Mohon tunggu...
Elok Muzayyanah
Elok Muzayyanah Mohon Tunggu... Administrasi - IESP 17 Universitas Jember

“Education is not preparation for life. Education is life it self ” (John Dewey)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pandemi Covid 19 Guncang Mata Uang Rupiah

6 April 2020   12:20 Diperbarui: 6 April 2020   12:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut data akun WhatsApp resmi pemerintah Indonesia, Covid 19 telah menyebar di 209 negara atau kawasan di dunia, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat yang menjadi tonggak perputaran perekonomian global. 

Covid 19 merupakan sebuah pandemi yang mengguncang kehidupan manusia baik dari aspek kemanusian, aspek kesehatan dan aspek perekonomian.

Virus yang berasal dari negeri tirai bambu tersebut telah menimbulkan  ketidakpastian yang tinggi sehingga menekan sebagian mata uang dunia termasuk rupiah dan menurukan kinerja pasar keuangan global.

Covid 19 telah menyebabkan macetnya pergerakan nilai tukar mata uang di dunia, di mana pergerakan nilai tukar mata uang mencerminkan harga relatif mata uang terhadap mata uang lain. 

Penyebaran Covid 19 yang cepat dan luas menyebakan terjadinya fluktuasi terhadap pergerakan mata uang di dunia yang akan mengakibatkan perubahan perilaku economic agent atau pelaku kegiatan ekonomi dalam keputusan bisnisnya. 

Ketidakstabilan pasar keuangan global akan mempengaruhi perilaku investor dalam menanamkan atau menarik modalnya terhadap negara yang tidak dengan cepat dalam memitigasi penyebaran Covid 19 . 

Penerapan lockdown di China beberapa waktu lalu dalam memitigasi penyebaran covid 19 mendorong beberapa negara terdampak Covid 19  juga melakukan hal serupa diberbagai negara seperti Italia dan Amerika Serikat, hal ini mengakibatkan matinya laju perekonomian global. 

Seperti terhambatnya ekspor-impor antar negara dan ketidakpastian yang muncul dalam pasar keuangan yang akan menjerumuskan pada resesi global.

Pandemi Covid 19 menjadi ancaman terjadinya resesi global di tahun 2020 yang akan lebih parah dari resesi keuangan global di tahun 2008. Mungkin istilah black swan akan muncul kembali, di mana suatu keadaan yang sulit untuk di prediksi yang akan mempengaruhi penurunan kinerja pasar keuangan global.

The Fed dalam dua minggu terakhir di bulan Maret 2020 telah memangkas suku bunga untuk kedua kalinya. Pada 16 Maret 2020, The Fed telah memangkas suku bunga acuan menjadi 0,25%-0,00% guna memitigasi penyebaran covid 19, hal ini memicu dollar semakin diburu oleh para investor dan mendorong berbagai negara menurunkan suku bunga acuannya.

Bank Indonesia dalam laporannya pada tanggal 19 Maret 2020 memutuskan memangkas  suku bunga menjadi 4,5% guna mengimbangi penurunan suku bunga acuan The Fed dan berbagai negara lainnya serta memitigasi dampak perekonomian akibat penyebaran Covid 19. 

Telah kita ketahui bahwa Covid 19 telah mendatangkan ketidakpastian yang tinggi terhadap pasar terutama pasar keuangan. Dolar telah menjadi primadona saat wabah sekarang ini, semua mata uang di dunia melemah di depan dolar, termasuk rupiah yang satu minggu terakhir mengalami pelemahan. 

Sepanjang pekan ini, rupiah melemah 1,86% di hadapan greenback.  Mayoritas mata uang utama Asia juga terdepresiasi terhadap dolar AS, tetapi rupiah menjadi terlemah kedua, hanya lebih baik dari won Korea Selatan (Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia).

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dirilis oleh Bank Indonesia, pada 18 Februari 2020 rupiah masih berada dikisaran Rp 13.676 menguat terhadap dolar hal ini terjadi sebelum memuncaknya penyebaran Covid 19 didunia bahkan di Indonesia sendiripun belum dinyataakan terdampak penyebaran Covid 19. 

Pada awal bulan Maret 2020, yakni 2 Maret 2020 setelah dinyatakan bahwa Indonesia terdampak covid 19 rupiah ditutup melemah dengan  menembus angka Rp 13.000 yakni Rp 14.413 dan sempat menguat hingga 9 Maret 2020 yang berada pada kisaran Rp 14.342. 

Pada tanggal 17 Maret 2020 nilai tukar rupiah di pasar spot melemah tajam dengan menembus hingga Rp 15.083 dan terus mengalami perlemahan terhadap dolar dan mata uang Asia. 

Hingga pada tanggal 20 Maret 2020 rupiah terdepresiasi menembus Rp 16.273 dan terus mengalami penekanan hingga data terakhir yang terlampir pada Jisdor, 3 April 2020 rupiah masih melemah di kisaran Rp 16.464.

Pelemahan rupiah terhadap dolar tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan diberbagai negara yang mungkin terdampak penyebaran Covid 19. Penyebab terus melemahnya rupiah terhadap dolar tidak jauh-jauh dari dampak penyebaran Covid 19 yang menimbulkan ketidakpastian yang tinggi terhadap investor global. 

Ketidakpastian global yang tinggi mendorong kepanikan yang menyebabkan investor melepas aset keuangan mulai dari mata uang, saham, obligasi dan lain sebagainya dan beralih pada uang tunai. 

Untuk mengatasi hal ini Bank Indonesia akan terus memastikan mekanisme pasar dan likuiditas terjaga serta meningkatkan intesitas triple intervention (Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo).

Selain itu, pelemahan rupiah terhadap dolar juga akan mengakibatkan harga-harga melambung tinggi dan akan mengakibatkan barang-barang impor seperti bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi lebih mahal serta mengakibatkan terjadinya kenaikan harga dalam negeri. 

Dapat kita lihat harga-harga bawang merah, bawang putih, yang melonjak tinggi ketika rupiah melemah dihadapan dolar, hal ini juga menimbulkan kepanikan pada pelaku pasar komoditas atau yang dapat kita sebut sebagai panic buying

Apakah panic buying baik ? menurut saya, tidak sama sekali karena panic buying akan menghambat orang-orang dengan berpendapatan dibawah rata-rata sulit mendapatkan bahan makan pokok ataupun barang-barang lainnya seperti masker ataupun handsanitaizer karena telah kehabisan, selain itu panic buying juga akan dimanfaatkan oleh pemburu rente untuk menjual barang-barang yang langka dengan peningkatan harga yang tinggi karena setiap individu akan tetap membeli dan mencarinya, hal ini akan mempengaruhi harga dan penurunan daya beli masyarkat.

Volatilitas nilai tukar mata uang menurut Rudiger Dornbusch tahun 1976 dalam papernya yang berjudul Expectations and Exchange Rate Dynamics dinyatakan bahwa "....stickiness of goods prices forced exchange rates to carry all the shortrun adjustment of the economy in response to unanticipated monetary shocks...". 

Berdasarkan pada pemahaman tersebut dapat dijelaskan lagi bahwa ketidakpastian yang terjadi pada sektor moneter dapat berdampak pada pergerakan nilai tukar mata uang. 

Dalam konteks perekonomian Indonesia, gejolak perekonomian eksternal yang terjadi selama ini memberikan peringatan (early warning system) bagi otoritas moneter dalam negeri untuk segera merespon dengan kebijaksanaan moneter yang sesuai dengan kondisi pasar. 

Manakala peringatan yang ada tidak mendapatkan respon positif dari otoritas moneter, maka hal tersebut dapat berdampak pada kegiatan perekonomian domestik. 

Krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1997/1998 memberikan gambaran nyata akan gejolak eksternal yang terjadi dapat dengan cepat mempengaruhi fundamental perekonomian melalui jalur nilai tukar mata uang, tingkat bunga dan inflasi (Imam Mukhlis, 2011).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun