Alhamdulillah harani kok torang. Jadi sikandua ga bucarita pai di kuti kaunyin na. Bak gawi sikam ti Kompal angguai agenda "menulis dengan Bahasa Ibu", jadi sikandua ga ngaramiku agenda Kompal pai. Bahasa Ibu sikandua adalah Bahasa Kumoring. Sebab sikandua jolma Kumoring.
Laily, moili cindo jak tiuh Surabaya Kumoring mojong ti garang lombahan. Pudakna torang dan wahwah. Porsis juk mahatahari ampai luah sai tisobut hun rik "sunrise" ho. Cindo pudakna, badannya tinggi, makya kurus, mak munih gomuk. Sahinggona, cak jolma tiuh sija,lagakda. Bunga desa cak tian. Sambil iya mojong tigarang sina, jak bibirna ia bunyanyi,
"Hatiku sodih... sakit dilom
Jak niku lapah, mak mulang-mulang..."
Kiayku sayang dang mak ingok ku....
Dang muniga, dang muniga...
gancangda mulang, kiay kuponah..."
Laily, kok tolu bulan ditinggal  tinadaina burangkat ti Pulimbang. Cak tinadaina ga nyopok gawian bakna ia mak haga butani.Â
Alhasil, sodih rasa hati Laily. Zaman paija, makkung angka Handphone, apilagi sagala smartphone juk zaman ganta. Jadi Laily mih budoa  dan bunyanyi. Andoaku tinadaina gancang mulang ti tiuh tian.
Bulan buganti bulan, mak angka kabar jak tinadaina. Laily akhirna nyorah rik takdirna. Bakna ia bunga desa, lamon maranai ngahagako iya jadi anggoman. Bakna tinadaina kok jadi Bang Toyib, mak mulang-mulang, Laily akhirna menerima lamaran anak pak Kades tiuh na. Good Job Laily.
Juksina da caritana pun. Lagu Diunggak Ijan, Kiay kuponah kok jadi lagu terkenal ganta. Lagu moili Kumoring menunggu tiuh sambil menunggu tinadai atawa lakina sai lagi merantau.
Sayangna, sikandua mak nomu versi lama lagu sina. Mih Nomu versi baruna dija.
Terjemahannya:
Alhamdulilah, hari telah terang.  Jadi saya akan bercerita kepada kalian semua. Ya karena Kompal mempunyai agenda "menulis Dengan Bahasa Ibu", jadi  saya ikut meramaikan agenda ini. Bahasa Ibu saya adalah Bahasa Komering, sebab saya orang Komering.Â
Laily, gadis cantik dari Dusun Surabaya Komering sedang duduk di tangga rumahnya (rumah di dusun zaman dahulu adalah rumah panggung yang memiliki tangga).Â
Wajahnya terang benderang. Persis seperti matahari baru keluar dari peraduannya yang disebut orang dengan "sunrise". Wajahnya cantik, tubuhnya tinggi, badannya tidak kurus dan tidak pula gemuk. Â Pokoknya cantik dan cakeplah. Laily adalah Bunga Desa bagi warga dusun itu.Â
Sambil ia duduk di tangga, dari bibirnya Laily bernyanyi,
"Hatiku sedih, sakit didalam hati
Semenjak engkau pergi, tidak pulang juga
Abangku sayang, jangan tidak ingat (jangan lupakan) akuÂ
Jangan lama, jangan lama kali
cepatlah pulang, abang kutunggu
Laily sudah tiga bulan ditinggal kekasihnya merantau ke Palembang. Kata kekasihnya akan mencari kerja di Palembang karena kekasihnya itu tidak mau menjadi petani.Â
Alhasil, sedih hati Laily. Zaman dulu belum ada Handphone, apalagi smartphone seperti sekarang. Jadi Laily hanya berdoa dan bernyanyi menyuarakan isi hatinya. Ia mendoakan kekasihnya agar cepat pulang ke desanya.
Bulan berganti bulan, tidak ada kabar dari kekasihnya. Â Sebab Laily bunga desa, banyak jejaka di desa yang ingin menjadikan ia istri mereka. Apalagi karena kekasihnya tidak ada kabar layaknya Bang Toyib yang tidak pulang-pulang. Â Laily akhirnya mneyerah kepda takdirya. Ia menerima lamaran anak kepala desa yang melamarnya.Â
Begitulah ceritanya. Lagu Diunggak Ijan, Kiay Kuponah terlanjur menjadi lagu terkenal dari Komering sampai saat ini. Lagu gadis Komering sedang menunggu kekasihnya merantau.Â
Sayang saya tidak menemukan versi lama lagu itu. Hanya menemukan versi barunya di atas.
Tentu saja, cuma rekaan saja demi Agenda Kompal. Salam .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H