas akibat melambatnya permintaan serta memadainya pasokan. 

Sementara itu kelompok administered prices juga mencatat bahwa deflasi yang terjadi didorong oleh berlanjutnya hubungan tarif angkatan udara Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi IHK April 2020 tercatat 2,67% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan lalu sebesar 2,96% (yoy).

Inflasi harus memenuhi target yang telah ditetapkan dikisaran angka 3%, sehingga target ata sasaran tingkat pertumbuhan nasional tercapai dan ekonomi tetap stabil. dalam hal ini Bank Indonesia terus melakukan kebijakan QE. 

Bank Indonesia melalui siaran hasil RDG melaporkan bahwa sejak awal tahun 2020 Bank Indonesia telah menyutikan dananya pada perbankan sebesar Rp 583.5 T, untuk menambah likuiditas perbankan sehingga cadangan likuiditas di bank tetap stabil dan aktivitas pasar keuangan stabil. Penyuntikan dana terhadap perbankan ini diharapkan dapat mendorong perekonomian kian membaik ditengah pandemi saat ini.

Terdapat ekspetasi yang cukup tinggi dalam melakukan kebijakan Quantitative Easing (QE) untuk mencapai target inflasi yang telah ditetapkan oleh BI, mengingat bertambahnya ketersediaan kredit di perbankan. 

Penambahan kredit serta penurunan suku bunga yang dilakukan BI, mengharapkan bahwa masyarakat akan meminjam uang di bank sehingga daya beli meningkat. Ketika daya beli masyarakat meingkat maka harga akan stabil dan inflasi akan memenuhi target sehingga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi dengan lancar.

Namun, terdapat ketidakpastian yang cukup besar tentang kekuatan dan kecepatan efek dari kebijakan BI yang telah dilakukan untuk memulihkan perekonomian. dimana hal itu tergantung pada bagaimana respon perbankan dalam tambahan likuiditas yang mereka miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun