Dalam rangka mencegah berkembangnya krisis, Shell mulai melakukan strategi komunikasi melalui sejumlah media massa yang ditujukan kepada konsumen di Jerman dan Denmark. Di Jerman, mereka menggunakan satu halaman iklan di 100 koran nasional dan lokal dengan judul “Kami akan berubah.” Dalam hal ini, Shell mengakui kesalahannya. Ia juga memberikan penjelasan bahwa keputusan untuk membuang Brent Spar di laut sudah dipertimbangkan sebelumnya atas dasar teknis dan lingkungan.
Di Denmark, Shell mengirimkan surat kepada 250.000 pemegang kartu kredit untuk menjelaskan kebijakan mereka. Pada bulan Juli 1995, Shell meminta perusahaan Norwegia Det Norske Veritas untuk menyelidiki tuduhan yang dibuat oleh Greenpeace tentang tangki penyimpanan Brent Spar yang masih berisi 5000 ton minyak mentah. Namun, akhirnya mereka mengakui telah membuat kesalahan tentang jumlah polutan yang tersisa, tetapi mereka tetap menolak penenggelaman Brent Spar (Lofstedt, 1997, hal. 133).
Namun, ternyata upaya Shell dalam melakukan komunikasi untuk penanganan risiko mengalami kegagalan. Padahal, isi dari Brent Spar nyatanya hanya mengandung sedikit material berbahaya yaitu kurang dari 1% dari total sejumlah yang dibongkar. Para ahli juga berpendapat bahwa penenggelaman hanya menimbulkan dampak polusi air dalam level rendah. Maka, Shell akhirnya memunculkan analisis taksiran dari komunikasi krisis yang mereka lakukan. Shell menyadari bahwa dibutuhkan cara yang lebih terbuka, didukung dengan mobilisasi yang giat dari para ahli sarjana, memperbanyak diskusi internasional, dan yang paling penting adalah tetap memperhitungkan persepsi publik.
Kegagalan dari Informasi Balasan
Perusahaan harus mampu mengahadapi krisis dan bukannya menghindari krisis. Dengan begitu, perusahaan perlu menanggapi protes masyarakat dengan memberikan penjelasan. Perusahaan dalam menghadapi krisis sebaiknya menggunakan pendekatan dialog−yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam penelitian komunikasi risiko−daripada pendekatan atas bawah.
Nampaknya Brent Spar melakukan kesalahan dalam hal pendekatan komunikasi ini. Pendekatan atas bawah membuat pihak Shell mengasingkan publiknya dengan seketika, dan kemudian datang dengan serakah dan tidak bisa diganggu gugat. Keputusan yang dibuat Shell terkesan sepihak dengan tanpa memperhatikan dampak bisnisnya terhadap masyarakat banyak. Padahal seperti yang kita tahu, isu lingkungan merupakan isu publik.
Kegagalan Shell diperparah dengan lembaga yang dihadapinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa publik secara umum, lebih mempercayai NGO daripada industri atau pemerintahan (Lofstedt & Renn, 1997, hal. 133). Ketidakpercayaan ini diperparah dengan ketidakmampuan perusahaan Shell dalam mengurangi ketidakpercayaan publik dengan percampuran informasi dari Shell Inggris dengan Shell di U.K dan Jerman mengenai Brent Spar yang menimbulkan kebingungan. Shell tidak punya satu suara (univoice), sedangkan Greenpeace sehingga itu semakin menguatkan argumen mereka. Kondisi bawah laut juga diharapkan tidak ditinggalkan tanpa dikotori sehingga terjaga “kesuciannya”. Kondisi Shell semakin terpuruk berkat peran media dalam memberikan ulasan panjang yang mendominasi.
Belajar dari Kegagalan
Ada beberapa pelajaran yang dapat dipelajari dari kontroversi Brent Spar yang mungkin bisa membantu kita memastikan bahwa jenis krisis ini dapat diminimalkan di masa depan: