Mohon tunggu...
Elnado Legowo
Elnado Legowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Kata-kata memiliki kekuatan untuk mengesankan pikiran tanpa menyempurnakan ketakutan dari kenyataan mereka. - Edgar Allan Poe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penumpang ke Kampung Rawabelis

17 Maret 2021   19:16 Diperbarui: 30 Desember 2021   21:03 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: news.detik.com

Tejo mengikuti perintahnya dan masuk ke dalam jalan itu. Tidak jauh di dalam sana, terdapat sebuah jembatan gantung bambu yang arkais. Panjangnya kurang lebih sekitar 50 meter yang menyeberangi sebuah sungai dan menghubungkannya ke suatu tempat yang gelap.

Tejo merasa heran saat melihat jembatan itu. Sebab dia tidak pernah melihatnya di Jakarta. Maka itu, dia menyeberanginya dengan kewaskitaan, karena sebagian besar bambunya sudah lapuk.

Setelah Tejo melewati jembatan itu, terlihat sebuah plang besi tua berkarat yang terletak tidak jauh dari pintu jembatan, dengan bertuliskan;

Selamat Datang di Kampung Rawabelis

Lantas Tejo melaju masuk ke dalam kampung tersebut dengan perasaan cemas, bingung, dan penasaran.

Tempatnya sangat gelap karena tidak ada lampu penerang jalan, sehingga lampu motornya menjadi satu-satunya alat penerang yang ada. Jalanannya masih terbentuk dari tanah yang dihiasi oleh berbatuan kerikil. Rerumputan liar dan pepohonan besar masih bertumbuh subur di sekeliling jalan. Di pinggir jalan banyak dihiasi oleh batu-batu yang berbentuk seperti nisan - tertata bagaikan area pemakaman tanpa nama - dan patung-patung batu yang berbentuk dedemit. Perumahan yang berdiri di pinggir jalan juga masih berbentuk rumah kebaya yang memiliki corak warna suram daripada rumah kebaya pada umumnya dan terlihat tidak terawat.

Selain itu, Tejo merasa ada sesuatu yang mengawasinya dari kegelapan di sepanjang jalan, terutama dari balik jendela rumah-rumah kebaya itu. Ditambah dengan suasana lingkungan yang sepi - bagaikan kota mati - semakin membangun atmosfer horor. Walhasil Tejo merasa sangat tidak nyaman selama berada di dalam kampung itu.

“Berhenti mas! Kita sudah sampai. Rumah saya ada di sebelah kanan.” ujar Dhini.

Lantas Tejo langsung menepi ke bahu kanan jalan dan memarkirkan motornya di depan sebuah rumah kebaya yang berwarna nila dan cokelat tua yang pudar, serta pepohonan dan tanaman kering yang menghiasi halaman rumah itu, sehingga memberi kesan melankolis.

Dhini turun dari motor dan berkata;

“Mas, bisa bantu bawakan tas jinjing ini ke dalam rumah? Sama sekalian, saya mau ambil uang.” ujarnya sambil mengembalikan helm penumpang yang telah digunakannya kepada Tejo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun