Bersamaan dengan teriakan berkekuatan tenaga dalam penuh amarah itu tubuh Nyai Fatimah melesat bagai anak panah terlepas dari busurnya. Sesudahnya tubuh itu menghilang di antara rerimbun pepohonan tanpa meninggalkan jejak.Â
Sementara Maha Guru Ayah dan Pendekar Tua Aneh hanya bisa saling senyum dan bertukar pandang.
***
Pada akhirnya, cinta yang kamu dapat sebanding dengan cinta yang kamu buat.
Padepokan Kandang Sapi
Pemuda gondrong itu sudah rampung melaksanakan tugasnya. Ia lantas duduk untuk melepas lelah di atas balai bambu sembari menikmati ubi rebus yang uapnya masih mengepul.
Sementara Artati, posisinya masih telentang di atas kursi. Ia terheran saat menyadari rasa sakit pada dada kirinya berangsur-angsur hilang. Juga rasa nyeri dan tertekan beberapa waktu lalu tiba-tiba saja raib entah ke mana. Diam-diam tangannya meraba dada kirinya dengan hati-hati.
Meraba dada?Â
Sontak amarahnya meluap begitu ingat tangan pemuda gondrong yang tengah asyik menikmati ubi rebus itu juga pernah menyentuh dadanya. Meski dengan dalih mengobati luka, Artati tetap tidak terima. Ia merasa telah dilecehkan.Â
Sontak Artati bangkit dari duduk, sigeg memasang kuda-kuda lalu mengayunkan tendangan super dahsyat menjurus tepat ke arah dada pemuda itu.Â
"Hiyaaaaaattttttt....!!!"