Ibarat virus influenza yang nyaris mustahil ditiadakan samasekali, maka yang dapat kita lakukan adalah meningkatkan daya tahan diri kita sendiri termasuk melalui "konsumsi" bernutrisi, begitu pula soal kebiasaan stereotip ini. Lalu lintas informasi di kepala akhirnya akan menentukan apakah virus oversimplified itu akan menjauh atau justru betah bersarang di tubuh.
Sama seperti kata-kata dari kepala sekolah di film Wonder: "everything have two sides of story". Bukankah harus kita akui begitu pula hampir semua hal di dunia ini? Ada polisi yang curang, ada pula yang jujur. Ada lelaki brengsek tapi masih banyak pula lelaki setia. Pun banyak hal lain yang tidak bisa dengan enteng dikategorikan atas satu definisi mutlak.
Lalu bagaimana mengurangi kebiasaan ini? Entahlah. Saya bukan seorang sosiolog atau pakar di bidang ini. Bagi saya pribadi kebiasaan melabel berangkat dari ketidakpahaman seseorang akan kompleksnya manusia, maka salah satu caranya adalah dengan berusaha memperkaya diri. Melalui kawan yang dimiliki, bacaan yang dikonsumsi, pengalaman yang diraih, tempat baru yang dikunjungi, dan berbagai cara lain.
Sehingga jika nanti bertemu seseorang yang masih suka stereotip, saya akan menyarankan "Berteman dan membacalah lebih banyak. Mainlah makin jauh."
Salam,
(cte.)