"Sendiri. Sama siapa lagi?"
"Gak sama temen?"
"Aku udah biasa sendiri."
**
Beberapa saat terjebak dalam pertanyaan dan jawaban yang menjemukan. Pertemuan yang mungkin dipaksakan. Aku kehabisan pertanyaan. Kunyalakan lagi sebatang rokok mild-ku, berharap kata larangan –jangan banyak-banyak merokok. Namun dia tidak peduli. Aku membuka pembicaraan lagi, "akhir-akhir ini komunikasi kita sedikit beda dari sebelum-sebelumnya."
"Biasa aja. Kamu aja yang terlalu sensi." Tandasnya.
"Aku ngerasain beda sejak kamu pelatihan di Bogor bulan lalu."
"Namanya juga lagi pelatihan. Ya, aku sibuk banget."
"Dari gaya bahasamu. Entah itu di SMS, atau telepon. Beda banget."
"Ahh, itu cuma perasaanmu aja. Terlalu berlebihan."
"Aku udah coba ngelawan perasaan, tapi sulit."
"Yang sulit kan kamu. Harusnya bisa kamu sederhanakan. Berpikir, waktu-waktu mana yang bisa telfon atau sms. Bukan berpikir yang bukan-bukan."