Dengan defenisi ini maka suatu agama bukan satu-satunya sumber nilai kebenaran, karena dalam agama-agama lain ada nilai kebenaran. Memang setiap agama selalu mengajarkan hal yang baik. Istilah pluralisme juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, atau toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.
Gagasan Pluralisme Agama
Akar dari Pluralisme Modern bermula dari pemikiran tokoh gereja yang mula-mula mengalami penyimpangan yaitu Clement dari Origens. Menurut Clemens bahwa pengenalan akan Allah bagi orang Yahudi adalah melalui Taurat, sedangkan bagi orang Yunani melalui filsafat dalam inspirasi Logos (Kristus).Â
Sementara Origens berpendapat bahwa pada akhirnya, semua makhluk akan diselamatkan termasuk setan. Pernyataan ini merupakan akar dari universalisme sekaligus sebagai akar dari Pluralisme. Seiring dengan itu dunia teologi mengalami perkembangan negatif. Kemunculan dan perkembangan universalisme akhirnya memunculkan teologi pembebasan dan teologi kemajemukan. Pemicu lain bagi perkembangan Pluralisme adalah perkembangan filsafat terutama filsafat agama dan ketuhanan.Â
Di prakarsai oleh para tokoh seperti Rene Decartes, Benedict Spinoza, Thomas Aquinas, Imanuel Kant, Bertrand Russel, William James, John Locke, David Hume, Karl Barth, Emil Bruner. Tokoh utama yaitu Ernst Troeltsch, hidup di Jerman pada tahun 1865-1923.
Banyak tokoh pluralisme Agama dari barat kita sebut saja beberapa nama yang populer seperti John Hick, Hans Kung, Paul F. Knitter, dan Choan Seng Song mewakili Asia, di dorong oleh semangat Liberalisme, mengharapkan adanya keterlibatan semua bangsa di dunia bersatu menyusun dan mendukung satu keyakinan dan pedoman etis bersama untuk mengatasi masalah global (Paul F. Knitter, 2004:15). Masalah global yaitu penderitaan manusia di bumi seperti ketidak adilan ekonomi, perusakan lingkungan dan peningkatan militer. Proyek ini Hans Kung sebut sebagai "Tanggungjawab Global" merupakan bagian dari semua dialog antar agama, bertujuan mengupayakan keadilan dan kesejahteraan manusia dan lingkungan.Â
Meski Raimundo Pannikar menolak untuk mengganggap paham pluralismenya berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya, namun pandangan pluralisme sebagai sikap dan pluralisme sebagai metafisika (Joas Adiprasetya, 2018:20), merupakan bentuk relaltivitas, dan menolak sesuatu yang absolut.
Panikkar percaya bahwa agama-agama lain juga mempunyai kebenaran sebagian dan sebagai pendahuluan serta ikut dalam kebenaran yang universal, mereka disebut sebagai "Anonymous Christian". Ia percaya seorang dari agama Budha, Hindu, Islam adalah orang Kristen, walaupun mereka belum sempat datang secara aktual ke dalam kekristenan, namun mereka tetap akan diselamatkan karena kebenaran Kristen ada di dalam agama-agama mereka.Â
Panikkar percaya bahwa penyataan Allah ada di dalam semua agama dan Yesus Kristus hanyalah salah satu penyataan Allah yang juga ada di dalam agama-agama lain, dimana menyadari ada realitas ilahi. Oleh karena itu bagi Panikkar Yesus bukan Tuhan dan Juruselamat yang Final dan satu-satunya.
Relativisme sebagai salah satu titik tolak Pluralisme Modern. Relativisme tidak terlepas dari filsafat Eksistensialisme, dengan pelopor Immanuel Kant yang disebut filsuf pencerahan. Kant menolak setiap usaha untuk mengklaim suatu bentuk absolut.Â
Eksistensialisme adalah usaha untuk membangun sistem filsafat yang berangkat dari titik tolak manusia sebagai penentu segala sesuatu yang beredar dalam kehidupan. Tokoh lainnya adalah Arnold Toynbee mengatakan bahwa semua agama sementara mempertahankan identitas historis masing-masing, akan menjadi lebih terbuka pikirannya terhadap satu agama dengan yang lainnya sebagaimana warisan spiritual dan kultur dunia yang berbeda-beda.Â
Relativisme seperti itulah yang akhirnya menjadi api yang membakar semangat kaum pluralis dalam berdialog dengan kaum inklusif, dan membuang finalitas Yesus Kristus. Penolakan finalitas semacam ini berawal dari penolakan Alkitab sebagai wahyu yang final, oleh sebab itu mereka gagal dalam memahami segala sesuatu di dalamnya.