Rekayasa sosial (social engineering).
Beberapa contoh kasus mengenai perevisian UU Jalan mengenai tarif tol dimana DPR berencana merevisi Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 Tahun 2005 Pasal 68 yang mengatur soal evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 tahun sekali yang disesuaikan dengan inflasi. Hal itu akan dilakukan lantaran banyak pro kontra hadir seiring pemerintah mengumumkan kebijakan kenaikan 14 ruas tarif tol.
Contoh lain mengenai ketidak-berlakuannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka terhadap pengemudi kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal, tidak lagi sepenuhnya diproses berdasarkan Pasal 359 KUHP melainkan berdasarkan Pasal 310 ayat (4) Jo ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 sebab UU No. 22 Tahun 2009 hukuman yang diberlakukan didalamnya, kurang setimpal dan kurang adanya keadilan.
Dalam dimensi efektifitas penerapan hukum, menurut Antony Allot problem dalam pemancaran akhir norma hukum, disebabkan tidak menyebarnya norma hukum yang diterbitkan. Hukum tidak bisa diadaptasi subjek sebagai pesan intruksional (intructional messeges) karena membutuhkan lawyer atau pengacara sebagai special decoders namun tidak bisa/mampu menyediakannya. Kemudian, konflik antara arah dan tujuan legislator dengan kebiasaan sosiologis masyarakat (nature of society). Terjadinya kesenjangan antara masyarakat modern (modern society) dan masyarakat adat (customary society). Kegagalan implementasi hukum itu sendiri, acapkali tidak cukup tersedia perangkat-perangkat norma (norms), perintah (orders), institusi (institution), atau proses (processes) Â yang berkaitan dengan Undang-undang (UU).
Selain itu juga kelebihan dari efektifitas hukum adalah untuk masyarakat dapat tertib dan patuh atas penegak hukum terhadap masyarakat itu sendiri, dan juga sadar adanya fasilitas dan sarana penegakan hukum. Kelemahannya dari efektivitas hukum adalah, keterbatasan kemampuan dari penegakan hukum, tingkat aspirasi yang belum tinggi dan memadai, kurangnya inovatif yang berada dalam hukum itu sendiri.
Dalam teorinya Soerjono Soekanto, memang menjabarkan 5 faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum. Di Indonesia sendiri, efektivitas hukumnya masih banyak adanya kekurangan. Dari dua contoh diatas, faktor yang mempengaruhinya yaitu penegak hukumnya dan hukum itu sendiri. Rakyat Indonesia terhadap hukum memang masih lemah akan kesadarannya, namun juga kedua faktor yang disebutkan sebelumnya juga memberi pengaruh yang cukup kurang dalam efektivitas hukum Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H