Sosok itu! Ningsih melihatnya. Ia mengenali jaket kulit yang dikenakannya. Juga model rambut yang disisir klimis meski tampak dari samping.Â
Sosok itu tengah duduk melingkarkan lengan pada punggung seorang perempuan.Â
Sudah kepalang tanggung. Kehadiran Ningsih sudah terlihat oleh perempuan yang duduk di samping sosok itu.Â
"Ningsih! Sahabatku! Masya Allah. Berapa lama kita tidak bertemu? Ke mana saja kamu selama ini?"Â
"Rini! Apa kabar?"
Kedua sahabat lama itu pun saling berpelukan.
"Oh, iya. Kenalkan ini suamiku." Rini menoleh ke arah laki-laki yang masih duduk bersandar di kursinya.
"Mas, ini sahabatku semasa SMU yang sering kuceritakan kepadamu." Rini tampak bersemangat ketika menarik tangan suaminya. Sesaat sosok itu terkejut. Tapi kemudian ia berdiri dan mengulurkan tangan. Menyambut uluran tangan Ningsih.Â
Saat mata mereka bertemu, Ningsih menyungging senyum manis.Â
Ya. Tidak ada alasan bagi Ningsih untuk tidak tersenyum. Apalagi ia merasa Tuhan amat sangat menyayanginya.
Bagaimana tidak? Sebelum ia terperosok jauh ke dalam jerat cinta lelaki bernama Wira itu, Tuhan telah menunjukkan siapa sesungguhnya dia.Â