Tidak terasa kalau hari ini sudah masuk hari keenam bulan Ramadan. Sudah sejak beberapa hari yang lalu, di mana-mana tulisan Marhaban ya, Ramadan bermunculan. Di televisi, koran, radio, media sosial, atau di telepon seluler, baik melalui SMS maupun BBM. Ungkapan kegembiraan menyambut datangnya bulan Ramadan itu tampil dengan berbagai ekspresi. Bahkan banner dan baliho kedua Capres kita pun tidak ketinggalan menyerukan ungkapan itu. Mereka pun tak lupa
( karena memang tujuan utamanya itu) menyisipkan pesan untuk memilih dirinya dalam Pemilu yang akan digelar pada tanggal 9 Juli nanti.
Lalu apa yang membuat bulan Ramadan itu begitu istimewa, sehingga seolah setiap unsur di masyarakat begitu bersemangat dan tidak sabar menanti kedatangannya? Ulama pendahulu, sampai menggubah sebuah syair yang berisi pujian bagi bulan istimewa ini memakai kata "marhaban". Kata yang sama yang dipakai untuk memuji dan menyambut, manusia termulia, Rasulullah Muhammad Saw. Coba simak teks shalawat di bawah ini:
1. Marhaban ya, syahrul Ramadan ( Selamat datang, wahai bulan Ramadan)
مَرْحَبَاً يَا شَهْرَ رَمَضَانْ مَرْحَبَاً شَهْرَ الْعِبَادَةْ
مَرْحَبَاً يَا شَهْرَ رَمَضَانْ مَرْحَبَاً شَهْرَ السَّعَادَةْ
Selamat datang wahai Ramadan, selamat datang wahai bulan ibadah,
Selamat datang wahai Ramadan, selamat datang wahai bulan kebahagiaan,
مَرْحَبَاً يَا زَاهِرَ اْلآنْ فِيْ الْمَجَالِيْ بِالزِّيَادَةْ
لِلأَخِلاَّ قُرَّةْ أَعْيَانْ أَنْتَ يَا شَهْرَ الإِفَادَةْ
Selamat datang wahai yang tiba dengan cahaya dalam kejelasan bertambahnya anugerah,
Bagi para kekasih Allah, engkau adalah kesayangan mereka wahai bulan yang penuh dengan keberuntungan,
.........................................................
2. Marhaban ya, Nurul Aini (Selamat datang, wahai cahaya mataku)
Marhaban Ya Nurol ’Aini
Marhaban Marhaban
Marhaban Jaddal Husaini
Marhaban Marhaban
.....................................
Menyimak kedua teks di atas kata Marhaban diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti "Selamat datang". Itu berarti dalam mengungkapkan kegembiraan menyambut Ramadan disejajarkan dengan kegembiraan menyambut Rasulullah Saw. Sedangkan di dalam bahasa Arab, ada juga ungkapan untuk penyambutan sesuatu/ seseorang itu dengan memakai Ahlan wa sahlan? Mengapa tidak menggunakan kata Ahlan wa sahlan? Apakah ada perbedaan makna atau nilai rasa antara Marhaban dan Ahlan wa sahlan di dalam bahasa Arab?
Ya, betul sekali . Di dalam bahasa Arab ada perbedaan penggunaan kata Ahlan wa sahlan dan Marhaban,walaupun keduanya sama-sama diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata selamat datang.
Ahlan wa sahlan terdiri atas kata Ahlan yang berakar dari kata ahl yang berarti keluarga, sedangkan sahlan dari kata sahl yang berarti mudah. Sahl juga berarti dataran rendah, yaitu tempat yang mudah dilalui oleh para pejalan kaki, tidak seperti tanjakan tinggi. Ahlan wa sahlan adalah ungkapan selamat datang yang menyiratkan kepada tamunya bahwa mereka (tamu tersebut) adalah bagian dari keluarga (tuan rumah) atau Anda berada di tengah keluarga Anda sendiri dan ke mana pun melangkahkan kaki, Anda akan dimudahkan oleh tuan rumah”.
Sehingga sebetulnya Ahlan wa sahlan memiliki makna yang lebih dalam lagi dari sekadar mengucapkan selamat datang dalam bahasa Indonesia.
Marhaban berasal dari akar kata rahb yang artinya luas atau lapang. Dari akar kata yang sama muncul kata rahiba yang artinya selamat datang. Maka muncullah kata marhaban untuk mengungkapkan kegembiraan kedatangan tamu yang sangat istimewa. Yang dalam penerimaannya disambut dengan penuh kelapangan dada dan untuknya dipersiapkan ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.” Dengan demikian Marhaban ya Ramadan mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya tidak “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita. Sebaliknya, dengan kedatangan bulan yang mulia tersebut kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt (Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,penerbit Mizan, 1989).
Oleh karena itu, orang-orang yang menuliskan dan menebarkan ungkapan Marhaban ya Ramadan di mana-mana dan ke mana-mana, dan dengan berbagai cara itu, harus mempunyai tanggung jawab moral untuk turut serta mengisi Ramadan. Yaitu dengan turut melaksanakan amaliah yang sesuai dengan tuntunan al-Quran yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jangan seperti calo bis di terminal, yang kerjanya menggiring orang untuk naik bis yang di"kawal"nya. Pada saat bis sudah penuh dengan orang yang digaetnya dan bis hendak berangkat , dia sendiri tidak ikut di dalamnya.
Bagi orang yang beriman, bukan suatu kebetulan jika pada Ramadan kali ini, umat Islam Indonesia menghadapi dua peristiwa yang sangat penting bagi kehidupan beragama dan bernegaranya. Yaitu melaksanakan ibadah shaum dan memilih calon pemimpin, yang akan bertanggung jawab akan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita, sampai pemilu yang akan datang lagi. Semoga momentum pemilihan calon pemimpin negara di bulan yang penuh keistimewaan ini memberikan pencerahan bagi para pemilih maupun yang dipilih untuk bertindak lebih arif. Bukan asal memilih dan bukan asal janji. Capres, siapa pun nanti yang terpilih jangan lupa janji-janji semasa kampanye dibuktikan dengan kerja nyata. Anda berjanji bukan hanya di depan manusia lho. Ada malaikat yang mencatat dan Allah yang Menyaksikan. Semoga.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Al Isra:36)”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H