Aku berdiri di depan ruangan kantor Guru. Dengan rambut hitamku yang tergerai hingga sebatas pinggang, sepasang bola mata beriris dan hitam, dinaungi dengan bulu mata yang lentik. Guratan senyuman terpancar dari bibir ku, melihat wali kelasku yang berjalan menuju padaku. Ada kabar baik yang kudapat pagi ini.Â
Aku menjadi salah satu siswa eligible dari sekolahku. Melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah impianku sejak SMP. Hingga beberapa hari aku mengurus berkas ku, dan mengantarnya ke ruangan tata usaha.
Sambil menunggu pengumuman, aku juga mempersiapkan untuk bekalku di ujian SBMPTN nanti. Jujur, aku tidak memiliki banyak harapan di SNMPTN ini, karena terkadang hasilnya tidak sesuai dengan harapan kita. Ini lah hari yang di tunggu-tunggu, 23 Maret 2021.
 Aku bangun dari tempat tidurku, aku melangitkan doa ku pada yang Kuasa. Usai melakukan rutinitas pagi, aku menyiapkan hidangan untuk satu hari ini. Langkah kakiku menuju kamar mandi dan aku membersihkan badanku, aku meratapi wajahu di cermin itu, wajahku murung dan terlihat sedih.Â
Bisikku dalam hati, "ada apa ini? tidak biasanya aku seperti ini". Huff, kuhela nafasku panjang. Tiba-tiba, Ibu muncul dari ruang tengah. Ibu menitipkan beberapa pesan, dan berpamitan karena mereka akan berangkat ke Samosir untuk mengahadiri pesta keluarga. Bibirku enggan memberikan senyuman, tapi aku memaksa hal itu. Untuk kesekian kalinya aku tinggal sendirian di rumah.Â
Sepi, aku bosan memulai hari ku, rasanya jam dinding sangat lambat berdetak, jenuh rasanya.
Kuraih ponsel di atas meja belajarku, aku mengarah pada aplikasi you tobe dan membuka renungan untuk persiapan mentalku di saat pengumuman akan tiba. Akhirnya, aku sedikit lega dan pikiranku tenang. Aku memutuskan keluar rumah untuk menghilangkan rasa jenuhku.
 Aku mendapati di halaman rumahku seorang Nenek tua. Kira-kira dia sudah berumur 80-an tahun. Tangannya yang sudah keriput memegang erat cangkul, dan membawa ember berisikan pupuk kandang. Aku menghampirinya, dan berbicara padanya.
Katanya, dia hendak ke ladang dengan berjalan kaki. Hatiku mendadak bergerak sesuai naluri untuk membantunya membawa ember nya. Kupegang erat tangannya yang sudah keriput, namun masih berusaha tetap kuat. Keputusanku untuk ikut keladang nenek itu, membuatku bisa memanfaatkan beberapa jam waktu ku sambil menunggu pengumuman untuk SNMPTN.
Saat kaki ku melangkah kecil sambil membantu nenek itu berjalan, aku melihat guratan senyum dan wajahnya nampak girang. Matanya berkaca-kaca, tangannya menuju pundakku dan menatapku
" aku tidak memiliki uang, anakku" katanya padaku
" aku tidak menginginkan uang, Nek" balasku sambil tersenyum."
Hingga akhirnya kami sampai di ladang Nenek itu. Dia melihat kopi merah di ladang nya. Aku membantunya mengutip kopi merah itu. Aku bahagia mendengar Nenek itu menceritakan banyak hal padaku, bahkan kisah masa muda nya. Yang membuat kami tertawa bersama.Â
Menit demi menit waktu berjalan, tak terasa kami telah memetik 1 ember biji kopi itu. Dia sangat senang, guratan senyum selalu muncul dari bibir nya, hingga aku melihat gigi yang sudah berlubang itu. Dia kelihatan bahagia, dan aku senang melihatnya seperti itu.
Lagi dan lagi dia menatapku dan memelukku dengan erat. Aku merasa begitu nyaman dalam pelukannya. Dia mencium keningku, dan berkata " Tuhan memberkatimu". Aku pun mengangguk mengaminkan ucapan nenek itu. Tangannya yang sudah melemah memegang tanganku, dia menatap aku dengan mata yang berbinar, aku merasa seakan-akan dia berkata bahwa semua akan baik-baik saja.
Aku pun tersenyum dan hampir mengabaikan tatapan sang Nenek. Melihat begitu dalamnya tatapan nenek, aku terharu. Dengan fisik yang tidak lagi kuat, tetapi dia masih memaksakan diri untuk keladang. Yang kupikirkan di umurnya yang sudah setua ini, seharusnya lebih banyak istirahat di rumah. Dia bukan nenek kandungku, dia hanya tetangga ku. Tapi, dia berhasil menenangkan hatiku, aku merasa damai.
Aku pamit untuk pulang dari ladang itu, tak henti-henti nya nenek mengucapkan terima kasih padaku, dan mengusap kepala ku dengan lembut. Aku melangkahkan kakiku untuk pulang dari tempat itu. Hingga aku tiba di rumah, aku memutuskan untuk tidur sebentar sembari menunggu waktu untuk pengunguman itu tiba.Â
Tak lupa aku menyetel alarm ku tepat pada pukul 15.00 Wib. Aku tidur dengan nyenyak, hingga aku pun berhasil terbangun dari tidurku karena kebisingan ponselku yang bergetar dengan nada dering yang sangat ribut. Saat kuraih ponselku di atas meja belajarku, aku melihat notifikasi dari group Queen of our heart's, sebuah goup yang aku buat bersama sahabatku untuk tempat kami bercengkerama.Â
Mereka menanyakan link untuk membuka pengumuman SNMPTN. Aku melihat sahabatku mengirimkan sebuah foto dengan latar berwarna merah, dan emoticon menangis yang membuatku sedikit gemetaran, jantungku berdegup. Aku tahu mereka sedih karena gagal pada jalur itu, hingga mereka mendesak aku untuk membukakan link dan memasukkan data-data ku untuk melihat hasilnya.Â
Jujur, sebernarnya aku tidak berani untuk membuka link itu saat ini, tetapi aku juga memikirkannya. Akhirnya aku memutuskan membuka link itu, dan kedua tangan ku menutup mata ku. Aku meletakkan gawaiku di atas meja, dan melirik sebuah hasil yang terpampang di gawai ku.Â
Mataku mengarah ke warna merah di tulisan itu dan aku membaca hasilnya. " Anda tidak diterima di jalur SNMPTN". Aku membisu, tertunduk, menahan tangisku, dadaku terasa sesak. Pikiranku mengalih ke hal yang kulewati dan perjuangan selama 3 tahun di SMA, hingga perjuanganku dalam mengurus berkas untuk jalur ini, pikiran ku beralih lagi kepada Ibu, hal itu membuat aku menangis kencang. Aku gagal ucapku dengan nada terisak.
Kuratapi wajahku di cermin dekat meja belajarku. Aku menatap mata ku yang bengkak dan memerah karena tangisku. Huff, aku menarik nafasku panjang. Aku sedikit lega, namun wajah ibu mucul dalam benakku, hingga aku menangis lagi. Aku tidak tahu berkata apa lagi. " Tuhan tolong aku" Â ucapku.Â
Aku pun mulai terdiam dari hisak tangisku. Kuseduh secangkir teh dan ku minum. Untuk kedua kalinya, aku menarik nafasku panjang, dan melakukannya berulang kali. Sambil menatap diriku di cermin, aku berkata " aku belum gagal, Â plan A didn't work. Everything is gonna be okay". Ini mungkin belum waktu ku, dan masih ada jalur lain menuju PTN yang ingin kutuju.
 Aku akan berusaha lagi, dan sabar menunggu versi terbaiknya Tuhan untuk hidupku. Aku percaya Tuhan menatapku dari sana.
Aku teringat kepada sahabat ku, aku melakukan panggilan video dengan mereka. Aku melihat mata mereka membengkak, aku tahu mereka baru saja menangis. "Semangat lagi yok" ucapku sembari mengeluarkan senyuman dari bibirku, dan kami saling menguatkan lagi. "Pasti bisa, yok bangkit!" ucap sahabatku dan kami mengakhiri teleponan kami.
Hari sudah semakn gelap, aku duduk membisu di meja belajar ku, tak lama kemudian aku mendengar suara ibu memanggil namaku, dan ibu mengetuk pintu hingga beberapa kali. Saat aku membuka pintu, dan melihat sosok ibu yang berdiri di depan ku, aku memeluk ibu dan air mataku terjatuh lagi. " Ibu, aku gagal" ucapku dalam hatiku.
 Aku pun mengusap air mataku. Ini adalah waktu untuk tidur, dan aku berada di samping ibu dan memeluknya. Aku mencoba untuk menutup mataku, namun itu sangat susah. Aku tak bisa tidur, sedangkan di sampingku ibu tertidur nyenyak. Pandangan ku tertuju pada wajah ibu, aku tahu ibu sangat lelah. Tanpa kusadari air mataku terjatuh lagi. Dan kuputuskan untuk berbaring lagi dengan wajah yang lembab karena tangisku.
Pagi itu, Ibu sudah bagun dan menyajikan makanan, aku bergegas bangun dan membantu Ibu di dapur. Kami semua duduk dan menikmati makanan itu. Usai semua telah selesai, aku terdiam. Hening. Banyakk pertanyaan yang muncul di benakku. " Apa aku harus memberitahu ibu, kalau aku tidak lulus SNMPTN.
 Tapi, bagaimana jika ibu kecewa, sedih, dan memikirkan ku?" huff, aku menarik nafasku berat. Ternyata Ibu melihatku sedari tadi "ada apa Nak?"  tanya ibu padaku. Kakak lelaki ku menambahkan lagi " tau tu.. kenapa sih narik nafas berat kayak gitu. Kamu seperti orang tua yang punya anak 5 saja" ucapnya sambil terkekeh.
Akupun ikut terkekeh melihat kakak lelaki ku. Akhirnya aku mencoba berbicara, dan memberitahu mereka bahwa aku gagal dalam jalur SNMPTN. " Bu, maaf kan aku. Aku gagal bu. Aku tidak mendapatkan kursi PTN di jalur undangan itu Bu"
Ibu pun berdiri dan memegang pundakku, " Tidak apa-apa Nak, mungkin ini belum rejeki  mu. Jangan terlalu di pikirin. Kamu memang gagal, namun bukan berarti ini menjadi akhir dari segalanya. Sudah dulu sedih mu, Nak. Kamu bisa belajar lagi, dan mencoba di  jalur lain. Siapa tahu itu nanti yag menjadi renjeki mu.
 Intinya, tetap berharap sama Tuhan. Ingat kan, bahwa banyak jalan menuju roma, begitu juga banyak jalan menuju PTN. Ibu yakin, kamu pasti bisa, asal usaha dan jangan lupa utamain doa, semangat ya Nak. Walaupun ibu tida memiliki harta, tapi percayalah doa Ibu yang terbaik untukmu." Lega sekali rasanya mendengar Ibu berbicara seperti itu, aku terharu. "Terima  kasih Bu" ucapku sambil memeluk Ibu.
Hei.. buat kamu yang sudah membaca kisahku sampai akhir, aku mau ngucapin terima kasih banyak ya. Mungkin, kamu juga bernasip sama denganku. Gagal dalam SNMPTN, terkadang kita juga tidak terlalu berharap untuk menang di jalur itu. Tapi, yang namanya ditolak itu sakit. Yaudah, nggak apa-apa kok kalau kamu akhirnya memilih menangis, justru itu hal wajar, dan itu akan lebih baik. Jangan dipendam  ya.Â
Tetapi, jangan berlama lama sedihnya, ingat ya..ini kan belum akhir dari segalanya. Masih banyak yang harus kita perjuangkan. Usaha lagi ya, belajar rajin. Di balik semua itu, jangan lupa doa ya. Bangun hubungan mu dengan Tuhan. Percaya, semua akan baik-baik saja. So.. semangat! Ada orang tua dan orang-orang terkasih yang menunggu kabar kemenanganmu.
Dari aku, Lisa. Aku mengasihimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H