🍃
:di tangannya
Ingin disajikannya jamuan tropis dipekarangan
lengkap dengan rumah pohon dan tangga tempat gereja kecil berbincang
tentang hukum alam dengan bukit hijau sebagai sajadah saat matahari bertasbih menegur nurani.
Ada lentera dari kunang menggantungi pohon kenang ketika malam rebah pada selimut lumut
:dikeningnya
Masih lekat sekuat ikatikat bambu Utuh seteduh ingatan
pada saung saung ladang di pedesaan
:di matanya
Paru dunia mengelupas
Seperih duri yang menyayat lengannya ketika mengibas
sebuah golok rompal menggorok leher rumput liar.
Seberang burung dan berang-berang membaui asap
mengepul dari kepekaan tumpul.
Roda truk pengeruk memudarkan motif batik pada telur cortunix cortunix
Deru mesin kerap membuat sapi terpeleset ngeri dalam lenguh keluh
sebab rumput yang disalaminya serta merta menjadi gurun pasir.
"Oh yang benar saja, aku bukan onta yang digariskan takdir bertahan bertahun tahun digurun"
Umpatnya sambil memuntahkan debu yang dinasabkan nasibnya oleh nisbi
Lambungnya menimbun cemas pada peti kemas
Sungai mengalir hanyalah perhentian gabus mengungsi
sebelum kalah saing dengan ikan sapu dan limbah besi
Kemudian dari matanya awan putih terbang
melewati
beranda seperti kepergian belibis eksotis melarikan diri pada
pergantian musim
Lalu mengabarkan pada anak gerimis,
tak ada lagi ranting yang ikhlas mengais.
Selamat menikmati jamuan seadanya, Tuan, Nyonya dan balita.
Hanya ada seduh peluh dan pasir tanpa gula
Bawalah bekal akal dan sekotak akhlak
Mungkin lusa kita dibangunkan dalam wujud berbeda
Bukan! Bukan reinkarnasi menjadi peri penikmat teh melati
Bisa jadi...
Kita terlahir menjadi robot industri yang merenta dengan modernisasi
Sudah merasa merdeka di tanah sendiri?
🍃
Eliyani LinKaRan, Agustus, bukan di tahun 1945
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H