Tuk, tuk,tuk.
Melewati dedaunan hijau di antara ranting-ranting pohon, surai yang lolos dari cepolan Ara bergelombang disapa angin lalu. Dia tersenyum menyadari bunyi ketukan tongkat menghampiri. Gingsul manisnya tampak kala itu.
"Rei! Di sini!" sapanya, mendapati si pengetuk tongkat kehilangan arah.
"Aku datang!"
Ara bangkit dari tempatnya, menghampiri Rei untuk sekadar meluruskan jalannya. Khawatir terjatuh dan tersandung batu.
Namun, bantuan Ara ditepis pelan. "Gak perlu, Ra. Aku bisa," tolak Rei.
"Nanti kamu jatuh!"
"Gak mungkin jatuh. Aku bisa sendi- ADUH!"
"Eh Rei!"
Rei mengaduh kesakitan. Sandal jepitnya tanpa sengaja terlepas, alhasil kakinya mengijak kerikil tajam yang bermuara di dekat rumput. Syukurnya tidak sampai terluka.
"Tuh kan! Apa kubilang?!" omel Ara sedangkan Rei terkekeh pelan. "Keras kepala sih, kamu!" lanjutnya.