Membuat jantung terasa seperti jatuh dan meninggalkan tubuh merupakan hal yang akan dialami ketika kita sedang menonton film horor. Sound effect yang menggelegar dan adegan jumpscare adalah teman sejati film horor.Â
Tidak lupa, alur cerita serta beberapa elemen yang "dijual", disisipkan dengan sempurna dalam cerita akan meninggalkan kesan nyata bagi para penonton.
"Kamu adalah kesalahan yang harus saya hapus.."
Quote di atas merupakan salah satu kunci dari berakhirnya film ini. "Perempuan Tanah Jahanam" dapat dikatakan sebagai film horor yang berhasil menjual alur cerita dan adegan-adegan yang menegangkan dan berhasil membuat penonton tersentak. Sebuah kebudayaan suatu daerah juga berhasil "dijual" oleh sang sutradara, Joko Anwar, dengan memberikan kesan-kesan mistis di dalamnya.
Film yang berhasil menembus 1,5 juta penonton, Â mengisahkan tentang Maya (Tara Basro) yang ingin mencari harta warisan yang ditinggalkan orang tuanya di Desa Harjosari bersama sahabatnya Dini (Marissa Anita).Â
Dalam perjalanannya, Maya bertemu dengan seorang Dalang yang sangat disegani, Ki Saptadi (Ario Bayu). Kejadian mistis pun terjadi ketika Ki Saptadi mengadakan pagelaran wayang di desa tersebut, yang ternyata menyimpan kutukan.
Memiliki durasi 106 menit, film ini juga menerima beberapa penghargaan salah satunya adalah penghargaan Melies International Festival Federation (MIFF) sebagai film Asia terbaik di Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN) 2020.Â
Beberapa budaya Jawa tersebut dapat penulis katakan sebagai sebuah komoditas dari adanya proses komodifikasi. Apakah komodifikasi itu? Seperti yang dikatakan oleh Mosco (1960) dalam bukunya the Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal, komodifikasi merupakan proses pertukaran nilai guna menjadi nilai tukar/jual.
 Apa saja budaya jawa yang diangkat dan seperti apa komodifikasi yang terjadi dalam film "Perempaun Tanah Jahanam?"
Pertunjukkan Wayang Kulit dan Dalang
Pagelaran wayang kulit dan kehadiran Ki Saptadi sebagai dalang menjadi bagian penting dalam film "Perempuan Tanah Jahanam". Ki Saptadi, seorang dalang yang sangat disegani oleh masyarakat selalu mengadakan pagelaran wayang. Lengkap dengan wayang sebagai alat pencerita dan pengiring atau wiyaga yang memainkan musik untuk melengkapi pagelaran tersebut.
ZURA14 UNIVERSE CINEMATIC
Pagelaran tersebut berbeda dari pagelaran yang lainnya. Ki Saptadi hanya akan menggelar pertunjukkan apabila terdapat warga yang hendak melahirkan. Dipercaya, dengan mengadakan pagelaran wayang kulit, kutukan yang berada di desa tersebut akan hilang.
Tidak hanya diperlihatkan pagelaran di panggung, proses pembuatan wayang kulit pun juga ditunjukkan. Terdapat scene ibu Ki Saptadi yang mengasah kulit para tumbal dan menjemurnya di belakang rumah.
ZURA14 UNIVERSE CINEMATIC
Wayang dan Dalang merupakan salah satu kebudayaan suku Jawa yang memiliki nilai guna. Mengangkat budaya ini dalam film tersebut berarti menukarkan nilai guna menjadi nilai jual. Seseorang yang tertarik akan kesinambungan alur cerita dan budaya tersebut, akan menontonnya dan menghasilkan uang. Uang inilah yang menjadi nilai tukar.
ZURA14 UNIVERSE CINEMATIC
Terlebih, adanya unsur mistis dan kengerian yang membalut pembuatan dan pagelaran wayang  kulit tersebut, akan membuat seseorang penasaran dan semakin ingin menonton filmnya. Saya pun juga merasa tertarik karena mengetahui adanya unsur budaya Jawa yang sudah pasti tidak akan luput dari unsur mistis.
Tembang dan Gamelan
Tembang merupakan bahasa jawa dari kata lagu. Dalam film ini, tembang dan gamelan merupakan bagian dari kebudayaan Jawa. Kedua budaya tersebut digunakan untuk mengiringi jalannya pagelaran wayang. Selain itu, dipercaya juga untuk membantu melancarkan ritual pembatalan kutukan bagi warga yang hendak melahirkan malam itu.
ZURA14 UNIVERSE CINEMATIC
Tentu saja dengan unsur mistis yang dibalutkan Joko Anwar, akan membuat seseorang semakin tertarik untuk menonton. Kembali, proses komodifikasi terjadi.
Bahasa Jawa
Film "Perempuan Tanah Jahanam" juga menggunakan bahasa jawa yang merupakan salah satu kebudayaan Jawa dalam filmnya. Meski tak sering, bahasa tersebut digunakan oleh warga asli Desa Harjosari dalam bercakap-cakap. Menurut penulis, bahasa jawa yang diucapkan oleh warga di desa tersebut menambah  kengerian dan ketegangan film.Â
Seperti pada scene Maya dihampiri oleh seorang anak kecil di rumahnya yang mengajaknya ke suatu tempat "ana sing meh ngelairke.. Yuk". Tidak ada yang mengetahui sesosok anak kecil tersebut merupakan seorang anak biasa atau bukan.
ZURA14 UNIVERSE CINEMATIC
Efek ngeri yang ditimbulkan dari sebuah bahasa akan membuat seseorang semakin penasaran dan pergi untuk menonton film ini.
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang menjadi komoditas dalam film "Perempuan Tanah Jahanam" adalah kebudayaan Jawa yaitu Wayang Kulit, tembang, dan bahasa jawa. Diangkatnya ketiga budaya tersebut akan menimbulkan perasaan tertarik bagi para penonton pencinta horor terkhusus pencinta karya Joko Anwar.
Tidak hanya kebudayaan Jawa saja, rasa ngeri, takut, dan unsur mistis yang membalut film ini, akan menjadi kelebihan tersendiri untuk menarik lebih banyak penonton.
Semoga yang saya paparkan dapat bermanfaat bagi pembaca setia, ya. Jika penasaran, pembaca bisa langsung menonton trailer berikut ini:
Sumber:
Mosco, V. (1996). The Political Economy of Communication: Rethinking and renewal (Vol. 13). Sage.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H