Mohon tunggu...
Queen Foniks
Queen Foniks Mohon Tunggu... Mahasiswa - Merdeka Menulis

"When we write, we clarify our understanding and deepen our learning." About: - Language; English and Spanish - Short Story - Poetry - Book Review - Self Improvement Book.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Aku di Jalur Undangan

11 April 2022   10:45 Diperbarui: 20 April 2024   22:04 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pun mulai terdiam dari hisak tangisku. Kuseduh secangkir teh dan ku minum. Untuk kedua kalinya, aku menarik nafasku panjang, dan melakukannya berulang kali. Sambil menatap diriku di cermin, aku berkata " aku belum gagal,  plan A didn't work. Everything is gonna be okay". Ini mungkin belum waktu ku, dan masih ada jalur lain menuju PTN yang ingin kutuju.

 Aku akan berusaha lagi, dan sabar menunggu versi terbaiknya Tuhan untuk hidupku. Aku percaya Tuhan menatapku dari sana.

Aku teringat kepada sahabat ku, aku melakukan panggilan video dengan mereka. Aku melihat mata mereka membengkak, aku tahu mereka baru saja menangis. "Semangat lagi yok" ucapku sembari mengeluarkan senyuman dari bibirku, dan kami saling menguatkan lagi. "Pasti bisa, yok bangkit!" ucap sahabatku dan kami mengakhiri teleponan kami.

Hari sudah semakn gelap, aku duduk membisu di meja belajar ku, tak lama kemudian aku mendengar suara ibu memanggil namaku, dan ibu mengetuk pintu hingga beberapa kali. Saat aku membuka pintu, dan melihat sosok ibu yang berdiri di depan ku, aku memeluk ibu dan air mataku terjatuh lagi. " Ibu, aku gagal" ucapku dalam hatiku.

 Aku pun mengusap air mataku. Ini adalah waktu untuk tidur, dan aku berada di samping ibu dan memeluknya. Aku mencoba untuk menutup mataku, namun itu sangat susah. Aku tak bisa tidur, sedangkan di sampingku ibu tertidur nyenyak. Pandangan ku tertuju pada wajah ibu, aku tahu ibu sangat lelah. Tanpa kusadari air mataku terjatuh lagi. Dan kuputuskan untuk berbaring lagi dengan wajah yang lembab karena tangisku.

Pagi itu, Ibu sudah bagun dan menyajikan makanan, aku bergegas bangun dan membantu Ibu di dapur. Kami semua duduk dan menikmati makanan itu. Usai semua telah selesai, aku terdiam. Hening. Banyakk pertanyaan yang muncul di benakku. " Apa aku harus memberitahu ibu, kalau aku tidak lulus SNMPTN.

 Tapi, bagaimana jika ibu kecewa, sedih, dan memikirkan ku?" huff, aku menarik nafasku berat. Ternyata Ibu melihatku sedari tadi "ada apa Nak?"  tanya ibu padaku. Kakak lelaki ku menambahkan lagi " tau tu.. kenapa sih narik nafas berat kayak gitu. Kamu seperti orang tua yang punya anak 5 saja" ucapnya sambil terkekeh.

Akupun ikut terkekeh melihat kakak lelaki ku. Akhirnya aku mencoba berbicara, dan memberitahu mereka bahwa aku gagal dalam jalur SNMPTN. " Bu, maaf kan aku. Aku gagal bu. Aku tidak mendapatkan kursi PTN di jalur undangan itu Bu"

Ibu pun berdiri dan memegang pundakku, " Tidak apa-apa Nak, mungkin ini belum rejeki  mu. Jangan terlalu di pikirin. Kamu memang gagal, namun bukan berarti ini menjadi akhir dari segalanya. Sudah dulu sedih mu, Nak. Kamu bisa belajar lagi, dan mencoba di  jalur lain. Siapa tahu itu nanti yag menjadi renjeki mu.

 Intinya, tetap berharap sama Tuhan. Ingat kan, bahwa banyak jalan menuju roma, begitu juga banyak jalan menuju PTN. Ibu yakin, kamu pasti bisa, asal usaha dan jangan lupa utamain doa, semangat ya Nak. Walaupun ibu tida memiliki harta, tapi percayalah doa Ibu yang terbaik untukmu." Lega sekali rasanya mendengar Ibu berbicara seperti itu, aku terharu. "Terima  kasih Bu" ucapku sambil memeluk Ibu.

Hei.. buat kamu yang sudah membaca kisahku sampai akhir, aku mau ngucapin terima kasih banyak ya. Mungkin, kamu juga bernasip sama denganku. Gagal dalam SNMPTN, terkadang kita juga tidak terlalu berharap untuk menang di jalur itu. Tapi, yang namanya ditolak itu sakit. Yaudah, nggak apa-apa kok kalau kamu akhirnya memilih menangis, justru itu hal wajar, dan itu akan lebih baik. Jangan dipendam  ya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun