Mohon tunggu...
Elfrida Mery
Elfrida Mery Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Ilmu Hukum Universitas Negeri Manado

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bersatu Lawan Resesi

29 Agustus 2020   01:05 Diperbarui: 29 Agustus 2020   01:05 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tahun 2020 menjadi ujian berat bagi setiap negara, yang di sebabkan oleh pandemi yang melanda lebih dari 190 negara dan sudah menginfeksi lebih dari 24 juta dari seluruh belahan dunia per tanggal 27 Agustus.

Pandemi covid-19 bukan hanya menyebabkan krisis kesehatan, tetapi juga krisis moneter.

Untuk membendung penyebaran covid-19 banyak negara yang menerapkan PSSB, karantina wilayah, dan lockdown yang mengakibatkan pergerakan perekonomian terhambat bahkan sampai berhenti total.

Pergerakan perekonomian yang menurun baik secara nasional maupun global, mengakibatkan banyak negara yang mengalami resesi. Resesi bukan hanya saja melanda negara berkembang, bahkan negara dengan perekonomian terbesar, negara super power Amerika Serikat juga dihantam resesi. Bagaimana dengan Indonesia?

Secara teknikal Indonesia sudah mengalami resesi, pada kuartal pertama PDB Indonesia hanya tumbuh 2,97%, dan pada kuartal kedua PDB Indonesia mengalami minus hingga 5,32% (CNBC Indonesia)

Kebijakan-kebijakan yang dibuat guna membendung penyebaran covid-19 dan menyelamatkan perekonomian negara, membuat pemerintah harus Extra-ordinary action.

Masih ingat dengan krisis moneter tahun 1998 dan tahun 2008?. Pasti kita sudah tidak asing dengan peristiwa di atas, namun tidak ada satu pun yang menginginkan kejadian tersebut terulang kembali. Belajar dari sejarah, para ahli ekonom dan pemerintah membuat sebuah acuan yang disebut dengan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).

Mungkin masih banyak dari kita yang bertanya apa itu Stabilitas Sistem Keuangan?. Stabilitas Sistem Keuangan yaitu:

" ... suatu kondisi dimana sistem keuangan yang terdiri dari lembaga intermediasi, pasar keuangan dan infrastruktur pasar, tahan terhadap tekanan dan mampu mengatasi ketidakseimbangan keuangan yang bersumber dari proses intermediasi yang mengalami gangguan secara signifikan". (European Central Bank (2011))

" .... Suatu kondisi terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sistemKeuangan". (Bank of England (2008))

" Stabilitas keuangan mendeskripsikan kondisi dimana proses intermediasi keuangan berfungsi secara smooth dan terdapat kepercayaan dalam kegiatan usaha institusi Keuangan dan pasar di dalam perekonomian". (Bank Negara Malaysia (2011))

Salah satu usaha untuk menjaga sistem stabilitas keuangan yaitu melalui kebijakan Makroprudensial. Kebijakan Makroprudensial sendiri adalah:

Versi IMF: Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang memiliki tujuan utama untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan peningkatan risiko sistemik (IMF, "Macroprudential Policy: An Organizing Framework", 2011).

Versi BIS: Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk membatasi risiko dan biaya krisis sistemik (BIS, "Macroprudential Policy - A Literature Review", 2011).

Versi Bank of England: Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk memelihara kestabilan intermediasi keuangan (misalnya jasa-jasa pembayaran, intermediasi kredit dan penjaminan atas risiko) terhadap perekonomian (Bank of England, "The Role of Macroprudential Policy", 2009).

Jika Makroprudensial aman terjaga, maka kita tidak perlu takut dan negara tercinta Indonesia juga terhindar dari krisis moneter. Berbagai kebijakan telah dibuat dan di atur didalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Covid-19.

Dalam Perppu tesebut, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), terdiri dari Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mendapat perluasan kewenangan.

Meski sudah memasuki New Normal, perekonomian belum bisa bangkit dari keterpurukan. Diharapkan UMKM menjadi penyelamat krisis seperti tahun-tahun yang lalu, bahkan pemerintah tidak sungkan-sungkan untuk memberikan kan stimulus sampai dengan 123,47T untuk UMKM.

Apakah UMKM dapat menopang sendiri perekonomian Indonesia?. Tentu saja itu tidak cukup untuk menopang perekonomian Indonesia. Masih pada ingat dong dengan istilah "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh" tetapi banyak yang mengatakan bahwa istilah ini tidak bisa di pakai di masa pandemi. Bagi mereka yang mengatakan seperti di atas mereka salah besar.

Di saat seperti ini kita seharusnya bersatu untuk menopang perekonomian dan terhindar dari krisis. Pasti banyak yang bertanya, bagaimana caranya?. Nah peran milenial sangat dibutuhkan pada saat ini baik untuk mensosialisasikan dan bertindak.

Pasti kita sudah tidak asing dengan yang namanya investasi. Pemerintah sedang gencarnya mendorong masyarakat untuk berinvestasi dalam menyelamatkan perekonomian Indonesia. Terdapat banyak jenis investasi mulai dari deposit, properti, emas, asuransi, dan portofolio. 

Saat ini dengan bermodal Rp10.000 kita sudah bisa berinvestasi. Masa sih dengan modal Rp10.000 sudah bisa investasi?. Pasti teman-teman juga bertanya demikian. 

Memang benar dengan modal Rp10.000 kita sudah bisa berinvestasi, investasi ini masuk kedalam investasi reksadana. Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): "Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi."

Reksadana memiliki resiko rendah hingga tinggi. Mulai dari pasar uang(low risk), pendapat tetap atau obligasi (medium risk), dan saham(high risk).

Dengan berinvestasi kamu bisa mendapatkan untuk dan sekaligus berperan dalam menyelamatkan perekonomian negara.

Kamu pasti sudah tidak asing dengan e-commerce, e-wallet(dompet digital), e-banking, dan produk sejenis nya. Pada saat ini e-commerce tidak hanya menjadi platform jual-beli online tetapi juga sudah menjelma sebagai penyedia layanan investasi, e-wallet menjadi alat pembayaran yang sering digunakan akhir-akhir ini terutama untuk kaum milenial dan generasi z.

Dengan jumlah penduduk Indonesia pada semester pertama 2020 ada 268.583.016 jiwa, dan kurang lebih 150.000.000 adalah pengguna e-commerce, kurang lebih 60.000.000 pengguna e-wallet.

Jika masing-masing total dari pengguna e-commerce, dan e-wallet melakukan investasi minuman Rp10.000,00 dan maksimum rata-rata Rp50.000,00 perbulan, maka perkiraan investasi yang dapat diserap untuk menopang perekonomian mencapai Rp1T-Rp12T/bulan.Dengan investasi kita dapat ikut berpartisipasi untuk negara dan menabung untuk masa depan.

Mari sama-sama menopang perekonomian Indonesia dengan investasi untuk melawan resesi. Manfaatkan produk keuangan, Makroprudensial aman, Stabilitas Sistem Keuangan terjaga.

Dengan kebijakan tepat, masyarakat cermat, maka ekonomi selamat. Bersatu kita teguh melawan resesi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun