Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cersil (5) : Selamat Datang Pendekar Kantong Bolong!

20 Juli 2024   05:41 Diperbarui: 20 Juli 2024   06:10 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.shutterstock.com

Menjadi manusia itu sangatlah sederhana. Jangan bergaul dengan orang-orang yang meremehkanmu. Dan, letakkan orang-orang yang peduli terhadapmu di garis paling depan. 

Perbatasan Hutan Garangan

Seorang pemuda bersandar santai di bawah pohon Trembesi. Sesekali kepalanya celingukan. Sesekali pula hidungnya bersin-bersin akibat udara dingin yang menggigit. 

"Haaat...haaatttsyiiii..!!!"

Dan, anehnya setiap kali bersin-bersin itu muncul, pohon-pohon di sekitarnya bergetar dengan hebat. Daun-daun berguguran serta hewan-hewan liar semburat berlari lintang pukang. 

Siapa dia? 

Siapa pemuda dengan kantong kain berlubang yang selalu tersampir di pundaknya itu? 

Pemuda itu bernama Henza. Dia hidup sebatang kara dan luntang-lantung. Tidak jelas dari mana asal usulnya. Konon, saat masih bayi Henza pernah dirawat oleh seekor induk macan tutul. Entah benar atau tidak. Tapi yang pasti dia memiliki ilmu kanuragan tingkat tinggi. 

Di jagat persilatan nama Henza sudah tidak asing lagi. Sangat kesohor. Reputasinya pantang diragukan. Dan, yang paling moncer adalah saat dia bertarung melawan sepuluh begal bersenjata tajam yang kerap mengganggu ketenangan masyarakat di sebuah desa. Meski sempat mengalami luka-luka, pemuda berjuluk Pendekar Kantong Bolong itu berhasil memenangkan perkelahian sengit dalam waktu cukup singkat. Sepuluh begal dilumpuhkannya tanpa ampun. 

Jika sekarang dia berada di perbatasan Hutan Garangan, tentu saja ada alasan yang menyertai. Sebuah pesan rahasia lewat telik sandi telah diterimanya. Dari Pendekar Tua Aneh, tetua Padepokan Kandang Sapi. 

"Datanglah! Ada sesuatu yang sangat penting!"

Begitu isi pesan singkat yang ditulis di atas daun lontar. 

Merasa istirahatnya sudah cukup, pemuda itu berniat melanjutkan perjalanan. Kembali kepalanya celingak-celinguk. Bibirnya menyungging senyum manakala instingnya mengatakan jikalau padepokan yang ditujunya sudah teramat dekat. Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh dalam hitungan jari dia akan sampai. 

Tapi Pendekar Kantong Bolong tidak ingin melakukannya. Sebab ia tahu, terlalu sering menggunakan ilmu meringankan tubuh membuatnya jadi pemalas. 

Kakinya baru saja hendak mengayun ketika suara derap kuda itu terdengar. Tampak segerombolan orang berteriak-teriak lantang sembari melecut kuda-kuda mereka agar berlari lebih kencang. Sepertinya mereka para pemburu yang akan menyisir sekitaran Hutan Garangan. 

Pendekar Kantong Bolong memicingkan mata sejenak. Keinginan untuk berbuat jail tiba-tiba saja menyeruak di benaknya. Diraihnya kantong berlubang yang tersampir di pundaknya. Sekali kibas kantong itu mengeluarkan benda-benda pipih berbentuk cincin. Benda-benda itu mbrosot lewat bawah kantong dan melesat secepat kilat menuju ke arah kaki kuda-kuda yang tengah giras berlari. 

Mendapat serangan tiba-tiba, kuda-kuda itu terkejut dan meringkik keras dengan posisi tubuh nyaris berdiri. Para joki yang semula asyik menikmati perjalanan sontak terlempar jatuh, bergelimpangan, saling tumpang tindih di atas rerumputan. 

Bersamaan dengan itu terdengar suara bersin-bersin. 

"Hat... Haaaatsyiiii...!!!"

Tak pelak seluruh pepohonan bergetar hebat seperti terkena serangan gempa dahsyat. Daun-daun berguguran diiringi deru angin yang membadai. Membuat suasana semakin kacau balau. 

***

Hati yang patah memang menyakitkan. Tapi dari rasa sakit yang mendera itu akan membuatmu kuat dan lebih bijak.

Padepokan Kandang Sapi

"Sudahlah Dinda Artati. Jangan menangis terus. Sebentar lagi pertolongan akan tiba." Pendekar Tua Aneh membujuk adik kesayangannya yang meringkuk sesenggukan di balik selimut. 

"Duh, Kangmas, aku belum mau mati! Aku masih ingin membalas dendam pada perempuan keparat itu!" Artati menggerakkan kedua kakinya dengan kalap. Selimut yang menutupi tubuhnya tersibak berantakan. 

"Maksudmu dendam pada Nyai Fatimah?" Pendekar Tua Aneh memicingkan mata.

"Iya, Kangmas! Pada siapa lagi kalau bukan dia!" Artati semakin geram. Terutama karena kakaknya itu bersikap sangat telmi. Telat mikir. 

Tak ingin bertambah bingung, Pendekar Tua Aneh memutuskan keluar dari kamar Artati seraya bergumam, "Perempuan kalau sudah jatuh cinta dan cemburu, sungguh sangat mengerikan!"

Di luar langit kian temaram. Sekawanan tonggeret berebut melantunkan tembang selamat datang kegelapan dengan suara serak-serak basah. Pendekar Tua Aneh masih berjalan mengitari padepokan Kandang Sapi. Langkahnya baru berhenti ketika matanya tertumbuk pada pohon nangka berbuah lebat yang tumbuh tak jauh dari batu besar tempat ia biasa melakukan meditasi. Cukup lama pendekar tua itu berdiri di bawahnya. Melamun dan merenungkan sesuatu. 

Sampai tiba-tiba terdengar suara mengagetkan itu. 

"Haaat... haaaatsyiiii!!!"

Blug! Blug! Blug! 

Beberapa butir buah nangka tahu-tahu berjatuhan menimpa kepalanya.

Bersambung..... 

***
Malang, 20 Juli 2024
Lilik Fatimah Azzahra


Cersil sebelumnya:

1. Geger Lubang Sumur

2 Kemilau Pedang Cinta

3. Prahara Padang Bulan

4.Sang Pemburu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun