"Ini jenis racun sangat berbahaya, Busu! Racun Kalamenjing. Dari mana Artati mendapatkannya?"
Serta merta emosi Maha Guru Ayah tak terbendung lagi. Ia berbalik badan. Siap menghakimi Artati.
Tapi ia tidak menemukan siapa-siapa. Artati sudah menghilang. Jejaknya raib tersapu angin.
***
Dicintai memberimu kekuatan. Dan, mencintai memberimu keberanian.Â
Padepokan Kandang Sapi
Ditemani secangkir kopi dan beberapa gelintir rokok tingwe, Pendekar Tua Aneh duduk berselonjor di atas tikar yang digelar di halaman padepokan. Sesekali kepalanya menengadah. Menatap bulan yang cilukba di balik awan.
Dua pendekar muda duduk bersila mengawasi gerak-gerik guru mereka. Kalau-kalau sang guru berbuat sesuatu yang mengkhawatirkan.
Ya. Sejak mengalami serangan gelap di malam itu, Pendekar Tua Aneh bertingkah semakin aneh. Kerjanya hanya duduk melamun. Tidak lagi memberi wejangan ataupun menggembleng ilmu kanuragan.
"Sampai kapan guru kita akan seperti ini?" Bisik salah satu pendekar yang tengah berjaga-jaga itu. Hatinya miris menyaksikan perubahan drastis yang dialami oleh sang guru.
"Apa perlu kita panggil tabib?" Usul pendekar satunya lagi. "Aku pernah dengar ada tabib sakti bernama Ki Katedra. Beliau sering mengobati orang-orang lara pikir seperti guru kita ini."