Mohon tunggu...
Ell Faridzy
Ell Faridzy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pegiat Teknologi

Merupakan pegiat teknologi yang berfokus pada pengembangan sistem skala besar. Selain itu menulis hal-hal yang bermanfaat adalah suatu hoby.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ringkasan Ngaji Ihya' Gus Ulil: Aspek Feminin dalam Islam

23 November 2021   19:57 Diperbarui: 23 November 2021   20:14 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbeda dari pandangan modern yang dominan, bahwa perempuan adalah sosok penggoda (jangan heran bahwa dalam kasus perkosaan perempuan, sang korban, seringkali justru menjadi pihak yang disudutkan dan disalahkan), dalam literatur dan sejarah agama-agama besar sosok perempuan yang saleh, berilmu, dan bertakwa justru dianggap sebagai lambang jiwa manusia yang merindukan Tuhan.

Tradisi Kristen, misalnya, mengenal banyak sosok perempuan misterius yang menyebut diri mereka sebagai “perawan-perawan Tuhan”, dan menerima segenap ketentuan-nya tanpa ragu atau reserve sedikitpun. Dalam bukunya Jiwaku Adalah Wanita Schimmel  menyebutkan bahwa “Dunia Kristen mengenal sejumlah wanita mistik dan membanggakan para penyanyinya yang melagukan “minne” (= kekasih) Tuhan.”

Schimmel juga menggambarkan tentang perempuan-perempuan yang berusaha “merealisasikan misteri kelahiran dan perawatan Bayi Kristus” (tentu saja ini adalah majas, yang menghaluskan proses batin Maria selama mengandung hingga merawat Isa) dalam kehidupan mereka sendiri seperti Margarete Ebner, serta wanita-wanita yang mengabdikan diri kepada Tuhan secara mutlak. Sebutlah misalnya Teresa dari Avila, Catherine dari Siena, serta Brigitta dari Swedia.

Harus diakui bahwa karya Schimmel ini mengantarkan pada pemahaman yang lebih baik tentang peranan wanita dalam mistisisme Islam, senafas dengan karya Sachiko Murata, The Tao of Islam, yang meneliti hubungan antara jenis kelamin dalam Islam. Tentang sosok Ruth dan Naomi, Schimmel menjelaskan bahwa mereka adalah “wanita muda atau perawan penyayang yang menyerahkan cintanya dengan penuh kerendahan hati, atau (seperti Sulamith dalam Nyanyian Sulaiman) yang melimpahi kekasihnya dengan hasrat dan semangat, atau kaum wanita yang terhitung jumlahnya, yang mengira diri mereka sebagai “perawan-perawan Tuhan” dan dengan anggun serta tanpa ragu-ragu menerima setiap ketentuan-Nya. Dalam tradisi lain, India, bahkan disebutkan bahwa hanya kaum wanita yang dapat benar-benar mengalami prema, “cinta yang tak terpenuhi,” dan vihara, “kerinduan,” dan ketika kekasihnya, tunangan nya, atau suaminya jauh, dia merasakan derita perpisahan yang tak terkatakan.

Citra Perempuan dalam Sufisme

Dalam mistik Islam diakui bahwa bahwa kehidupan tidak mungkin ada tanpa polaritas antara pria dan wanita (lihat antara lain The Tao of Islam-nya Sachiko Murata). Ketika Al-Quran (2:187) menyatakan kepada kaum pria bahwa “Kaum wanita adalah pakaianmu dan kamu adalah pakaian mereka”, fenomenologi agama menafsirkan ini dalam pengertian bahwa yang satu secara teknis selalu menjadi alter ego dari yang lain sebab pakaian (sebagai bagian atau aspek dari seseorang) sering digunakan sebagai pars pro toto untuk mewakili seluruh diri seseorang.

Selanjutnya, Schimmel menyebutkan bahwa tasawuf (mistisisme Islam) seluruhnya diwarnai oleh ciri-ciri feminine. Meskipun kebanyakan menggambarkan mengenai cinta platonis, seperti dalam kisah Zulaikha dan Yusuf. Zulaikha (Sulaika) namanya, istri Potiphar, yang mengerahkan segala upaya untuk merayu Joseph (Yusuf). Tak terhitung banyaknya penyair yang menganggapnya sebagai lambang nafs, dan tak perlu dikatakan lagi nafs ini disucikan oleh cinta tanpa batas dan kesedihan tak terkira yang diakibatkan olehnya sebelum akhirnya disatukan dengan Yusuf. 

Di ujung jalan, wanita penuh kasih yang tak kenal lelah dalam pencariannya, dan yang luar biasa penderitaannya itu menemukan keindahan tiada tara yang dicari-carinya dalam diri Yusuf. Cuplikan kisah Nabi Yusuf yang sangat terkenal ini muncul dalam salah satu sesi Ihya’,  dan dijelaskan bahwa yang memukau kaum perempuan bukanlah kualitas fisik Yusuf, melainkan kualitas ilahiah yang memancar dari jiwa (ruh)nya.

Dilihat dari sudut pandang ini, kisah Yusuf dan Zulaikha merupakan kisah tentang jiwa yang sangat merindukan sumber segala keindahan, merindukan Tuhan. Dan para pencari itu pria maupun wanita dianggap identik dengan Zulaikha.

Motif “ibu” juga mempunyai makna utama dalam Islam. Perhatian diarahkan pada fakta bahwa kata rahmah, “belas kasih,” berasal dari akar bahasa Arab yang sama dengan rahim, “peranakan”; karena itu akan mudah diterima jika kita membicarakan “kasih ibu” dari Sang Pencipta dalam pengertian yang paling luas. “Surga berada di telapak kaki ibu,” kata Nabi, dan ibu pantas menerima perhatian dan dukungan yang tak henti-hentinya dari anak-anaknya. Dengan cara yang sama, jiwa juga dapat digambarkan sebagai unsur keibuan, seperti dijelaskan oleh Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin yang monumental. 

Dalam gerakan mistik-teosofi setiap tindakan yang produktif dapat dianggap sebagai suatu “perkawinan.” “Ketika unsur maskulin dan unsur feminin bekerjasama barulah kehidupan dapat ke tahapan yang lebih tinggi, sebagaimana bersatunya unsur maskulin yang berat “rasa takut” dan unsur feminin yang lembut “harapan” “mendorong lahirnya iman yang sejati,” seperti dikemukakan oleh Sahl al-Tusari (w. 896) jauh sebelumnya. Akal, yaitu terkait unsur yang, dan jiwa penerima, yaitu unsur yin, saling terkait dan  tak terpisahkan, seperti analisis dan sintesis atau seperti “ilmu pengetahuan dan cinta kasih.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun