Mohon tunggu...
Queen Foniks
Queen Foniks Mohon Tunggu... Mahasiswa - Merdeka Menulis

"When we write, we clarify our understanding and deepen our learning." About: - Language; English and Spanish - Short Story - Poetry - Book Review - Self Improvement Book.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Aku di Jalur Undangan

11 April 2022   10:45 Diperbarui: 20 April 2024   22:04 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" aku tidak menginginkan uang, Nek" balasku sambil tersenyum."

Hingga akhirnya kami sampai di ladang Nenek itu. Dia melihat kopi merah di ladang nya. Aku membantunya mengutip kopi merah itu. Aku bahagia mendengar Nenek itu menceritakan banyak hal padaku, bahkan kisah masa muda nya. Yang membuat kami tertawa bersama. 

Menit demi menit waktu berjalan, tak terasa kami telah memetik 1 ember biji kopi itu. Dia sangat senang, guratan senyum selalu muncul dari bibir nya, hingga aku melihat gigi yang sudah berlubang itu. Dia kelihatan bahagia, dan aku senang melihatnya seperti itu.

Lagi dan lagi dia menatapku dan memelukku dengan erat. Aku merasa begitu nyaman dalam pelukannya. Dia mencium keningku, dan berkata " Tuhan memberkatimu". Aku pun mengangguk mengaminkan ucapan nenek itu. Tangannya yang sudah melemah memegang tanganku, dia menatap aku dengan mata yang berbinar, aku merasa seakan-akan dia berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

Aku pun tersenyum dan hampir mengabaikan tatapan sang Nenek. Melihat begitu dalamnya tatapan nenek, aku terharu. Dengan fisik yang tidak lagi kuat, tetapi dia masih memaksakan diri untuk keladang. Yang kupikirkan di umurnya yang sudah setua ini, seharusnya lebih banyak istirahat di rumah. Dia bukan nenek kandungku, dia hanya tetangga ku. Tapi, dia berhasil menenangkan hatiku, aku merasa damai.

Aku pamit untuk pulang dari ladang itu, tak henti-henti nya nenek mengucapkan terima kasih padaku, dan mengusap kepala ku dengan lembut. Aku melangkahkan kakiku untuk pulang dari tempat itu. Hingga aku tiba di rumah, aku memutuskan untuk tidur sebentar sembari menunggu waktu untuk pengunguman itu tiba. 

Tak lupa aku menyetel alarm ku tepat pada pukul 15.00 Wib. Aku tidur dengan nyenyak, hingga aku pun berhasil terbangun dari tidurku karena kebisingan ponselku yang bergetar dengan nada dering yang sangat ribut. Saat kuraih ponselku di atas meja belajarku, aku melihat notifikasi dari group Queen of our heart's, sebuah goup yang aku buat bersama sahabatku untuk tempat kami bercengkerama. 

Mereka menanyakan link untuk membuka pengumuman SNMPTN. Aku melihat sahabatku mengirimkan sebuah foto dengan latar berwarna merah, dan emoticon menangis yang membuatku sedikit gemetaran, jantungku berdegup. Aku tahu mereka sedih karena gagal pada jalur itu, hingga mereka mendesak aku untuk membukakan link dan memasukkan data-data ku untuk melihat hasilnya. 

Jujur, sebernarnya aku tidak berani untuk membuka link itu saat ini, tetapi aku juga memikirkannya. Akhirnya aku memutuskan membuka link itu, dan kedua tangan ku menutup mata ku. Aku meletakkan gawaiku di atas meja, dan melirik sebuah hasil yang terpampang di gawai ku. 

Mataku mengarah ke warna merah di tulisan itu dan aku membaca hasilnya. " Anda tidak diterima di jalur SNMPTN". Aku membisu, tertunduk, menahan tangisku, dadaku terasa sesak. Pikiranku mengalih ke hal yang kulewati dan perjuangan selama 3 tahun di SMA, hingga perjuanganku dalam mengurus berkas untuk jalur ini, pikiran ku beralih lagi kepada Ibu, hal itu membuat aku menangis kencang. Aku gagal ucapku dengan nada terisak.

Kuratapi wajahku di cermin dekat meja belajarku. Aku menatap mata ku yang bengkak dan memerah karena tangisku. Huff, aku menarik nafasku panjang. Aku sedikit lega, namun wajah ibu mucul dalam benakku, hingga aku menangis lagi. Aku tidak tahu berkata apa lagi. " Tuhan tolong aku"  ucapku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun